Rilis Pers
Resistance and Alternatives to
Globalization (RAG)
atas Konperensi
APEC, 1-8 Oktober 2013, di Bali Indonesia
STOP
LIBERALISASI APEC,
JALANKAN
KEMANDIRIAN NASIONAL
Forum
APEC yang diselenggarakan di Bali, Indonesia pada tanggal 1-8 Oktober 2013
merupakan forum tahunan dari para pengambil keputusan negara dan para pimpinan
korporasi (di APEC lewat APEC Business Advisory Council/ABAC) dalam menyetir
agenda perdagangan bebas di wilayah Asia Pasifik. Forum APEC juga seringkali
dijalankan untuk memenuhi hasrat dominasi Amerika Serikat di wilayah Asia
Pasifik.
Tahun
ini agenda perdagangan bebas mendominasi agenda pertemuan. Ini karena dunia
sedang mengalami perubahan besar kepada perdagagan abad-21. Saat ini secara
definitif hendak ditetapkan agenda perdagangan Rantai Pasokan untuk menjadi
tema utama dari puncak pertemuan perdagangan bebas di APEC dan di WTO pada
Desember 2013 nanti. APEC akan menjadi pendorong utama agar perundingan Putaran
Doha di WTO yang mengalami kemacetan dan kebuntuan, dapat kembali bergerak
dinamis, mengarah kepada pengadopsian rantai pasokan sebagai perspektif utama
model perdagangan abad 21 ini. Karenanya tujuan APEC dan WTO kali ini sangat
bersesuaian, karena sama-sama akan diadakan di Bali dalam rentang waktu yang
pendek. Ini tidak lepas juga dari peran Indonesia yang secara sukarela menjadi
relawan dalam mengatasi kebuntuan ini dengan menawarkan menjadi tuan rumahnya.
Padahal Indonesia sebenarnya tidak mempunyai kepentingan utama dalam
mempromosikan ekonomi rantai pasokan, karena Indonesia tidak terintegrasi
secara penuh ke dalamnya.
Kami
bertanya, apakah ada kepentingan nasional Indonesia yang akan diperjuangkan,
ketika menjadi tuan rumah pertemuan APEC? Apa maksud ucapan presiden SBY yang
menyatakan dirinya sebagai “Chief
Salesperson Indonesia Inc.? Apakah mau menjual dan menggadaikan Indonesia? Karena
Indonesia sampai saat ini ekonominya masih bersifat primitif, yaitu lebih
banyak didominasi ekspor bahan mentah dan komoditas pertanian. Indonesia dalam
era rantai pasokan hanya menjadi pemasok bahan-bahan mentah di bagian hulu dan
pasar serba terbuka di bagian hilir. Indonesia bahkan oleh badan PBB (UNIDO/United Nations Industrial Development
Organization) belum dapat disebut sebagai Negara industri, karena sumbangan
sektor industrinya terhadap PDB masih sangat lemah (di bawah 25%). Indonesia menurut
pemerintah berkepentingan terhadap dijalankannya agenda konektivitas dan
proyek-proyek infrastruktur. Akan tetapi bisa dilihat bahwa hal ini hanyalah
untuk kepentingan elit-elit Indonesia yang bersifat pemburu rente (rent-seekers) yang berkepentingan atas
proyek-proyek infrastruktur dan konektivitas, dan bukan untuk membangun bangsa
dan negaranya.
Oleh
karena itu kami hendak menyampaikan pandangan-pandangan kami berikut ini:
1.
Bahwa
pertemuan APEC kali ini di tengah-tengah krisis ekonomi, justru akan memperkuat
terjadinya krisis ekonomi lanjutan. Hal ini bisa dilihat dari batalnya
kedatangan presiden AS Barrack Obama dikarenakan krisis ‘shutdown’ negaranya. AS sebenarnya sedang menghadapi krisis utang
yang luar biasa besarnya, yang terutama dikarenakan dampak dari liberalisasi
keuangan dan utang.
2.
Agenda
APEC yang berusaha mendorong pencapaian semangat Bogor Goals (rezim perdagangan dan investasi yang semakin terbuka
dan bebas) justru membuktikan bahwa Bogor
Goals adalah jalan sesat yang memperkuat krisis semakin besar, karena
liberalisasi perdagangan dan investasi merupakan penyebab utama krisis global
1997/98, 2008/09 dan sekarang ini (2012/13).
Liberalisasi import telah menjadi penyebab terjadinya kelangkaan
bahan-bahan pangan dan naiknya harga-harga di Indonesia, akibat pasar yang
tidak bisa dikontrol oleh Negara, dan dijalankannya skema import besar-besaran
sebagai alat penanggulangan krisis.
3.
Agenda
APEC mendorong diadakannya perdagangan rantai pasokan, yang akan dibawa ke
dalam forum WTO Desember mendatang. Perdagangan rantai pasokan ini sejatinya
hanya akan memperkuat jaringan rantai produksi korporasi-korporasi global yang
akan mengikat negara-negara untuk menjadi ‘pelayan’ di dalam titik-titik mata
rantai produksi barang, jasa dan modal. Ini akan memperkuat kekuatan korporasi
dunia atas negara-negara berdaulat. Langkah pertamanya adalah menjalankan
kesepakatan Trade Facilitation
(fasilitasi perdagangan) baik di APEC maupun yang akan dibawa ke WTO, sebagai
alat membebaskan perdagangan dari segala hambatan perbatasan serta memaksakan
subsidi Negara dalam membiayai berbagai modernisasi aspek-aspek logistik yang
baru untuk kepentingan korporasi.
4.
Agenda
APEC bagi peningkatan konektivitas dan pembangunan infrastruktur juga terkait
dengan perdagangan rantai pasokan, yaitu agar Negara membiayai kelancaran arus
distribusi barang, jasa, modal dan gerak kaum bisnis, sehingga pihak korporasi
dapat menjalankan operasi usahanya dengan lebih efisien dan efektif serta
meningkatkan keuntungan (profit) lebih banyak lagi. Hal ini dapat dilihat dari
program MP3EI yang dijalankan oleh pemerintah Indonesia, yang menambah utang
baru bagi pemerintah untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur maupun
memfasilitasi penguasaan swasta atas fasilitas dan aset publik untuk dikuasai
pihak korporasi. Contohnya adalah proyek Jembatan Selat Sunda (JSS) yang
sebenarnya dijalankan untuk kepentingan pihak swasta tertentu dan proyek rente
birokrat.
5.
Karenanya
resep yang dibawakan oleh APEC bagi rezim perdagangan dan investasi yang
semakin bebas akan menjerumuskan kembali dunia dan kawasan kedalam krisis yang
akan terus berulang. Pernyataan presiden SBY untuk melanjutkan liberalisasi
perdagangan adalah salah-kaprah. Liberalisasi adalah jalan kepada krisis tak
berujung, akan tetapi justru dipakai sebagai obat untuk menyembuhkan krisis.
Akibatnya malah krisis akan semakin sering terjadi dan terus berulang tiada
henti.
6.
Kami
meminta agar pemerintah RI menyadari kekeliruan kebijakannya selama ini, dan
harus berganti arah kepada penguatan kemandirian nasional. Indonesia harus
kembali kepada amanat konstitusi sebagai Negara berdaulat yang mandiri dan
tidak terus menerus didikte ke dalam arus liberalisasi seperti sekarang. Liberalisasi
perdagangan dan investasi sebagaimana yang dibawakan oleh APEC adalah
bertentangan dengan konstitusi Negara - UUD 1945 dan Pancasila.
Jakarta,
8 Oktober 2013
Bonnie Setiawan,
081315540553
Edy Burmansyah, 08192277637
Tidak ada komentar:
Posting Komentar