Siaran Pers Komnas Perempuan
34 Tahun Ratifikasi Konvensi CEDAW di Indonesia:
Kurang Optimalnya Implementasi CEDAW dalam Penghapusan Kekerasan
terhadap Perempuan
34 Tahun Ratifikasi Konvensi CEDAW di Indonesia:
Kurang Optimalnya Implementasi CEDAW dalam Penghapusan Kekerasan
terhadap Perempuan
Jakarta, 24 Juli 2018
CEDAW (The Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination
against Women) lahir dari pengalaman diskriminasi perempuan di berbagai
belahan dunia dan perjuangan panjang untuk membangun komitmen global
bahwa hak asasi perempuan adalah hak asasi manusia. Konvensi ini
menjabarkan tentang prinsip-prinsip hak asasi perempuan, norma-norma dan
standar-standar kewajiban, serta tanggung jawab negara dalam penghapusan
segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Indonesia sudah
meratifikasi melalui UU RI no 7 Tahun 1984. Konsekuensi meratifikasi
konvensi CEDAW adalah membuat laporan pelaksanaannya kepada Komite CEDAW
di PBB, Namun pemerintah Indonesia terakhir mengirimkan laporan pada
tahun 2012 dan sesudah itu di tahun 2016 tidak membuat laporan, sehingga
komite CEDAW tidak dapat me-review perkembangan pemajuan hak asasi
perempuan di Indonesia maupun menyusun rekomendasi bagi Indonesia.
Beberapa concluding comment komite CEDAW yang penting untuk segera
direspon dan dijalankan oleh pemerintah Indonesia sejak tahun 2012 dan
Rekomendasi Umum CEDAW antara lain namun tidak terbatas pada poin-poin
berikut :
1.Meningkatkan kesadaran di masyarakat akan dampak negatif perkawinan
anak bagi perempuan dengan tujuan menghapus praktik perkawinan anak;
2.Meningkatkan kesadaran publik, kelompok agama dan para pemuka agama
bahwa segala bentuk pelukaan dan mutilasi genital perempuan sebagai
praktik yang membahayakan dan melanggar HAM perempuan;
3.Melakukan revisi kebijakan tentang perkawinan: (i) Menetapkan usia
perkawinan sebagai 18 tahun untuk perempuan dan laki laki; (ii)
menghapuskan praktik poligami (iii) Menghilangkan perbedaan peran
laki-laki dan perempuan dalam rumah tangga (iv) Memberikan perlindungan
untuk perempuan dalam perkawinan antar agama, (v) Menjamin hak waris
yang setara bagi perempuan sebagai anak dan sebagai istri , antara lain
melalui revisi UU No.1 tahun 1974;
4.Menghapus kebijakan yang diskriminatif terhadap perempuan di Aceh;
5.Menjalankan Rekomendasi Umum no 26 tentang perempuan pekerja migran,
negara pihak perlu merumuskan kebijakan yang komprehensif dan peka
gender untuk kebijakan penempatan dan perlindungan migrasi, mendapatkan
peluang kerja yang aman, menghapus larangan atau pembatasan yang
diskriminatif berbasis jenis kelamin, usia, perkawinan, status kehamilan
atau persalinan, termasuk menghapus ketentuan minta izin suami atau wali
laki-laki untuk mendapatkan paspor atau untuk bepergian;
Sebagai salah satu mekanisme HAM nasional, Komisi Nasional Anti
Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) selalu membuat laporan
kepada komite CEDAW tentang perkembangan implementasinya di Indonesia
khususnya yang berhubungan dengan kekerasan terhadap perempuan sebagai
dasar untuk memberikan rekomendasi pada pemerintah Indonesia.
Pada hari ini, memperingati 34 tahun Indonesia meratifikasi CEDAW,
Komnas Perempuan memberikan beberapa catatan kekerasan terhadap
perempuan sebagai berikut:
a.Kekerasan terhadap perempuan terus berlangsung dan korban menemui
kemandekan, minim respon dalam upaya penanganan maupun pemulihan diri
dari dampak kekerasan yang mereka alami. Kasus –kasus demikian yang
mayoritas dilaporkan ke Komnas Perempuan. Dalam kurun waktu 6 bulan,
Januari-Juni 2018 kasus yang diterima Komnas Perempuan telah mencapai
angka 538 kasus, dimana 88% (475 kasus) adalah kekerasan berbasis gender
dan sebanyak 12% (63 kasus) adalah kasus yang tidak berbasis gender.
Kasus kekerasan yang dilaporkan kepada Komnas Perempuan didominasi oleh
kekerasan dalam relasi personal yang mencapai 86% (409 kasus) dari total
475 kasus. Kekerasan di komunitas mencapai angka 12% (58 kasus) dan 1%
(8 kasus) adalah kekerasan yang dilakukan negara. 8 kasus tersebut
antara lain konflik sumber daya alam (SDA), penggusuran, pelanggaran
hak-hak pekerja migran perempuan dan kekerasan yang juga menonjol dalam
dua tahun terakhir adalah kasus kejahatan siber (cyber crime). Dalam hal
kebijakan, Komnas Perempuan mencatat hingga saat ini ada 421 kebijakan
diskriminatif, yang ada di tingkat pusat dan daerah.
b.Perkawinan anak masih dikukuhkan oleh negara, dengan ditolaknya JR di
Mahkamah Konstitusi untuk menaikkan usia perkawinan usia anak dari 16
menjadi 18 tahun. Data yang dicatat Komnas Perempuan perkawinan anak
berjumlah 11.819 yang disahkan oleh Negara melalui Pengadilan Agama dan
diatur dalam UU No.1 tahun 1974. Berbagai kajian menunjukkan bahwa hamil
dan menikah pada usia belia berkontribusi pada tingginya angka kematian
ibu melahirkan (AKI). Saat ini AKI Indonesia adalah 359/100.000
kelahiran hidup.
c.Praktik-praktik membahayakan perempuan seperti pelukaan dan pemotongan
genital (P2GP) masih terjadi di Indonesia. Pemantauan Komnas Perempuan
tahun 2017 di 10 wilayah, menunjukkan masih dilakukan baik tenaga medis
maupun dukun. Komnas Perempuan menemukan bahwa alat praktik P2GP yang
digunakan tenaga non-kesehatan ini beragam antar wilayah antara lain
pisau kecil/pisau lipat, gunting kuku, silet, koin berlubang hingga
hanya menggunakan kunyit saja sebagai simbolisasi. Pada beberapa kasus,
di beberapa wilayah ditemui adanya dampak yang signifikan membahayakan
kesehatan reproduksi dan seksual perempuan seperti pendarahan, kematian
dan tidak mengalami kepuasan dalam hubungan seksual. Bahkan, beberapa
wilayah kajian ini mengeluarkan Perda Retribusi Pelayanan Kesehatan
untuk Praktik P2GP.
d.Indonesia telah mengesahkan Undang-undang No. 18 tahun 2017 tentang
Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI). Catatan Komnas Perempuan
atas UU ini antara lain; 1) Masih mengabaikan sektor pekerja rumah
tangga migran yang selama ini mendominasi penempatan dan pada saat yang
sama menghadapi kerentanan khusus dalam setiap setiap proses migrasi; 2)
Masih memuat prasyarat izin suami/ orang tua yang berpotensi membatasi
perempuan untuk menjadi pekerja migran dan membuka ruang penyalahgunaan;
3) Kerangka hak asasi manusia dan semangat perlindungan yang tertuang
dalam sejumlah pasal dalam undang undang tersebut masih samar karena
aturan turunannya.
e.Isu-isu kebijakan diskriminatif terhadap perempuan di Aceh, hingga
saat ini masih menghadapi berbagai persoalan, antara lain pemberlakukan
Qanun Hukum Jinayat dan Qanun Hukum Acara Jinayat yang menempatkan
perempuan rentan dikriminalisasi karena pemberlakukan pasal-pasal yang
multi tafsir dan tidak berbasis perlindungan substantif pada perempuan.
Kondisi diatas menunjukkan implementasi CEDAW yang belum optimal terkait
pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan lemahnya optimalisasi
undang- undang yang melindungi perempuan. Untuk memperingati hari
Ratifikasi CEDAW ke 34 ini, Komnas Perempuan mengingatkan dan mendorong
pemerintah serta mengajak semua pihak untuk menjalankan mandat CEDAW
dalam penghapusan diskriminasi terhadap perempuan melalui:
1.Melakukan upaya korektif untuk mencabut dan memperbaiki kebijakan di
tingkat nasional maupun daerah yang membatasi, mengontrol dan memicu
diskriminasi maupun kriminalisasi terhadap perempuan;
2.Menghentikan praktik Pelukaan dan Pemotongan Genital Perempuan (P2GP)
karena membahayakan perempuan serta melanggar hak reproduksi dan
seksual. Untuk itu pemerintah Kabupaten/ Kota harus menjalankan mandat
Permenkes No. 6 Tahun 2014;
3.Mendorong semua pihak untuk menghentikan praktik perkawinan usia anak
maupun pola-pola perkawinan yang memicu kekerasan dan kerentanan
terhadap perempuan baik perkawinan paksa, poligami, perkawinan yang
tidak dicatatkan;
4.Memperbaiki sistem layanan dengan menyusun program maupun penganggaran
untuk perlindungan maupun pemulihan perempuan korban;
5.Menerbitkan aturan turunan UU No. 18 tahun 2017 tentang Pelindungan
Pekerja Migran Indonesia dan ratifikasi Konvensi ILO 189 mengenai kerja
layak PRT.
Narasumber:
Sri Nurherwati, Komisioner (082210434703)
Thaufiek ZulbahAdriana Vennyary, Komisioner (0812-1934-205)
Adriana Venny, Komisioner (08561090619)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar