Siaran Pers Komnas Perempuan CatatanTahunan (Catahu) 2016
Kekerasan terhadap Perempuan Meluas: Mendesak Negara Hadir Hentikan
Kekerasan terhadap Perempuan di Ranah Domestik, Komunitas dan Negara
Jakarta, 7 Maret 2016
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan)
kembali mengeluarkan Catatan Tahunan (Catahu) tahun 2016, yang
diluncurkan setiap tahun untuk peringati Hari Perempuan Internasional
setiap 8 Maret. Catahu 2016 ini merupakan temuan dari beragam kasus
peristiwa kekerasan terhadap perempuan di tahun 2015. Komnas Perempuan
memberikan catatan penting dan menyimpulkan bahwa pada tahun 2015
kekerasan terhadap perempuan memperlihatkan pola meluas, sehingga
penting agar negara hadir secara maksimal untuk terlibat dalam
pencegahan, penanganan, serta tindakan strategis untuk menjamin rasa
aman perempuan korban. Temuan Komnas Perempuan mencatat bahwa kekerasan
terhadap perempuan tidak hanya terjadi di ranah domestik atau rumah
tangga maupun dalam relasi perkawinan, tetapi juga terjadi meluas di
masyarakat umum maupun yang berdampak dari kebijakan negara.
Sebagian besar data yang terdapat pada Catahu 2016 ini bersumber dari
pengaduan yang berasal dari pengaduan korban ke lembaga-lembaga negara,
organisasi pendamping korban, maupun pengaduan langsung kepada Komnas
Perempuan. Data Catahu yang diluncurkan 2016 ini tidak hanya menunjukkan
data kekerasan di wilayah domestik, melainkan juga sebuah pemberitahuan
seluas-luasnya kepada negara dan masyarakat bahwa berdasarkan
pemantauan maupun trend isu yang berkembang di media telah menunjukkan
bahwa masalah kekerasan terhadap perempuan telah meluas di berbagai
ranah, termasuk di wilayah publik. Ini terkait dengan peraturan daerah
yang diskriminatif, peristiwa intoleransi agama, kebijakan hukuman mati,
penggusuran, konflik politik, yang kesemuanya berdampak langsung pada
pelanggaran hak perempuan dalam kehidupannya.
Komnas Perempuan membagi persoalan kekerasan terhadap perempuan menjadi 3
wilayah/ ranah, yaitu: Kekerasan Personal (KDRT/Relasi Personal), Ranah
Komunitas, dan Ranah Negara dengan penjelasan sebagai berikut:
Ranah Personal: Berdasarkan jumlah kasus sebesar 321.752 tersebut, maka
sama seperti tahun sebelumnya, jenis kekerasan terhadap perempuan yang
paling besar adalah kekerasan yang terjadi di ranah personal. Sementara
bentuk kekerasan yang terbesar adalah kekerasan dalam bentuk fisik dan
seksual. Hal ini berbeda dari tahun sebelumnya yang menemukan bentuk
kekerasan yang terbesar adalah fisik dan psikis. Artinya terjadi
kenaikan data kasus kekerasan seksual yang dilaporkan dibandingkan tahun
sebelumnya. Bila tahun lalu kekerasan seksual menempati peringkat
ketiga, tahun ini naik di peringkat dua, yaitu dalam bentuk perkosaan
sebanyak 72% (2.399 kasus), dalam bentuk pencabulan sebanyak 18% (601
kasus), dan pelecehan seksual 5% (166 kasus). Beberapa kasus yang
direkam oleh Komnas Perempuan adalah terjadi kekerasan terhadap
perempuan (pekerja rumah tangga dan istri) yang diduga dilakukan oleh
pejabat publik dari anggota parlemen, serta kejahatan perkawinan yang
dilakukan artis.
Ranah Komunitas: Sebanyak 31% (5.002 kasus), dan jenis kekerasan
terhadap perempuan tertinggi adalah kekerasan seksual (61%), sama
seperti tahun sebelumnya (data 2014 dan data 2013). Untuk tahun ini
jenis dari bentuk kekerasan ini adalah perkosaan (1.657 kasus),
pencabulan (1.064 kasus), pelecehan seksual (268 kasus), kekerasan
seksual lain (130 kasus), melarikan anak perempuan (49 kasus), dan
percobaan perkosaan (6 kasus). Di luar persoalan perkawinan dan rumah
tangga Komnas Perempuan memberi perhatian serius tentang meluasnya tema
kekerasan seksual yang muncul dalam pemberitaan media, yaitu: pekerja
seks online, mucikari, artis pekerja seks, kasus cyber crime, iklan biro
jodoh berkedok syariah dan penyedia jasa pelayanan perkawinan siri,
kasus perbudakan seks seorang anak perempuan oleh ayah mertua di
Tapanuli Selatan. Terdapat juga pelarangan diskusi dengan tema LGBT di
Universitas Diponegoro Semarang, Universitas Brawijaya Malang dan
Universitas Lampung. Demikian pula pelaku kekerasan seksual terhadap
mahasiswi yang adalah seorang dosen di sebuah universitas.
Ranah Negara: Di ranah (yang menjadi tanggung jawab) negara, artinya
aparat negara sebagai pelaku langsung atau melakukan pembiaran pada saat
peristiwa pelanggaran HAM Perempuan terjadi. Ditemukan adanya 8 kasus,
diantaranya 2 kasus pemalsuan akta nikah dilaporkan terjadi di Jawa
Barat, kemudian 6 kasus lainnya dilaporkan terjadi di NTT, seperti kasus
trafficking yang menemui hambatan di kepolisian dan kasus penganiayaan
oleh oknum polisi. Komnas Perempuan juga mencatat pembiaran pada kasus
peristiwa pelanggaran HAM Masa Lalu yang berdampak pada perempuan
korban. Pada kasus pelanggaran HAM Masa Lalu, terdapat kasus kekerasan
seksual, dan stigmatisasi terhadap perempuan yang masih berlangsung
sampai kini. Demikian pula peraturan daerah yang mengkriminalisasi
perempuan seperti penangkapan 2 (dua) orang perempuan oleh petugas
Wilayatul Hisbah di Aceh. Hal lain adalah kasus perempuan dalam tahanan
bahwa telah terjadi penganiayaan terhadap seorang perempuan warga binaan
di Rutan Pondok Bambu, Jakarta Timur yang dilakukan oleh seorang sipir
laki-laki. Temuan kasus lainnya adalah tes keperawanan di institusi
militer, wacana pengesahan kebiri bagi pelaku kekerasan seksual, seorang
LBT dihukum penjara karena penipuan perkawinan di Sulawesi Barat.
Catahu ini juga memberikan sejumlah rekomendasi kepada lembaga-lembaga
negara: Presiden, Kementerian, DPR-RI, Aparat Penegak Hukum, dan lembaga
non negara yang strategis.
Kontak Narasumber:
Yuniyanti Chuzaifah, Wakil Ketua (081311130330)
Indraswari, Subkomisi Pemantauan (081572158806)
Sri Nurherwati, Subkomisi Reformasi Hukum dan Kebijakan (081381448370)
Mariana Amiruddin, Ketua Subkomisi Partisipasi Masyarakat (081210331189)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar