JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
bersumpah
bahwa dirinya tak membahas soal penyertaan modal sementara senilai 600 juta
dollar AS kepada Bank Century pada 9 Oktober 2008, sebagaimana ditudingkan
mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Antasari Azhar.
"Saya katakan di hadapan Allah SWT, sama sekali tidak ada. Tidak ada yang
menyinggung soal Bank Century. Apalagi membahas yang namanya
bailout,"
ujar Presiden dalam konferensi pers di Istana Negara, Rabu (15/8/2012) malam.
Selain
membeberkan
kronologi rapat, Kepala Negara membeberkan transkrip rapat yang digelar di
Kantor Presiden, Jakarta, dan dihadiri anggota jajaran Kabinet Indonesia Bersatu
I, antara lain Menko Polhukam Widodo AS, Menteri Koordinator Perekonomian ad
interim Sri Mulyani, Menteri Sekretaris Negara Hatta Rajasa, Sekretaris Kabinet
Sudi Silalahi, Kepala Polri Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri, Jaksa Agung
Hendarman Supandji, Menteri BUMN Sofyan Djalil, Ketua BPK Anwar Nasution, dan
Ketua BPKP Didi Widayadi.
Berikut ini adalah transkrip pertemuan tersebut.
Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono:Assalamu’alaikum warahmatullaahi
wabarakaatuh.
Saudara Pimpinan BPK, Pimpinan KPK, Pimpinan BPKP, para Menteri, Jaksa Agung,
Kapolri, yang saya hormati.
Pertama-tama, saya mengucapkan terima kasih atas kehadiran di ruangan ini
untuk memenuhi undangan saya.
Kita sama-sama mengikuti dinamika dan perkembangan perekonomian
kita sebagai bagian dari perekonomian dunia. Kita sering mendengar bahwa
in
crucial things,
unity. Dalam menghadapi masa sulit diperlukan
kebersamaan dan persatuan. Salah satu kegagalan dan buruknya keadaan negara kita
10 tahun yang lalu, 1998, karena absennya
not only leadership dalam
berbagai hal, tapi juga sinergi, kebersamaan di antara kita semua waktu itu.
Oleh karena itu, sambil kita sama-sama membangun semangat untuk melihat ke
depan, melihat ke belakang untuk memetik pelajarannya supaya tidak terjadi lagi,
saya sungguh ingin mengajak semua para penyelenggara negara untuk kita
betul-betul sama-sama melangkah ke depan.
Pak Anwar Nasution masih ingat waktu Undang-Undang Dasar kita belum
diamandemen, dulu ada penjelasan. Penjelasan itu saya kira Pak Antasari juga
masih ingat ya, garis besarnya itu maju mundurnya kehidupan negara itu sangat
tergantung pada semangat daripada penyelenggara negara. Bunyinya begitu,
semangat daripada penyelenggara negara. lni masih berlaku sebetulnya, kita
melangkah bersama.
Oleh karena itu, saya senang Bapak berkenan hadir semuanya hari ini. Dalam
kapasitas saya sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara, saya ingin
menjelaskan secara singkat
what’s going on di negara kita ini sebagai,
sekali lagi, aliran dinamika global, dan langkah-langkah ke depan seperti apa
yang mesti kita tempuh, konstruksi penyelesaian masalah seperti apa, karena
dalam situasi seperti ini, bisa jadi nanti ada isu-isu yang berkaitan dengan
sistem, tatanan, dalam utamanya segi-segi pengambilan keputusan dan tindakan
yang mesti dilakukan dengan cepat.
Ketika saya menerima Mahkamah Konstitusi beberapa hari yang lalu, lengkap
dengan hakim Mahkamah Konstitusinya, saya juga sampaikan, bisa jadi nanti ada
yang me-
review, men-
challenge, karena undang-undang tidak
mengatur ada tindakan-tindakan yang kita ambil untuk menyelamatkan negara,
dipermasalahkan. Nah, dalam keadaan seperti itu, tanpa saya mengintervensi
kewenangan dari Mahkamah Konstitusi, patut kita berkomunikasi, misalnya Mahkamah
Konstitusi menanyakan apa latar belakangnya dan pikiran-pikiran ketika sebuah
keputusan diambil.
Dalam konteks itulah, saya ke hadapan para pimpinan lembaga negara yang
hadir, terutama yang tidak di bawah koordinasi saya, Pak Anwar Nasution, Pak
Antasari, kita bisa menyatukan penglihatan dan persepsi. Dengan demikian, upaya
kita untuk memetik pelajaran masa lalu dan sekarang, kita harus lebih melihat ke
depan, itu betul-betul bisa terwujud dengan baik.
Bu Ani terpaksa kita panggil kembali. Beliau yang minta dipanggil. Mestinya
masih ada urusan di Amerika, tapi dalam keadaan begini, tidak tega kalau beliau
meninggalkan saya. Jadi sampai di Dubai langsung balik kanan. Bagus itu. Itu
namanya
crisis action leader, dan kita insya Allah semua ada di situ.
Saya minta kesabaran. Saya akan ceritakan 10-15 menit hal-hal yang pokok dari
pertemuan kami kemarin tanggal 6. Jadi saya undang, di samping jajaran kabinet
utuh, BUMN yang berskala besar, LPND, lantas KADIN,
private sectors
yang besar-besar, ekonom, pengamat, dan juga pimpinan media massa. Jadi
konsep kita itu
Indonesia incorporated.
Dari itu semua, hanya dua yang ingin saya sampaikan, Bapak/lbu.
Yang pertama, mungkin sudah mendengar, saya itu punya keyakinan penuh bahwa
todays situation is much different dengan
the situation in 1998.
Tidak sama. Tidak berarti kita lalai, tidak waspada,
underestimate
tetapi sesungguhnya jauh berbeda.
Oleh karena itu, tidak ada alasan untuk kita panik, kemudian kita tidak bisa
berpikir jernih,
over react, dan akhirnya salah. lni yang ingin saya
sampaikan. Oleh karena itu, waktu itu direktif saya, saya beri judul: "Untuk
memelihara momentum pertumbuhan sekarang ini, sambil menyelamatkan perekonomian
kita dari krisis keuangan global." Coba masuk ke
slide nomor 6.
lni Pak Anwar pasti lebih menguasai sebagai ekonom senior, saya ekonom
yunior, langsung praktik lagi.
Baik, yang pertama, dulu 1997-1998, mengapa kita begitu dalam kejatuhan kita,
ada masalah fundamental kita, ada
market panic, ada
vulnerabilities, legal framework, aturan yang tumpang tindih dan
sebagainya. Tiga-tiganya itu ada. Mengapa krisis di Indonesia sungguh
severe
waktu itu, ada
misgovernance. Karena itulah Bapak-bapak harus
bekerja siang dan malam untuk itu. Ada
corruption yang meluas,
mendalam.
Oleh karena itulah Pak Antasari bekerja siang malam sekarang. Ada krisis
politik sebetulnya saat-saat akhir Pak Harto, terus akhirnya terjadi peristiwa
Mei itu, dan seterusnya.
Lantas jangan diabaikan ada
insecurity of the ethnic Chinese, capital out
flow, mereka hijrah luar biasa dulu, karena peristiwa Mei. Minyak pun jatuh
harganya di bawah 20 dollar AS per barrel. Kemudian terjadi El Nino, kekeringan
panjang, susah. Nah, ditambah lagi
the breakdown in public order dan
terjadinya
communal conflicts di Sampit, di Maluku, Maluku Utara, Poso,
dan sebagainya. Ini potret dulu, pantas kalau krisis kita sungguh buruk.
Secara ekonomi, mengapa juga buruk?
Demand drop luar biasa,
private investment mengalami penurunan yang drastis,
public
investment expenditure mengalami pengurangan yang signifikan.
Output,
bayangkan, dari 7 persen sebelumnya, minus 12-13 persen,
income per
capita dari 1.100 dollar AS drop 400 dollar AS saja. Belum
real income
pada tingkat
grassroots.
Nah, budget defisit kalau sekarang, meskipun tantangannya sangat berat
untuk APBN kita, tapi kita belum bicara di atas 2 persen. Dulu 8,5 persen, itu
pun bukan untuk ekspansi fiskal sebagaimana
remedy, resep yang
dianjurkan Keynes menghadapi krisis. Itu habis untuk
food, untuk
other subsidies for the poor, yang kira-kira berkaitan dengan
social safety net yang memang itu juga
needed.
Nah, ini disampaikan di tahun 1999 waktu itu, bukan sekarang. Dia, para pakar
itu mengatakan, Indonesia itu bagaimana, kira-kira cepat enggak
recover-nya itu. Jawabannya ya tergantung, apakah cepat Anda memulihkan
private demand, apakah cepat Anda memulihkan kepercayaan. Bagaimana
Anda menyelesaikan masalah
broken banking system, dan kemudian
bagaimana Anda mengatasi utang,
debt resolution yang ratusan triliun
jumlahnya waktu itu.
Saudara-saudara, mengapa lima butir ini saya angkat, untuk saya mengajak
Saudara-saudara sebagai penyelenggara negara yang lain untuk ikut menenangkan
keadaan, dan tidak perlu kita lebih panik dibandingkan orang lain yang mestinya
lebih tidak memahami hal-hal yang fundamental seperti ini.
Nah, dari situ, saya langsung saja masuk kepada apa yang saya harapkan bagi
kita semua yang kemarin hadir, untuk diketahui oleh Bapak/lbu sekalian sehingga
nanti ketika ada isu yang berkaitan dengan hal-hal tertentu, dapat memahami
konteksnya, memahami latar belakangnya.
Masuk saja langsung
slide nomor 26. Ini capaian-capaian ekonomi
selama 4 tahun, meskipun masih banyak PR, tapi ada
achievement yang
tidak boleh kita sia-siakan momentumnya, tapi saya
bypass saja.
Baik, jadi yang pertama, Pak Anwar dan teman-teman yang lain, ini yang paling
mendasar. Kita harus tetap optimis, bersatu dan bersinergi untuk memelihara
momentum pertumbuhan, mengelola dan mengatasi dampak krisis keuangan Amerika
Serikat. Situasi sekarang jauh berbeda dengan situasi 1998 dan seterusnya
dan seterusnya. Dan lihat, mari kita jaga kepercayaan masyarakat.
Ini Amerika yang mbahnya
capitalism, mbahnya ekonomi pasar, mbahnya
orang yang bisa mengelola finansial dan seterusnya, mengapa lebih buruk, karena
ternyata
confidence mereka juga drop.
Trust di antara
lembaga-lembaga keuangan mereka juga rendah sekarang ini.
Jadi bukan hanya Indonesia yang sering panik, sering tidak percaya diri.
Negara maju pun yang selama ini mengajari kita, guru kita, juga mengalami
masalah yang luar biasa. Itu direktif saya yang pertama kemarin.
Yang kedua, ini memang PR yang saya berikan, tugas yang saya berikan bahwa
meskipun keadaan sulit, tapi bagaimanapun kita harus berusaha sangat keras,
berusaha maksimal untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi 6 persen. Ini
achievable. Manakala skenarionya lebih buruk daripada yang kita
pikirkan, yang terjadi sekarang ini ya
explainable mengapa tidak sampai
6 persen. Tetapi sekuat tenaga harus kita jaga.
Kita tahu komponen
growth itu dari segi
demand, demand side,
consumption, government expenditure, investment, dan
net export
dan
import. Yang saya minta kemarin kepada seluruh pihak termasuk
private sectors untuk menjaganya bersama-sama.
Nah, yang poin ketiga, mari kita manfaatkan perekonomian domestik. Ini
banyak orang yang tidak tahu bahwa
exposure capital market kita ini
sebagai sumber pembiayaan, tidak sama dengan negara-negara maju yang sangat
mempengaruhi. Kita tidak sebesar mereka. Lantas komponen ekspor kita terhadap
growth itu juga tidak sama dengan negara-negara yang ekonominya
export oriented economy.
Jadi sebetulnya kita punya
capital, punya
resources, punya
budget, punya sumber-sumber ekonomi lokal yang tidak harus ikut ikut
terjatuh dalam suasana seperti ini, dari Wall Street ini. Kita masih ingat sabuk
pengaman perekonomian kita 1998 dulu kan UKM, koperasi, sektor informal, malah
itu yang tenang dulu. Yang berjatuhan yang ekonomi formal,
perusahaan-perusahaan, konglomerat, dan sebagainya. Jadi saya punya keyakinan
ini pun sebetulnya harus kita daya gunakan dengan baik.
Nomor tiga, nah, ini budget. Budget ini memang kita memilih solusi fiskal
bukan berarti solusi moneter tidak penting, tetapi dua-duanya
mixed,
dan yang lebih cepat, yang lebih
direct itu biasanya solusi fiskal
untuk pertumbuhan dan untuk
social safety net.
Exercise yang
dilaksanakan Departemen Keuangan, Bapak-bapak, insya Allah tidak akan terganggu.
Alokasi biaya untuk pembangunan infrastruktur dan stimulasi pertumbuhan lainnya
agar
growth dan
employment creation itu kita jaga.
Dan juga insya Allah tidak akan berkurang alokasi untuk penanggulangan
kemiskinan atau
social safety net karena kita harus berempati pada
mereka. Program-program tiga
cluster yang lainnya akan kita jaga dalam
komponen pengeluaran pemerintah dalam budget kita.
Nah, yang mesti kita perhatikan masalah defisit. Defisit ini, Bu Ani sedang
melaksanakan
exercise, kalau harga minyak sekarang asumsi 95 dollar AS,
berapa. Tapi saya sudah minta tolong di-
exercise kalau harga minyak 80
dollar AS. Sekarang, hari ini, minggu ini, ICP sudah 80 dollar AS. Jadi kalau
2009 bertahan harga seperti ini, berarti mestinya asumsi harga minyak dalam APBN
2009 ya 80 dollar AS. Mestinya begitu.
Nah, defisit ini, kalau itu terjadi, tidak akan lebih dari 2 persen, meskipun
saya harap juga jangan terlalu kecil supaya ada ekspansi. Asalkan begini, dapat
dibiayai, ditutup. Saudara tahu, tidak terlalu mudah sekarang mendapatkan
sumber-sumber pembiayaan dalam situasi keuangan global seperti ini, tetapi
however, my mission kepada Bu Ani dan semua teman-teman menteri bahwa
sasaran kembar dual atau
twin objective growth with equity ini harus
tetap kita pertahankan. Itu yang nomor tiga.
Meski demikian, ini juga BPKP mesti melihat juga nanti tetap dilakukan BPK,
saya mohonkan Pak Anwar juga melihat, saya menyerukan kepada seluruh jajaran
pemerintahan, termasuk daerah, agar efisiensi dilakukan. Pembatasan terhadap
pembelanjaan yang konsumtif yang dapat ditunda, ya tidak realistik kalau masih
tetap dipertahankan dalam keadaan seperti ini. APBD ini kita harus keras Bu Ani,
keras dalam arti mendisiplinkan.
Jangan sampai yang kurang tidur Jakarta, nanti daerah-daerah
business as
usual, masih studi banding ke Hongkong, gubernurnya masih liburan di Macau
misalnya, wah ini kiamat negara kita. Mata saya sudah bengkak, Pak Antasari, ini
akibat kurang tidur, mereka masih jalan-jalan
gitu kan celaka nanti.
Oke, yang keempat, dunia usaha. Ini yang penting. Ini ya biasa, saya ini
karena sering ketemu teman-teman
businessman, ada yang sangat
kooperatif, ada yang sangat
sharing dengan kita perasaannya, tapi ada
juga 1-2 yang dalam keadaan seperti ini, apa yang bisa dilakukan.
Penyakit ini masih ada, terus terang ya, terus terang masih ada. Oleh karena
itu, saya memberikan
moral appeal, ayolah, masa kita ulangi lagi rakyat
kita harus menderita lagi gara-gara kita yang tidak "
entos"
gitu.
Jadi sektor riil ini maksud saya tetap bergerak. Bapak, jangan sampai ada
PHK-PHK yang tidak perlu, bisa saja ekspansi berkurang. Ya memang mesti ada yang
mengoreksi lagi dia. Kalau sektor riil tetap kita jaga
to a certain degree
maka pajak dan penerimaan negara tetap terjaga, dan
unemployment
harapan kita tidak meledak.
Nah, untuk ini tentu ada kewajiban Bank Indonesia dengan jajaran perbankan,
bagaimana urusan kredit, urusan likuiditas ini tetap dipelihara. Kewajiban
pemerintah dan kita sudah, sedang, akan mengolah suatu
policy,
regulation, climate, dan
incentive agar sektor riil ini tetap
bergerak.
Dan kewajiban swasta, nah ini saya juga melihat ini baru tiga hari ada
teman-teman bisnis yang paniknya luar biasa. SMS berapa kali masuk ke tempat
saya ini. Wah, ini kok enggak bagus ini, meskipun yang lain kalem, tenang. Harus
lebih
resilient dan harus tetap mempertahankan kinerjanya, tetap
mencari peluang dan
share the hardship.
Ya tidak
realistic dalam keadaan seperti ini enggak terganggu sama
sekali dia punya pundi-pundi. Mesti ada gangguan,
wong ini sangat bisa
dijelaskan kok, dan makin tua kita, Pak Sofyan Djalil, saya itu makin tajam, 1-2
teman dunia usaha yang cara berpikirnya tidak sama, ada juga itu, oleh karena
itu ya harus kita hentikan. Enggak boleh itu. ltu masalah sektor riil.
Yang kelima. Nah, ini untuk diketahui bahwa dunia
uneven sekarang
ini. Asia
is in a better shape, in a better position dibandingkan
Amerika dan Eropa karena jaringan finansial mereka
interconnected
sehingga berat. Tadi saya baru telepon Perdana Menteri Australia Rudd,
meskipun urusannya lebih banyak bilateral, tapi kita juga membahas ini. Saya
katakan begini, Pak, ini sedikit keluar, ini kan Australia, itu kan sekutunya
Amerika.
Saya bilang dalam keadaan seperti ini Amerika dan negara-negara maju harus
lebih bertanggung jawab, lebih berbuat,
do more karena dia punya
kapasitas. Kalau tidak, bagaimana kami yang negara berkembang ini yang tidak
punya kemampuan seperti mereka. Jadi karena ini semua dipengaruhi oleh mereka,
ya malah si Kevin Rudd, "Wah, setuju sekali, kalau perlu dipanggil saja itu...",
siapa Din, tadi Din? diundang Duta Besar Amerika di sini, sampaikan itu.
Memang betul, ini kan kita kena getahnya. Betul ini, kena getahnya. Nah, oleh
karena itu Asia
somewhat menurut saya
safer. Lebih aman.
Itulah kemarin, menteri-menteri kami, Bapak, seperti Menteri Perdagangan, yang
lain-lain, saya minta untuk cerdas memelihara komunikasi ini dengan Republik
Rakyat Tiongkok, dengan tempat-tempat lain supaya kita bisa terus memelihara
hubungan itu.
Saya juga titip pada orang-orang tertentu yang sedang ada di luar negeri,
informal track. Coba, apa yang bisa dikerjasamakan untuk misalkan dari
Timur Tengah, petro dollar mereka tentu tidak menabrak undang-undang. Dan ini Bu
Ani dalam kapasitas sebagai Menko Perekonomian tolong produk kita harus lebih
kompetitif, ekspor kita. Jangan sudah begini ada hambatan-hambatan birokrasi
kita, hambatan-hambatan yang lainnya bersaing pun kalah, bagaimana mau bersaing
sama dumping dari China, yang lain-lain nanti akan ke mana-mana. Ini kita
dorong.
Yang keenam, Bapak, ya ini sudah sejak zaman Pak Harto ini kampanye produk
dalam negeri. Kalau enggak salah Pak Ginanjar itu pernah menjadi Menteri urusan
begini dulu, pernah kan? Ya seperti ini, yang tidak terlalu sukses itu dulu.
Nah, sekarang poinnya begini Pak, kalau ini kita gebrak betul produk dalam
negeri, akan bagus neraca pembayaran kita karena sekarang tertekan. Yang berat
ini sekarang masalah
balance of payment kita. Jadi kalau ini kita
perbaiki, insya Allah bagus sehingga tidak mengganggu.
Pasar domestik kita ini makin kuat Pak, makin tumbuh. Jadi Bapak, dengan abdi
negara kita naikkan gajinya, dengan bantuan subsidi petani, nelayan, itu dia
punya uang untuk membeli. Ini penyakit Pak, ini nomor tiga ini misi penegak
hukum. Banyak masih ada saya rasakan departemen-departemen/kementerian yang
lebih suka membeli dari luar negeri karena
fee, karena komisi, karena
yang aneh-aneh gitu, padahal bisa dibikin di dalam negeri.
Oleh karena itu
incentive and disincentive system harus kita
kenakan. Dan saya sudah minta ada Perpres saya yang mengatur, melaranglah
ibaratnya, membeli barang-barang yang kita sendiri bisa di sini bagus sehingga
hidup kita punya pasar.
Ini bidang garapnya BPKP, tentu BPK yang lebih luas, lebih atas, KPK,
Kejaksaan, Kepolisian, ini masalah
procurement. Ini yang saya belum
puas sebetulnya selama 4 tahun ini. Masih ada budaya
fee yang tidak
masuk akal. Saya mengerti dalam negosiasi ada
fee-lah gitu, tetapi
ketika
fee itu tidak dalam konsep
fee kan itu masuk
penyimpangan itu.
Terus cegah
dumping barang luar negeri yang tidak tembus ke pasar
Amerika Serikat belok ke pasar
emerging market, ini sudah kita ketahui.
Yang ketujuh, ini adalah sinergi atau kemitraan. Pemerintah, Bank Indonesia
dengan jajaran perbankan, swasta, dunia usaha. Saya
worry kalau ada
mistrust, ada
prejudice di antara pemerintah, BI, dunia usaha,
timbal balik. Harus ada
trust dan bebaskan dari
prejudice.
Saya mengatakan kemarin dalam pertemuan, semua itu penting, swasta penting,
pemerintah penting, Bank Indonesia penting, perbankan penting.
Kalau ada masalah, harapan saya di antara tripartit ini, troika ini,
pemerintah, dunia usaha, dengan masyarakat, ataupun BI di situ ya pecahkan
dengan baiklah. Ini Bapak lihat pada tahun 1998 tidak ada saling kepercayaan,
tidak ada kebersamaan, strateginya SDM, Selamatkan Diri Masing-masing, sikap
mental "Perusahaan boleh bangkrut, tetapi saya enggak boleh bangkrut", kan ada
dulu perusahaannya bangkrut dia hidup tenang di Hongkong, di Shenzhen, di
Guangzhou, dan sebagainya.
Dulu ada BPPN macam-macam sambil mengurusi terlalu banyak rezekinya. Itu
enggak boleh. Jangan terjadi lagilah, ini sudah lewat, sudah enggak boleh
terjadi ke depan.
Yang kedelapan, ini urusan kebanyakan di tempat kami ini Pak, ini ego
sektoral dan, ya ego sektoral-lah. Masing-masing hanya melihat kepentingannya.
Kalau ini yang terjadi ya merusak kepercayaan itu.
Terus yang kesembilan, ini tahun politik, Pak, tahun Pemilu, tetapi saya
berharap kita ini harus non-partisan ya. Kalau sudah begini jangan untuk
kepentingan partailah, jangan untuk kepentingan 2009, tapi untuk kepentingan
selamatnya negara kita
gitu.
Yang kesepuluh, ini masalah komunikasi dengan
public. Statement yang
terukur, yang diperlukan, dan sebagainya. Selesai.
Dari 10 direktif ini Bapak, yang saya ingin sampaikan nanti dalam kesempatan
ini, bisa jadi karena ada tindakan yang harus diambil secara cepat, dan
undang-undangnya mungkin belum tersedia, mekanismenya kan kalau itu mesti
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang. Tapi harus ada alasan apakah
sungguh termasuk kegentingan yang memaksa.
Nah, kalau di tingkat bawah misalkan BUMN ada RUPS, untuk mengambil keputusan
tertentu, tapi kalau harus 30 hari menunggunya misalnya, itu bisa panjang.
Mungkin ada solusi
instead of 30 hari, berapa hari, itu juga mungkin
harus dilaksanakan untuk menyelamatkan. Nah, perkara-perkara inilah yang saya
minta ada komunikasi, ada konsultasi di antara kita, dengan demikian tidak ada
sesuatu yang tidak perlu terjadi.
Saya kira Pak Anwar, Pak Antasari, semua sepakat, saya pernah marah begini
Pak, di Aceh itu, tsunami itu, kan banyak barang-barang berhenti di Pelabuhan
Belawan.
Those items were needed untuk segera di-
deliver,
dibagi-bagi.
Tetapi dengan alasan karena "aturannya belum ada" maka berhenti di situ.
Kalau saya itu bukan orang yang, "wah, ini orang disiplin, yang bagus, yang
karena enggak ada peraturannya ya enggak dikeluarkan". Kalau menurut saya malah
yang begini ini kalau perlu dihukum itu.
Saya malah salut ada bupati, ada gubernur, enggak ada peraturannya, tapi
wong ini mau mati orang ini kok, butuh alat kesehatan, butuh ini,
keluarkan dulu. Nanti saya laporkan ke menteri atau ke Presiden, atau saya beri
tahu nanti penegak hukum kasusnya begini. Asalkan tidak masuk kantong sendiri.
Itu yang saya maksudkan bahwa
in time of crisis, there must be an action,
decision that must be taken quickly, yang barangkali mungkin belum ada
aturannya. Nah, saya dalam hal ini menganjurkan nanti kepada jajaran kami untuk
communicate-lah dengan Bapak sekalian sehingga tidak masuk angin dan
kemudian ke sana-kemari.
Itu menurut saya yang bisa terjadi. Bisa juga tidak Bapak/Ibu. Tapi kalau ada
satu, dua, saya sudah minta jajaran pemerintah, beri tahu ya, penegak hukum, ini
ada masalah ini dan supaya nanti tidak ditangkap wartawan terus ke sana-kemari.
Kadang-kadang maksud kita baik, tapi wartawan kan kreatif itu, wah, padahal
bukan itu, hanya untuk selesai ini, ada yang
responsive sana, terus
menggelinding ke sana-kemari gitu. Ya memang harus kita hadapi dulu, yang
penting di antara kita mengerti ada niat-niat yang baik.
Itu yang ingin saya sampaikan. Saya ingin mendengar langsung sekarang dari
Pak Anwar Nasution, dan kemudian Pak Antasari dulu, kemudian baru nanti Jaksa
Agung, Kapolri, dan Kepala BPKP, bagaimana kita melihat permasalahan ini dengan
memahami apa yang tadi saya sampaikan. Silakan Pak Anwar.
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan
Bapak Presiden dan Bapak-bapak serta Ibu yang saya hormati. Saya mengucapkan
terima kasih pada undangan ini. Sebetulnya saya simpati dan cemburu pada Bapak
itu.
Presiden Republik Indonesia
Kok bisa?
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan
Karena Bapak ini mendapatkan
you got your reward, Pak. Mulai dari
tsunami sekarang
subprime crisis itu, dan
you handled it well,
menunjukkan bahwa
you are a good general, yang tidak banyak orang
dapat tuh. Ini saya kira tantangan yang sangat baik. Jadi terus terang Pak saya
simpati dan cemburu pada Bapak itu.
Yang kedua, saya setuju dengan kebersamaan yang tadi Bapak katakan itu pernah
kita baca di surat kabar pada waktu Bernanke sama si Paulson ketemu sama Pelosi.
Apa yang dilakukan oleh mereka itu minta kebersamaan. Nah si Paulson berlutut
menyembah Pelosi.
Pelosi
joke dia wah saya pikir kau bukan Katolik, memang kau bukan
Katolik kau nyembah, berlutut
kayak Katolik
gitu. Lha yang
kedua si Bernanke bilang, dia katakan kalau kita tidak ambil keputusan, ini
sudah hari Kamis, minggu depan pada hari Senin tidak ada lagi ekonomi kita.
Nah di situ kita lihat. Pelosi ini adalah Demokrat. Nah jadi dengan cepat
mereka mengambil kebersamaan untuk mengatasi persoalan itu. Nah saya sependapat
sekali dengan Bapak itu, dan saya kira
you handled it well, Pak
Presiden. Nah dalam kaitan ini memang saya terus terang berkali-kali saya
katakan kepada Bapak ya memang saya di-
trained dan pengalaman saya
bidang ekonomi.
Dalam kesempatan ini, saya minta izin pada Bapak nanti Pak Boediono, dia
sudah beberapa kali bilang kita ketemu secara pribadi nanti. Pak Boediono dengan
Bu Sri Mulyani barangkali mereka perlukan apa dari saya. Saya akan bantu, nah
ini sudah di luar BPK ini.
Mengenai BPK, itu permintaan Bapak itu saya kira pas sekali. Nah tadi pagi
datang pada saya Luhut Panjaitan, Fachrurozy, sama satu lagi
partnership mereka membicarakan mengenai dia punya persoalan dengan
PLN. Harga batu bara sudah naik, tapi per KWH itu belum bisa dinaikkan.
Saya bilang, ”Luhut Panjaitan, itu bukan urusan BPK itu, itu urusan PLN dan
urusan Pak Menteri ESDM. BPK itu
ndak boleh bijak. BPK itu harus
berpegang pada aturan itu.
Nah, kalau
you mau minta eskalasi harga,
you talk to Pak
Purnomo.
You talk to PLN ya. Nah jelas bahwa BPK akan mengerti itu,
jangan lawan sekali-kali mekanisme pasar, salah kalau suruh lawan itu. Itu hukum
alam itu. Tapi kembali untuk mengubah harga, itu bukan kewenangan kita itu.
Itu kewenangan Pak Purnomo. Pemerintah yang punya kewenangan itu. Nah, jadi
ini yang akan kami pegang Pak. Jadi kembali kalau ada nanti perubahan-perubahan,
BPK bukan pengambil kebijakan. Kami akan tetap berpegang pada aturan main yang
ditetapkan oleh Pemerintah dan DPR.
Nah kalau arah perubahan yang diperlukan
is not our business untuk
melakukan perubahan itu. Jadi saya kira ini yang dapat saya sampaikan Pak. Maaf,
tadi saya juga sudah memperkirakan barangkali apa yang bisa saya sumbangkan pada
krisis sekarang ini. Ini saya susun dalam 1 jam tentunya barangkali ada
manfaatnya, barangkali tidak.
Tadi saya katakan pada Pak Rusdi, beliau katakan bahwa Bapak kerja tiap malam
sampai jam 12. Saya katakan pada beliau itu seharusnya Bapak Presiden yang
menyuruh Ibu Sri Mulyani dan Pak Hatta Rajasa, Sudi Silalahi yang kerja 24 jam
sehari.
Bapak Presiden itu seharusnya main golf dengan Ketua BPK supaya kelihatan
pada masyarakat bahwa
everything is under control. Jadi saya kira itu
ya Pak yang bisa saya sampaikan. Terima kasih, Pak.
Presiden Republik Indonesia
Terima kasih Pak Anwar Nasution. Terima kasih. Tadi malam saya ini merancang
nonton film
Laskar Pelangi, Pak. Bagus. Anak-anak Bangka
Belitung, bagus, cantik sekali, sama anak-anak jalanan 100 orang, wartawan.
Sudah mau berangkat, Andi bilang saya, ini ada 1-2 SMS masuk dari wartawan.
Apakah Presiden tidak membatalkan saja acara ini,
wong ekonomi begini
kok
nonton film.
Saya bilang sama Andi, sama Dino, kalau saya membatalkan dikiranya kiamat
Indonesia, dikiranya saya panik, dan apa kata orang nanti. Ini anak-anak sudah
nunggu di situ. Yang dari Bangka Belitung naik jalan laut, terbang
sampai di situ. Saya ingin mengapresiasi karya seni, kreatif ekonomi dalam
negeri, pendidikan.
Akhirnya saya tetap datang Pak, sampai jam 10. Tapi saya jelaskan konteksnya
dan tadi malam akhirnya teman-teman seni budayawan merasa ada empati kita dan
anak-anak kita juga merasa kita datang
gitu. Jadi saya sudah
menjalankan nasihat Bapak untuk tadi malam.
Jika saya tidak datang tadi malam Pak, yang jadi berita malah itu, batal,
berarti SBY sudah panik dan hari ini malah jatuh semua itu begitu.
Thanks, Pak. Saya baca nanti. Pak Antasari saya persilakan.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi
Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakatuh.
Bapak Presiden yang kami hormati, Ibu-Bapak para menteri, Pak Kapolri dan
Jaksa Agung, serta Ketua BPKP. Ada tiga hal Bapak Presiden yang ingin saya
sampaikan.
Pertama, sebelum itu adalah kami terus terang secara pribadi maupun sebagai
pimpinan KPK memberikan apresiasi sangat tinggi. Ternyata sudah begitu, kami
lihat paparan tadi, ternyata kelihatannya kita sudah begitu siap menghadapi ke
depan. Untuk itu sebagai sumbangan pemikiran kami, Presiden sebagai Kepala
Negara dan kami sebagai bagian dari negara ini. Kita ingin Negara berkembang
dengan baik.
Yang pertama adalah pengalaman kami sebagai penegak hukum melihat hal-hal
yang seperti ini, apakah itu terjadi di negara kita, sebenarnya adalah kesalahan
itu bukan pada tataran kebijakan, kebijakan yang kita keluarkan. Namun sebagian
besar adalah adanya oknum yang memanfaatkan kesempatan atas kebijakan yang kita
keluarkan. Ini konsentrasi kami pada kondisi ini, Bapak Presiden.
Jadi dengan demikian, Bapak Presiden telah memberikan kebijakan benar dengan
seluruh jajaran. Tugas kami adalah mengawasi oknum-oknum untuk tidak
menyalahgunakan seperti itu. Yang lalu itu, yang sebenarnya terjadi. Bukan kita
melakukan penyidikan penuntutan terhadap kebijakan, tetapi oknum yang
menyalahi kebijakan itu.
Yang kedua, Bapak Presiden, lagi-lagi kami memberikan penghargaan apa yang
disampaikan Bapak Presiden tadi bahwa berterima kasih kepada seorang bupati,
apabila melakukan sesuatu kepentingan rakyat. Itulah yang setiap kali kami
memberikan sosialisasi kepada jajaran departemen maupun mahasiswa dan pemerintah
daerah, selalu kami sampaikan ada sesuatu yurisprudensi. Jadi apa yang
disampaikan Bapak Presiden tadi berdasarkan hukumnya, Pak.
Ada yurisprudensi yang mengatakan bahwa hilanglah sifat melawan
hukum jika kepentingan umum terlayani. Pada suatu kesempatan di pemerintah
daerah saya sampaikan apabila seorang wali kota perlu, contoh seperti Bapak
Presiden, perlu ada APBD untuk 10 mobil operasional, 1 miliar, tetapi belum
dilaksanakan.
Tetapi di saat yang bersamaan ada bencana, rakyat tidak pakai baju, banjir
dan lain-lain, saya katakan saya akan memberikan apresiasi kepada wali kota itu,
jika sebagian dana pembelian mobil itu dialihkan untuk membantu masyarakat dulu
setelah itu baru mekanisme kita atur dengan baik. Artinya apa, kepentingan umum
terlayani, sekalipun ada unsur melawan hukum. Tapi kemudian apabila kebijakan
ini disimpangi oleh oknumnya, ini yang kami akan lakukan penindakan.
Yang ketiga, Bapak Presiden, adalah ke depan menyikapi hal ini
pengalaman-pengalaman kita yang lalu adalah betul kita perlu sinergi, Pak.
Sinergi dan tentunya tetap pada tugas kewenangan dan profesi kita masing-masing.
Sinergi itu seperti tadi kami sampaikan dan juga Ketua BPK tadi sampaikan. Suatu
ketika ada rencana kebijakan yang akan diambil, apa salahnya kita bersama bicara
dengan tugas masing-masing, ada rekomendasi pada kebijakan itu, tapi di
perundang-undangannya tugas kami adalah mengawal, antisipasi apakah ada kalangan
yang akan mengganggu, oknum tentang kebijakan itu, sehingga kepentingan kita ke
depan lebih baik, dan kalaupun ada permasalahan sudah dapat kita
eliminir
di awal-awal.
Itu tiga hal Bapak Presiden yang dapat kami sampaikan. Sekali lagi kami
berikan apresiasi dan penghargaan bahwa kami diikutsertakan dalam pertemuan ini,
terima kasih. Paling tidak bahwa kita sama-sama memikirkan bagaimana negara kita
ke depan. Memang kami independen, tapi kami juga adalah bagian dari negara ini.
Jadi terima kasih sekali lagi Bapak Presiden. Terima kasih atas kesempatan ini
untuk memberikan kontribusi pemikiran-pemikiran negara kita yang tercinta ini.
Wassalaamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Presiden Republik Indonesia
Salam. Terima kasih Pak Antasari dan saya berharap Bapak terus bisa
mengomunikasikan hal-hal seperti itu kepada para gubernur, bupati, dan wali
kota.
Saya ini kan harus ikut merasa bersalah Pak, berdosa kalau para gubernur,
bupati, wali kota salah karena tidak tahu kalau itu salah. Tolong
dikomunikasikan mana-mana yang
proper, mana yang tidak. Mana yang boleh
mana yang tidak boleh.
Ya karena bagi saya pemberantasan korupsi itu yang paling penting pencegahan.
Kalau sudah korupsi terjadi mungkin ruwet. Mungkin dulunya juga abu-abu, enggak
jelas ini itu, dan belum tentu kembali aset atau uang itu. Tetapi kalau kita
bisa mencegahnya, itulah yang kita tuju.
Suatu saat barangkali KPK ini dalam pemikiran saya 20 tahun lagi, itu sudah
seperti kalau di luar negeri seperti apa itu satu institusi yang misi besarnya
to ensure bahwa sistem itu
in place, bahwa tidak ada jalan
untuk korupsi. Jadi bukan
law enforcement-nya itu.
Someday ke
situ. Karena saya punya keyakinan yang lebih penting itu mencegah korupsi. Tidak
ada iklim, tidak ada jalan menuju ke situ. Terima kasih Pak Antasari. Jaksa
Agung saya persilakan.
Jaksa Agung
Terima kasih Bapak Presiden. Bapak
Presiden yang saya hormati. Pak Ketua BPK, Bapak Menko Polhukam, para menteri,
Pak Kapolri dan Ketua KPK, Ketua BPKP yang saya hormati.
Memperhatikan apa yang jadi
direction Bapak Presiden, saya melihat
sudah sangat komprehensif Pak, sangat, seluruhnya adalah untuk kepentingan
rakyat. Jadi tidak ada kebijaksanaan dari Bapak Presiden yang sangat
komprehensif itu memperhatikannya tidak ada yang bersifat melawan hukum. Atau di
dalam ketentuan baik yang formal maupun yang material, Pak. Yang formal itu
adalah sesuai dengan ketentuan undang-undang semuanya karena landasannya adalah
Undang-Undang Dasar, tidak ada yang bertentangan, Pak.
Kemudian juga tidak ada yang menyalahgunakan wewenang sarana dan prasarana
yang ada di dalam jabatan itu, sebagaimana yang disampaikan tadi oleh Ketua KPK.
Kemudian apabila di dalam kebijaksanaan itu menimbulkan kerugian negara
atau juga menimbulkan gangguan terhadap perekonomian negara, maka kebijaksanaan
itu pun juga tidak bisa dipertanggungjawabkan secara pidana karena kebijaksanaan
itu sendiri adalah semua sudah berlandaskan kepada ketentuan-ketentuan yang ada
tadi sebagaimana yang disampaikan oleh Ketua KPK.
Yang perlu dicegah
adalah penyalahgunaan kebijaksanaan itu. Itu yang harus dicegah sebagaimana tadi
Bapak sampaikan ada yang sambil
ngurusi cari rezeki itu, Pak.
Ini yang menjadi masalah bagi kita itu, Pak, karena kadang-kadang orang
Indonesia itu pintar mencari peluang-peluang itu. Ada spekulan-spekulan yang
memanfaatkan situasi yang ada, itu kemudian ada cara-cara menggoreng saham yang
menimbulkan kerugian di dalam perekonomian negara. Kalau Undang-Undang Korupsi
itu bukan hanya kerugian negara yang timbul yang bisa dihitung oleh BPK maupun
BPKP, melainkan juga perekonomian negara ini.
Nah dalam praktik peradilan itu kalau keuangan negara dihitung oleh BPK
maupun BPKP, kalau perekonomian negara sampai hari ini itu, pengadilan itu belum
memutuskan apabila terjadi suatu kegoncangan perekonomian negara. Apa yang
dimaksud dengan perekonomian negara.
Dulu ada Pak, undang-undang subversi itu, yang mengganggu perekonomian negara
dan distribusi, tetapi itu sudah dihilangkan. Dan di dalam Undang-Undang Korupsi
ini Pasal 2 dan Pasal 3 itu menyebutkan perekonomian negara, tetapi dalam
praktik peradilannya tidak pernah terjadi mengenai pembuktian perekonomian
negara itu.
Nah, kalau kita melihat memang di dalam Undang-Undang Korupsi Pasal 2 dan
Pasal 3 itu seperti undang-undang karet, Pak, bisa ditarik-ulur ke mana-mana.
Jadi sejauh bisa menimbulkan kerugian negara dan perekonomian negara, dan itu
merupakan suatu perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan sarana dan
prasarana, itu sudah masuk di dalam tindak pidana korupsi.
Jadi apa yang tadi Bapak sampaikan semua kebijaksanaan Bapak tadi adalah
semuanya untuk kesejahteraan masyarakat. Sebagaimana saya membaca di surat
kabar, untuk pembelian
buy back saham itu semua adalah kebijaksanaan
yang menguntungkan masyarakat, membawa kesejahteraan masyarakat. Seandainya
terjadi kerugian, itu tidak bisa dijadikan suatu perbuatan pidana di dalam
Undang-Undang Nomor 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 31/1999.
Pada prinsipnya Pak, karena saya dengan Pak Antasari itu kan pekarangannya
sama Pak, jadi pendapat anunya itu hampir bersamaan. Terima kasih, Bapak
Presiden.
Presiden Republik Indonesia
Terima kasih, Bapak. Sebelum Kapolri, begini, ada ilustrasi lagi, Pak ini.
Ada seorang sakit, tahun 1965, tahun 1970-lah
gitu, sudah sampai di
sini, terus diperiksa oleh dokter harus diamputasi, supaya selamat. Setelah itu
diamputasi. Nah, tahun 1995, 30 tahun kemudian, dengan pengacaranya, bukan
maunya dia, diadukan karena kenapa harus dipotong, ternyata tidak harus dipotong
karena menurut teori itu begini, begini, begitu.
Nah teori itu kebetulan berkembang di tahun 1995, maka yang tidak logis
apakah iya tahun 1965 dipersalahkan karena memotong tangan yang menurut aturan
waktu itu iya itu yang terbaik untuk keselamatan. Lha kalau sekarang berkembang
kedokteran, kan itu sekarang tidak bisa begitu. Agak ekstrem analogi ini. Tetapi
maksud saya, ketika harus melihat sesuatu dalam masa yang tidak mudah itu,
jangan dilihat ketika tenang-tenang saja, enggak ada apa-apa, seperti itu saya
kira.
Menurut saya, ini bagian dari
wisdom dalam arti yang positif, bukan
supaya kita ini, tidak. Begini Pak, saya ini sebagai Bapak, sekarang SMS masuk
tiap hari banyak, Pak. Bapak belum tahu tiap hari itu saya menerima 500 SMS per
day, rata-rata bisa 700, bisa 300 sekian.
Pernah saya baca satu per satu 459. Itu ada yang urusan korupsi harus
habis-habisan, tapi ada kalau nanti enggak ada aturan, takut semua Pak, jadi
lautan ketakutan nanti. Wah ini itu-ini itu, segala macam. Sebagai Bapak, kan
saya harus memahami apa ini maksudnya.
Tapi poinnya adalah harus rasional tetap adil, kemudian
common sense
dan sebagainya. Sebab kalau tidak, nanti itu tadi, kita malah terus tidak
menghadirkan ketenteraman. Mendengar semua tadi, saya lebih senang, ternyata
cara pandang kita sama. Dan seelok-eloknya pencegahan memang, kalau korupsi itu.
Mungkin bisa saja ada orang baik-baik tiba-tiba keseleo, sudah 30 tahun
baik-baik kok keseleo. Tapi kalau pencegahan itu berhasil, tidak akan banyak
orang
kejeglong seperti itu. Baik, selanjutnya Kapolri,
silakan.