Dewan
Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) menetapkan Program Legislasi
Nasional Rancangan Undang-Undang Prioritas Tahun 2015 (Prolegnas RUU Prioritas
Tahun 2015) melalui keputusan Sidang Paripurna DPD di Gedung Nusantara V
Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (5/12/2014). Ketua DPD Irman Gusman
(senator asal Sumatera Barat) dan Wakil Ketua DPD Farouk Muhammad (senator asal
Nusa Tenggara Barat) yang memimpin acara tersebut.
Dalam laporan
pelaksanaan tugas Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD, ketuanya, Gede
Pasek Suardika (senator asal Bali), menegaskan landasan hukum
penetapan Prolegnas RUU Prioritas Tahun
1015, yakni Pasal 22D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 (UUD 1945), Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 92/PUU-X/2012,
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU
MPR, DPR, DPD, dan DPRD atau UU MD3), serta Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3).
Dia
menegaskan, bahwa Prolegnas merupakan instrumen perencanaan program pembentukan
undang-undang (UU) yang merupakan bagian hak dan/atau wewenang
DPD dalam mengajukan RUU. Sebagai koordinator legislasi di DPD,
PPUU DPD menyusun program dan prioritas usul RUU; membahas usul RUU berdasarkan
program dan prioritas yang ditetapkan; melakukan pembahasan, harmonisasi,
pembulatan, dan pemantapan konsepsi usul RUU yang disiapkan oleh DPD; serta
melakukan pembahasan, pengubahan, dan/atau penyempurnaan RUU yang ditugaskan
oleh Panitia Musyawarah (Panmus) dan/atau sidang paripurna DPD.
Hasil inventarisasi Prolegnas Tahun
2015-2019, dia melanjutkan, PPUU DPD menghimpun 62 RUU, baik usulan komite-komite
maupun anggota/pimpinan. “PPUU DPD menyepakati 12 RUU prioritas tahun 2015. Penyusunan RUU prioritas itu dalam sidang gabungan PPUU DPD bersama komite-komite (Komite I DPD, Komite II DPD,
Komite III DPD, dan Komite
IV DPD),” Gede
menjelaskan. Selain 12 RUU prioritas tahun 2015, PPUU DPD juga
menyepakati 11 RUU candangan prioritas tahun 2015. Terhadap 39 RUU sisanya, PPUU
DPD harus menverifikasi urgensi, substansi, dan potensi tumpang-tindihnya
dengan RUU lain.
Keputusan
DPD tentang Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2015 menetapkan masing-masing alat kelengkapan DPD berbentuk komite, pantia, atau panitia khusus (pansus) menyiapkan dua draft
RUU beserta naskah akademiknya, yaitu Komite I DPD menyiapkan dua RUU (RUU
Pertanahan, dan RUU Pengelolaan Daerah Perbatasan Negara), Komite II DPD
menyiapkan dua RUU (RUU Jasa Lingkungan, dan RUU Pemberdayaan dan Perlindungan
Nelayan), Komite III DPD menyiapkan dua RUU (RUU Ekonomi Kreatif, dan RUU
Perlindungan Bahasa dan Kesenian Daerah), serta Komite IV DPD menyiapkan dua
RUU (RUU Perubahan atas Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah, dan RUU Perkoperasian).
PPUU
DPD menyiapkan dua RUU, yaitu RUU Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3), dan RUU Wawasan
Nusantara. Sementara, alat kelengkapan DPD berbentuk pansus menyiapkan dua RUU,
yaitu RUU Perubahan atas Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Pusat dan Daerah, dan RUU Perubahan atas Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MPR, DPR, DPD, dan
DPRD atau UU MD3).
“Alternatif RUU Perubahan UU MD3, kita menyusun RUU DPD tersendiri, karena UUD 1945
menyatakan susunan dan kedudukan DPD diatur dengan undangundang. Sedangkan
DPRD diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.”
Dalam
kesempatan itu, Gede mengingatkan perintah atau suruhan (amar) putusan MK ihwal
konstitusionalitas hak dan/atau wewenang legislasi DPD bahwa MK memutuskan DPD berhak dan/atau berwewenang untuk mengusulkan
RUU bidang tertentu dan membahas RUU bidang tertentu sejak awal hingga akhir
tahapan, kendati DPD tidak terlibat persetujuan atau pengesahan RUU menjadi
undang-undang (UU). Perintah atau suruhan (amar) putusan MK juga
memutuskan DPR, DPD, dan Pemerintah menyusun Prolegnas karena keikutsertaan dan keterlibatan DPD merupakan konsekuensi norma Pasal 22D ayat (1) UUD 1945.
Berikutnya, penyusunan Prolegnas antara DPR, DPD, dan
Pemerintah dikoordinasikan DPR melalui alat kelengkapannya yang menangani
bidang legislasi, yaitu Badan Legislasi (Baleg) DPR. Hasil penyusunan Prolegnas
antara DPR, DPD, dan Pemerintah disepakati menjadi Prolegnas dan ditetapkan
dalam rapat paripurna DPR. Dia mengingatkan
seluruh alat kelengkapan DPD agar intensif membahas RUU dalam list Prolegnas Prioritas Tahun 2015,
serta RUU yang statusnya disiapkan oleh DPR dan Pemerintah.
Tanggal 16 Desember 2014 yang
lalu, Rapat Paripurna DPR hanya
mengakomodir satu RUU usulan DPD, yaitu RUU Kelautan. Padahal, keinginan DPD adalah
memasukkan total 12 RUU usulannya. Berdasarkan list Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2014 yang disahkan oleh rapat paripurna
itu, Komite II DPD menyiapkan draft RUU Kelautan beserta naskah akademiknya.
Dalam
rapat kerja (raker) PPUU DPD di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa
(4/11/2014), yang mengagendakan pembahasan Prolegnas Tahun 2015-2019, Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly menegaskan,
bahwa Pemerintah akan menyusun Prolegnas sebagai instrumen perencanaan
pembentukan perundang-undangan nasional dalam a triparty system in the law making process antara tiga pihak (DPR,
DPD, dan Pemerintah) yang setara.
Pada kesempatan itu, Gede menekankan fokus
PPUU DPD dalam penyusunan Prolegnas, yaitu pembentukan hukum di tingkat pusat
harus sesuai dengan pelaksanaan pembangunan hukum di daerah agar hubungan
pusat-daerah terjalin simetris, pelaksanaan undang-undang sektoral harus seiring
sejalan dengan pembangunan hukum di daerah; dan pembangunan hukum pusat-daerah
harus mencerminkan pola hubungan pusat-daerah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar