Jakarta, 14 September 2015—Rencana Kementerian Perdagangan (Kemendag) merelaksasi Peraturan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri (Dirjen Dagri) No. 04/PDN/PER/4/2015 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengendalian Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol Golongan A, menimbulkan pro-kontra di kalangan masyarakat. Pasalnya, aturan baru ini nantinya akan memberikan keleluasaan kepada kepala daerah untuk menentukan lokasi mana saja yang diperbolehkan menjual miras jenis bir di daerahnya masing-masing sehingga dikhawatirkan akan membuat penjualan miras kembali marak.
Wakil
Ketua Komite III DPD yang juga Ketua Umum Gerakan Nasional Anti Miras
(GeNAM) Fahira Idris mengatakan, berniat akan menemui Menteri
Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong untuk menanyakan secara
langsung terkait rencana melonggarkan penjualan bir dan sejenisnya di
seluruh Indonesia.
“Rencananya
pekan depan kita akan temui Pak Mendag, menanyakan soal relaksasi
aturan ini. Prinsipnya kita mau memastikan, apapun kebijakan Mendag
terkait penjualan miras jangan sampai menimbulkan keresahan di
masyarakat. Relaksasi aturan penjualan miras harus mendukung Permendag
06/2015, di mana minimarket dan toko pengecer diharamkan menjual miras
jenis apapun di seluruh Indonesia,” tukas Fahira, di Jakarta (14/9).
Fahira
mengungkapkan, dirinya dihujani ratusan email dan SMS dari masyarakat
yang khawatir atas rencana pelonggaran aturan penjualan miras ini.
Kekhawatiran terbesar mereka adalah miras akan kembali mudah ditemukan
di permukiman dan lingkungan tempat mereka tinggal akibat kebijakan ini.
Menurut
Fahira, Permendag No. 06/M-DAG/PER/1/2015 tentang Perubahan Kedua atas
Peraturan Menteri Perdagangan No.20/M-DAG/PER/4/2014 tentang
Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan
Minuman Beralkohol sebenarnya sudah cukup longgar. Sebab, masih
memperbolehkan supermarket/minimarket termasuk kafe-kafe maupun hotel
menjual miras dengan syarat mempunyai Surat Keterangan Penjual Minuman
Golongan A (SKP-A)/Surat Keterangan Penjual Langsung Minuman Golongan A
(SKPL-A) dan mematuhi berbagai ketentuan dalam Permendag. Kelonggaran
ini ditambah lagi dengan aturan Dirjen Dagri No. 04/2015 tentang penjualan minuman beralkohol golongan A, yang membolehkan penjualan bir di kawasan wisata.
“Mau
diperlonggar seperti apa lagi? Yang harus diingat itu, ada 10 tempat
yang diharamkan menjual miras sesuai Permendag yaitu berdekatan dengan
perumahan, tempat ibadah, sekolah, rumah sakit, terminal, stasiun,
gelanggang remaja/olah raga, kaki lima, kios-kios, penginapan
remaja/bumi perkemahan. Makanya, kami mau kawal dan pastikan jangan
sampai rencana relaksasi ini membuka celah penjualan miras di 10 lokasi
ini,” tegas Fahira.
Jikapun
nanti aturan relaksasi ini memang memberi kewenangan kepada kepala
daerah untuk menentukan lokasi mana saja yang diperbolehkan menjual bir
dan sejenisnya, lanjut Fahira, Kemendag harus memastikan tidak ada
lokasi penjualan miras di 10 tempat yang dilarang; Penjual melakukan
pemeriksaan terhadap kartu identitas terhadap setiap pembeli untuk
memenuhi persyaratan batas usia pembeli di atas 21 tahun; Tidak
melayani pembelian produk miras kepada orang yang terlihat telah
mengonsumsi miras secara berlebihan atau terlihat sudah mabuk; Tidak
melakukan promosi penjualan miras yang dapat mendorong konsumsi miras
secara berlebihan; dan tidak merangkap selaku pengecer dan penjual
langsung pada saat yang bersamaan.
Selain
itu, bagi daerah yang sudah mempunyai Perda Miras atau Perda Anti
Miras, yang memang sudah melarang penjualan miras, aturan pelonggaran
penjualan miras ini tidak berlaku. Relaksasi aturan penjualan miras ini
juga, tambah Fahira, tidak boleh bertentangan dengan aturan yang lebih
tinggi yaitu Permendag.
“Kalau
bertentangan, kemungkinan kami akan gugat. Saya juga mau ingatkan
komitmen Pak Jokowi saat menutup Kongres Umat Islam Indonesia, Februari
2015 lalu yang menyatakan bahwa tidak masalah negara kehilangan
trilyunan rupiah karena pelarangan penjualan miras di minimarket dan
toko pengecer yang ada di sekitar permukiman. Karena jika dibiarkan
(miras dijual bebas) kerugian yang akan ditanggung negara ini lebih
besar. Makanya aneh, kalau rencana relaksasi ini merupakan salah satu
yang masuk dalam Peket Kebijakan Ekonomi yang dikeluarkan pemerintah
pada 9 September lalu,” tutup Fahira.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar