Dalam pengantarnya, Ketua Komite I DPD Alirman
Sori menjelaskan bahwa pihaknya menganggap RUU Daerah Perbatasan memiliki
urgensi dan relevansi karena keterbelakangan, ketertinggalan, serta
keterisoliran daerah perbatasan di wilayah Indonesia. “Selalu dan setiap saat
daerah perbatasan meneriakkan keterbelakangan, ketertinggalan, dan
keterisoliran mereka. Jika nanti undang-undang ini lahir, benar-benar bisa
memenuhi kebutuhan daerah perbatasan,” ujarnya di Ruangan GBHN Kompleks Parlemen,
Senayan, Jakarta, Rabu (12/6).
Wilayah Indonesia berbatasan dengan banyak
negara, baik perbatasan darat (kontinen) maupun laut (maritim). Batas darat
wilayah Indonesia dengan Malaysia, Papua Nugini, dan Timor Leste berlokasi di
tiga pulau, empat provinsi, dan 15 kabupaten/kota. Sedangkan batas laut wilayah
Indonesia dengan India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina,
Palau, Australia, Timor Leste, dan Papua Nugini berlokasi di 92 pulau terluar,
termasuk pulau-pulau kecil.
Ketua Tim Kerja RUU Daerah Perbatasan Jacob
Jack Ospara menjelaskan latar belakang pihaknya menjadikan RUU ini sebagai usul
inisiatif mengingat daerah perbatasan memiliki karakteristik berbeda-beda,
karena kondisi sosial, ekonomi, politik, dan budaya negara tetangga juga beraneka
ragam. Masalahnya antara lain keminiman infrastruktur jalan, jembatan, listrik,
dan air minum; lalu lintas barang dan orang tanpa hambatan; serta ketimpangan
pertumbuhan ekonomi dan investasi.
“Keadaan yang satu dengan yang lain sangat
berbeda, dan kegiatan di sana seolah-olah tidak resmi, sehingga daerah
perbatasan menjadi daerah yang rawan.” Menurutnya, “Daerah perbatasan
mengandung potensi positif. Ternyata malah terjadi sebaliknya. Pengaruh asing masuk
lewat ideologi, sosial, budaya, ekonomi, dan kejahatan lintas negara. Warga
kita di daerah perbatasan dengan Malaysia, misalnya, tidak hafal lagu Indonesia
Raya, tapi mereka bisa lagu Negaraku. Anak-anak sekolah di sana memakai kurikulum
Malaysia, bukan Indonesia.”
“Oleh karena itu, kita membutuhkan sebuah
undang-undang yang khusus mengatur pengelolaan daerah perbatasan. Kita
mengetahui sejumlah undang-undang mengatur daerah perbatasan, tapi
pengelolaannya tidak. Sifatnya sektoral dan tumpang tindih. Bukannya dipacu
untuk maju, daerah perbatasan malah menjadi ajang rebutan kepentingan
masing-masing kementerian/lembaga.”
Jacob melanjutkan, substansi materi RUU Daerah
Perbatasan versi Komite I DPD mengakomodir pendekatan kesejahteraan, sementara
pendekatan keamanan dan pendekatan lingkungan mengikutinya; mengamanatkan implementasi
kebijakan sebagai amanat beberapa undang-undang seperti Undang-Undang Nomor 43
Tahun 2008 tentang Wilayah Negara; serta mengatur kelembagaan yang menangani
pengelolaan daerah perbatasan.
Hari Rabu (12/6), Komite I DPD meminta
pendapat dan tanggapan perwakilan pemerintah provinsi yang memiliki daerah
perbatasan, yaitu Wakil Gubernur Sulawesi Utara Djouhari Kansil, Wakil Gubernur
Papua Klemen Tinal, Asisten I bidang Pemerintahan Pemerintah Provinsi Sumatera
Utara Hasiholan Silaen, Asisten I bidang Pemerintahan Pemerintah Provinsi
Maluku Angky Renjaan, dan Asisten I bidang Pemerintahan Provinsi Maluku Utara
Mochtar Daeng Barang.
Sehari sebelumnya, hari Selasa (11/6), Komite
I DPD meminta pendapat dan tanggapan perwakilan beberapa kementerian/lembaga
serta TNI, Polri, dan Badan Intelijen Negara (BIN), yaitu Sekretaris Utama
Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) Triyono Budi Sasangko, Direktur
Perjanjian Politik Keamanan dan Kewilayahan Kementerian Luar Negeri (Kemlu)
Octavino Alimudin; Deputi Bidang Regional dan Otonomi Daerah Kementerian
Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(Bappenas) Max Hasudungan Pohan; Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir, dan
Pulau-pulau Kecil (KP3K) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Sudirman
Saad; Staf Ahli Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal Bidang Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi (Iptek) Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) Bambang
Sarwono, Staf Ahli Menteri Pekerjaan Umum Bidang Hubungan Antar-Lembaga
Kementerian Pekerjaan Umum (PU) Sri Apriatini Soekardi, serta Direktur Bina
Rencana Pemanfaatan dan Usaha Kawasan (BRPUK) Kementerian Kehutanan (Kemhut) Mintarjo.
Kemudian, Komite I DPD meminta pendapat dan
tanggapan Koorsahli (Koordinator Staf Ahli) Panglima TNI Brigjen TNI Mochamad
Fuad Basya mewakili Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono, Kepala Staf TNI Angkatan
Darat (KSAD) Jenderal TNI Moeldoko, Wakil Kepala Staf TNI Angkatan Laut (Wakil
KSAL) Laksamana Madya TNI Hari Bowo mewakili Kepala Staf TNI AL (KSAL)
Laksamana TNI Marsetio, Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Ida Bagus
Putu Dunia, Direktur BIN Drajat Tirtajasa, Kepala Divisi Hukum (Kadivkum) Polri
Irjen (Pol) Drs Anton Setiadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar