Latar Belakang
Media memainkan
peranan penting dalam memberitakan calon legislatif perempuan dalam pesta
demokrasi 2014. Di sini, pemberitaan media akan menjadi bingkai yang bisa
mempertegas keterlibatan perempuan, mendorong partisipasi perempuan, bahkan
juga bisa menjadi sarana komunikasi politik para caleg perempuan. Namun tak
menutup kemungkinan terjadi sebaliknya, bingkai media dapat memburamkan atau
mengalihkan fokus dari substansi program caleg perempuan itu sendiri. Kerap
terjadi pula bias pemberitaan yang lebih mengangkat penampilan fisik caleg
perempuan ketimbang apa yang ia suarakan.
Peran media
dalam menyoroti caleg perempuan akan vital di pemilu kali ini. Seperti
diketahui, batasan minimum 30% keterwakilan perempuan dalam partai politik
seketika mendongkrak jumlah calon legislatif perempuan pada Pemilu 2014.
Menurut catatan KPU, kali ini jumlah caleg perempuan mencapai rekor terbanyak
dibandingkan pemilu-pemilu sebelumnya. Tercatat 2.467 caleg perempuan
atau 37% dari total 6.707 caleg yang memperebutkan kursi DPR tahun ini. Angka
tersebut naik 7% jika dibandingkan dengan Pemilu 2009.
Kita berharap
kenaikan jumlah caleg perempuan dapat mendongkrak keterlibatan perempuan dalam
pesta demokrasi itu sendiri, baik sebagai caleg maupun sebagai pemilih.
Namun harapan paling utamanya tetap adalah penguatan representasi
perempuan di parlemen nantinya. Dus, suara untuk memperjuangkan regulasi yang
menyuarakan kepentingan perempuan, anak-anak, dan kesetaraan gender akan bisa
lebih lantang.
Sementara saat
ini, Pemilu 2009 silam menghasilkan 18% anggota DPR perempuan dari total 560
anggota. Namun menurut riset Perludem berjudul Peta Politik Perempuan
dalam Pemilu 2014, sebanyak 25% dari jumlah tersebut merupakan figur populer,
dan 41% tak lain adalah pewaris atau anggota dinasti politik. Peta ini sebenarnya
bisa berbunyi lain jika pada periode sekarang DPR berhasil mengegolkan
legislasi yang berpihak pada kesetaraan gender.
Kenyataannya,
sejumlah regulasi penting masih belum berhasil diperjuangkan, seperti rencana
UU Kesetaraan dan Keadilan Gender, amandemen UU Perkawinan, dan revisi UU
Perlindungan dan Penempatan TKI di luar negeri. Di luar itu, makin banyak
peraturan daerah kontroversial yang mendiskriminasikan perempuan dan kelompok
minoritas.
Agar
representasi perempuan menjadi lebih baik dalam parlemen yang akan datang, tak
hanya kuantitas tapi juga kualitas para caleg perempuan yang harus
diperhatikan. Masalah kuota 30% keterwakilan perempuan di partai acap menjadi
topik hangat di media. Satu bingkai yang kerap muncul adalah soal partai yang
asal mencomot caleg perempuan hanya demi memenuhi kuota, tanpa menimbang
kualitasnya. Kaderisasi dan pendidikan politik bagi caleg perempuan juga
disebut minim.
Kurangnya
kualitas caleg perempuan lebih sering menjadi sorotan pemberitaan. Menteri Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak, Linda Gumelar pernah menyampaikan protesnya
soal ini, "Tak semua caleg perempuan miskin potensi. Ada juga caleg
laki-laki yang tidak potensial. Tapi kenapa perempuan yang selalu
diangkat?" Di bingkai yang lain, media juga sering mengupas
penampilan fisik caleg, popularitasnya, hingga kehidupan pribadi terutama untuk
para caleg perempuan selebritis sebagai latarnya.
Apa yang
sebenarnya terjadi di lapangan? Apa saja bingkai media dalam memberitakan caleg
perempuan? Kenapa media memberitakannya seperti itu? Konteks seperti apa yang
perlu dipahami dalam memberitakan masalah minimnya representasi perempuan di
parlemen dan pemilu? Bagaimana cara menghindari bias gender pemberitaan ketika
meliput soal caleg perempuan? Pertanyaan-pertanyaan ini akan menjadi
diskusi terbuka bersama para pembicara dalam diskusi "Menyoal Perspektif Perempuan dan
Media dalam Pemilu 2014?"
yang diadakan Divisi Perempuan AJI Jakarta menyambut Pemilu 2014.
Narasumber
1. Fransisca Ria Susanti (Redaktur Eksekutif Sinar Harapan). Topik bahasan: Perempuan menjadi caleg, bias media versus kualitas caleg
2. Lia Wulandari (Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi - Perludem). Topik bahasan: Bagaimana caleg perempuan memposisikan diri dalam media dan memanfaatkan media sebagai sarana komunikasi politik
1. Fransisca Ria Susanti (Redaktur Eksekutif Sinar Harapan). Topik bahasan: Perempuan menjadi caleg, bias media versus kualitas caleg
2. Lia Wulandari (Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi - Perludem). Topik bahasan: Bagaimana caleg perempuan memposisikan diri dalam media dan memanfaatkan media sebagai sarana komunikasi politik
3. Mike Verawati
(Koalisi Perempuan Indonesia, Koordinator Pokja Reformasi Kebijakan). Topik
bahasan: Upaya dan hambatan peningkatan kualitas caleg perempuan
Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Hari :
Jumat
Tanggal :
28 Maret 2014
Waktu :
Pukul 14.30 WIB – Selesai
Tempat :
Ruang Rapat Gedung Dewan Pers Lt.7, Jl.
Kebon Sirih No. 32-34 Jakarta Pusat
Tema :
Diskusi Bersama "Media Membingkai Caleg Perempuan"
Kontak
Kustiah
Koordinator
Divisi Perempuan AJI Jakarta
Hp: 08170565654
Annisa
Sekretariat
AJI Jakarta
021-7984105
-------------------------------------------
AJI Jakarta
Jl. Kalibata Timur IVG No.10
Kalibata, Jakarta Selatan 12740
Telp./Faks. (021) 798 4105
Email: ajijak@cbn.net.id
t: @AJI_JAKARTA
http://www.ajijakarta.org
-------------------------------------------
__._,_.___
Reply via web post | Reply to sender | Reply to group | Start a New Topic | Messages in this topic (1) |
http://groups.yahoo.com/group/MEDIACARE/
Group @ FB:
http://www.facebook.com/groups/MEDIACARE/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar