Jakarta, 3 April 2012
KETUA DPD RI: DPD RI MENJADI SENAT
DPD RI mulai
hari ini menamakan diri sebagai senat sebagai sebutan
populer. Penamaan ini dilakukan untuk menghentikan kerancuan pemahaman sistem
parlemen di Indonesia. Hal ini dikatakan Ketua DPD RI, Irman Gusman dalam diskusi
bertajuk “Peran, Fungsi dan Aktualisasi Senat dalam sistem parlemen di berbagai
negara” di gedung Nusantara V Komplek Parlemen Senayan, Jakarta.
Irman mengatakan hingga kini masih banyak masyarakat yang
beranggapan bahwa DPD merupakan nama pimpinan organisasi dari partai politik
tertentu di daerah. “Nama DPD lebih sering disebut dengan Dewan Pimpinan Daerah
parpol tertentu dan yang berpandangan seperti itu
jumlahnya tidak sedikit”, ujar Irman. Struktur dan fungsi DPD RI masih belum
dipahami oleh masyarakat luas. Untuk itu lebih baik DPD RI berganti nama
menjadi senat guna menghindari ambigu dengan organisasi lainnya. Selain itu
terjemahan DPD dalam bahasa Inggris yakni The House of Regional Representativesjuga mengandung arti yang rancu dengan DPRD atau organisasi
fungsionaris daerah.
Dalam
kesempatan yang sama, pakar hukum Todung Mulya Lubis mengatakan saat ini
kenyataannya Indonesia mengalami ambivalensi sebagai negara“in between”. Indonesia
adalah negara kesatuan namun kental dengan ciri negara federal. Sistem parlemen
yang dianut adalah sistem bikameral namun ciri unikameral yang lebih mengemuka.
Tak hanya itu, Indonesia menerapkan desentralisasi, meski kenyataannya seluruh
keputusan yang berkaitan dengan daerah acapkali diputuskan oleh pemerintah
pusat.
Senada
dengan Todung, Guru Besar UNAND Saldi Isra mengatakan senat di negara-negara
lain berjuang sendiri untuk memperkuat kewenangannya. Tahun ini merupakan
periode yang penting untuk DPD RI dapat menentukan nasibnya ke depan, melalui
perubahan konstitusi. Menurutnya, merubah konstitusi memang tidak mudah, namun
konvensi ketatanegaraan untuk memperkuat DPD bisa terjadi. “Kalau anggota DPD
RI sekarang gagal, maka akan berat untuk yang terpilih di periode mendatang.
Untuk itu sangat diperlukan kedewasaan dari DPD dan DPR”, ujarnya.
Diskusi
ini menghadirkan perwakilan dari negara-negara yang menganut sistem perlemen
bikameral, yakni konselor politik kedubes Jepang, Hidetoshi Ogawa, Professor
Politic and Public Policy Australian National University, Prof. Ian Marsh,
WakilDubes Jerman, Heidrun Tempel dan Wakil Dubes Malaysia, Syed Hasrin Tengku
Husein.
Pengamat
lainnya yang turut serta menjadi pembahas dalam diskusi tersebut adalah pakar hukum
tatanegara Universitas Pancasila, Isnaeni Ramdhan, Pengamat Politik LIPI Siti
Zuhro, pakar hukum Universitas Khairun Margarito Kamis, pengamat hukum Irman
Putera Sidin dan pakar politik dari
Australia, Kevin Evans.
Diskusi
dihadiri oleh seluruh anggota DPD RI, DPR RI, Staf Ahli dan Asisten Bidang
Pemerintahan dan Otonomi DaerahProvinsi se-Jabodetabek, diantaranya Asisten
Bidang Pemerintahan dan Otonomi Daerah ProvinsiDKI Jakarta, Silviana Murni.
Siaran
Pers ini dikeluarkan oleh :
Sekretaris Jenderal DPD RI
Dr. Ir. Siti Nurbaya Bakar Msc.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar