Lingkar Muda Indonesia
Sekretariat: Insitute Ecosoc, Tebet Timur Dalam VI-C/17, Jakarta 12820,
Telp./Fax. (021) 830 4153, email: ecosoc@cbn.net.i
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
Undangan Diskusi Seri III 2012
”Konstitusi dan Negara Kesejahteraan” :
Meneguhkan Kembali Gerakan Masyarakat Sipil
Kepada
Yth. Ibu/Bapak/Sdr-i
Pemerhati masalah Keindonesiaan
Di Tempat
Dengan hormat,
Dinyatakan dalam Pembukaan UUD’45 bahwa negara Indonesia Merdeka dibentuk untuk melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial. Cita-cita Indonesia Merdeka ini merupakan
pedoman yang menentukan tujuan akhir yang akan dicapai oleh Pemerintah
Indonesia dalam menjalankan kebijakannya.
Wujud Negara Indonesia Merdeka yang dirumuskan dalam Konstitusi bukanlah sekadar negara hukum (rechtstaat)
atau “negara penjaga malam”, yang hanya mengurus keamanan dan
ketertiban negara, tetapi sebuah sistem yang memberi peran lebih besar
pada negara (pemerintah) dalam menjamin kesejahteraan sosial secara
terencana, melembaga, dan berkesinambungan. Negara kesejahteraan-lah
yang secara substansial digariskan dalam Konstitusi. Wujud negara
kesejahteraan ini bisa dilihat secara lebih gamblang dalam Batang Tubuh
Konstitusi. Batang Tubuh UUD’45 memuat hak warga negara untuk
mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak, jaminan memperoleh
pendidikan, pelayanan kesehatan dan jaminan sosial. Untuk
memenuhi hak-hak tersebut Konstitusi memberikan kekuasaan pada negara
(pemerintah) untuk mengelola sumber-sumber kekayaan alam yang penting
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Konstitusi memberi mandat pada
negara untuk berperan aktif dalam mengelola aset ekonomi negara,
mengorganisasi perekonomian dan menjamin tersedianya pelayanan
kesejahteraan dasar bagi rakyat.
Konstitusi
tidak hanya berbicara soal kesejahteraan sebagai tujuan sentral negara,
tetapi juga memberi petunjuk jalan terkait kerangka ideologis dan upaya
struktural untuk mewujudkan kesejahteraan. Cita-cita “adil dan makmur”
yang dinyatakan dalam Konstitusi mengisyaratkan bahwa makmur bersama
adil-lah (bukan tak makmur asal adil) yang akan mampu mewujudkan
kesejahteraan. Keadilan sosial mengisyaratkan bahwa Indonesia bukanlah
negara kasta yang hanya untuk kaum elite atau hanya untuk kelompok
proletar, melainkan untuk segenap warga negara. Keadilan sosial ini
sentral dan bahkan disebutkan sampai dua kali dalam Konstitusi. Keadilan
sosial yang mengisyaratkan kesejahteraan bagi segenap warga negara itu
juga menghendaki hilangnya kesenjangan dalam kemakmuran antar warga negara. Dengan mengupayakan keadilan sosial – yang berarti juga adalah keadilan politik dan ekonomi – maka kesejahteraan umum diharapkan bisa terlaksana.
Betapapun
Konstitusi dengan gamblang mengamanatkan sistem negara kesejahteraan,
namun REALITA Republik sekarang ini justru kian menjauh dari CITA-CITA
yang diamanatkan dalam Konstitusi. Praktik demokrasi yang diharapkan
mampu mendorong terwujudnya keadilan politik dan ekonomi, nyatanya hanya
membawa perubahan besar pada elit dan sekelompok masyarakat. Roda
kekuasaan berputar dari satu kelompok kaya ke kelompok kaya lainnya.
Negara Demokrasi telah berganti menjadi Negara Kleptokrasi, di mana
korupsi kian sistematis dan terorganisir.
Meskipun
Konstitusi merupakan pedoman bagi penyelenggaraan pemerintahan Republik
dan dalam pembuatan kebijakan, namun pemerintahan Republik kian
kehilangan arah. Cita-cita mewujudkan sistem negara
kesejahteraan pun disangkal dan ditinggalkan. Kekayaan alam telah banyak
diserahkan pengelolaannya pada korporasi dan pihak asing, BUMN banyak
dijual, utang negara yang jadi tanggungan rakyat terus meningkat,
kesenjangan sosial melebar, perampasan hak rakyat atas lahan dan
sumberdaya ekonomi terus berlangsung, ketidakberdayaan rakyat dalam
menjangkau pelayanan dasar pangan, pekerjaan, pendidikan
dan kesehatan semakin meningkat sebagai konsekuensi dari kebijakan
privatisasi pelayanan publik, sistem jaminan sosial masih jadi
perdebatan. Indonesia masih terperangkap dalam sistem
fundamentalisme pasar global yang memaksa negara meninggalkan peran dan
tanggung jawabnya terhadap kesejahteraan rakyat.
Krisis
ekonomi global dan meningkatnya kemiskinan dan kelaparan di berbagai
pelosok dunia memaparkan demikian banyak fakta akan kegagalan sistem
pasar bebas dalam kapitalisme global yang tidak berpihak pada rakyat. Kondisi
ini memberi isyarat untuk mengembalikan peran negara dalam mewujudkan
kesejahteraan rakyat sebagaimana diamanatkan Konstitusi. Sudah saatnya
segenap komponen negara didorong dan dipaksa untuk kembali pada
Konstitusi.
Jalan menuju perwujudan negara kesejahteraan harus didorong untuk semakin terbuka.
Berbagai tantangan dan peluang terkait dengan pembelajaran atas
berbagai model dan praktik negara kesejahteraan dari berbagai negara
patut mendapat kajian dan perhatian. Saatnya untuk menyuarakan dan
mengulang kembali seruan “Respect our Constitution, August 17!” pada segenap komponen bangsa.
Membaca
berbagai tantangan mewujudkan Indonesia sebagaimana digariskan dalam
Konstitusi, Lingkar Muda Indonesia (LMI) bekerjasama dengan Redaksi
Opini Harian KOMPAS kembali mengangkat masalah Keindonesiaan melalui
diskusi serial. Diskusi Seri III untuk tahun 2012 ini mengangkat tema “Konstitusi dan Negara Kesejahteraan: Meneguhkan Kembali Gerakan Masyarakat Sipil”
sebagai bagian dari upaya terakhir menegakkan dan mengimplementasikan
konstitusi dalam konteks berbangsa, bernegara dan bermasyarakat.
Masyarakat sipil diharapkan dapat menjadi kekuatan riil dalam rangka
mendesak pemerintah agar mewujudkan keadilan dan kemakmuran bagi seluruh
rakyat.
Gerakan Masyarakat Sipil merupakan salah satu pilar demokrasi, karena ia memainkan peran kontrol dan penyeimbang (check and balance system),
khususnya terhadap lembaga-lembaga negara, baik eksekutif, legislatif,
maupun yudikatif. Namun sayangnya, dalam sepuluh tahun terakhir, gerakan
masyarakat sipil menghadapi masalah serius terkait eksistensi,
independensi, dan partisipasinya di ruang publik. Faktanya, pelan-pelan
gerakan masyarakat sipil mulai berguguran, baik karena masalah krisis
pendanaan maupun langkanya mereka yang tertarik mendedikasikan dirinya
dalam gerakan masyakat sipil. Alih-alih menjadi gerakan yang independen,
tidak sedikit dari masyarakat sipil yang menjadi “gerakan plat merah”.
Tidak sedikit dari mereka memilih menjadi pendukung, bahkan membangun
sinergi dengan kekuasaan yang otoriter dan korup.
Diperlukan
pembahasan dan diskusi mendalam tentang langkah-langkah yang harus
diambil untuk melakukan revitalisasi terhadap gerakan masyarkat sipil
sebagai upaya mewujudkan kesejahteran dan keadilan sosial. Di dalam
diskusi akan dilakukan semacam evaluasi terhadap gerakan masyarakat
sipil dalam dua dekade terakhir sembari mencari solusi untuk
membangkitkan kembali gerakan masyarakat sipil.
Diskusikan akan diselenggarakan pada:
Hari/Tanggal : Senin, 12 Nopember 2012
Waktu : pkl. 14.00-17.30 WIB
Tempat : Galeri Kiri Bentara Budaya Jakarta
Jl. Palmerah Selatan No. 17 Gelora Tanah Abang Jakarta Pusat DKI
Jakarta 021-549 0666
Pembicara :
1. Roem Topatimasang (LSM): “Mencermati Pasang-Surut NGO dalam Revitalisasi
Gerakan Masyarakat Sipil”
2. Dr. Karlina Supelli (Akademisi): “Peran Lembaga Pendidikan dalam Revitalisasi
Gerakan Masyarakat Sipil”
3. Dr. Zuly Qodir (Ormas): “Peran Organisi Sosial Keagamaan dan Kemasyarakatan
dalam Revitalisasi Gerakan Masyarakat Sipil”
4. Ade Armando (Media): “Peran Media Massa dan Media Sosial dalam Revitalisasi
Gerakan Masyarakat Sipil
Moderator : Zuhairi Misrawi
Jakarta, 4 Nopember 2012
Salam Solidaritas
Steering Committee
1. Zuhairi Misrawi (Lingkar Muda NU)
2. Imam Cahyono (Lingkar Muda Muhammadiyah)
3. Donny Gahral Ahdian (Lingkar Muda Akademisi)
4. Sri Palupi (Lingkar Muda CSO)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar