Jakarta (ANTARA) -
Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Fadli Zon
menilai usulan "presidential threshold" yang harus mencapai 20 persen
dalam rancangan undang-undang pemilihan presiden (RUU Pilpres) sebagai
cermin oligarki dari beberapa partai.
"Angka `presidential threshold` yang diusulkan begitu tinggi
merupakan cermin oligarki partai yang bertentangan dengan semangat
demokrasi. Ini hanya kepentingan subyektif jangka pendek partai
tertentu," kata Fadli dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Rabu.
Oligarki adalah suatu bentuk monopoli kekuasaan dalam suatu pemerintahan oleh orang-orang atau kelompok-kelompok tertentu.
Menurut dia, hal tersebut bertentangan dengan hak setiap warga negara untuk memilih dan dipilih sebagai presiden dalam pemilu.
"Oligarki partai ini memangkas hak konstitusional warga negara untuk mencalonkan diri sebagai presiden, serta membatasi potensi munculnya capres-capres (calon presiden-red) terbaik bagi bangsa untuk 2014 dan seterusnya," ujarnya.
Dia menjelaskan bahwa usulan tentang `presidential threshold` itu menjadi salah satu isu krusial yang masih diperdebatan di DPR dalam pembahasan RUU Pilpres, dimana ada beberapa partai yang bersikukuh mempertahankan pendapat bahwa seseorang dapat dipilih sebagai presiden bila angka presidential threshold dari calon itu mencapai 20 persen.
"Padahal, partai lainnya ada yang mengusulkan angka lebih rendah, sesuai dengan `parlimentary threshold`, yaitu 3,5 persen atau penghapusan," katanya.
Dia berpendapat, angka presidential threshold 20 persen itu patut dipertanyakan landasan hukumnya sebab dalam UUD 1945 pasal 6 tidak pernah diamanatkan penetapan ambang batas suara untuk pemilihan seorang presiden.
"Konstitusi kita menyebutkan bahwa calon presiden dan wakil presiden diajukan oleh parpol atau gabungan parpol sehingga penetapan angka threshold untuk pencalonan presiden ini jelas melanggar konstitusi dan mencederai prinsip hak sipil dalam sistem demokrasi," kata Fadli.
Berdasarkan konstitusi, lebih lanjut dikatakannya, partai politik dapat mencalonkan presiden dan wapres, namun konstitusi tidak mengamanatkan parpol untuk menentukan nilai ambang batas dukungan bagi pencalonan presiden.
Oleh karena itu, kata dia,
pencantuman angka presidential threshold dalam RUU Pilpres yang sedang
dibahas tentu tak memiliki landasan konstitusi.
Fadli menyampaikan bahwa Partai
Gerindra menginginkan ketentuan batas presidential threshold dalam RUU
Pilpres sesuai dengan parlimentary threshold sehingga semakin banyak
alternatif capres dalam pemilu.
http://id-mg61.mail.yahoo.com/neo/launch?.rand=be80ne950c267#mail
Tidak ada komentar:
Posting Komentar