Pengantar:
Tulisan berikut ini dimuat di Majalah
Unesa No. 54 Tahun XIV – Februari 2013 yang memang melansir Laporan Utama
tentang (calon) projek Islamic Development Bank (IDB) di Unesa. Untuk Ka-Humas Unesa
dan Redaktur MU, saya sampaikan apresiasi setinggi-tingginya. Terima kasih.
Salam, Emcho.
****
Much. Khoiri
Berakit-rakit
ke hulu, berenang ke tepian; bersakit-sakit dahulu, bersenang kemudian. Inilah
ungkapan yang terus berkelebat dan menari-nari dalam pikiran dan hati saya
menjelang waktu ashar 16 Januari 2013, saat “Minutes of Meeting” antara
Pemerintah RI dan Islamic Development Bank (IDB) diteken di Jakarta.
Pemerintah
RI diwakili oleh para pejabat Kemenkeu, Bappenas, Dirjen Dikti, dan para rektor
tujuh universitas—Universitas Tanjungpura (Untan), Universitas Lambung Mangkurat
(Unlam), Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Univeritas Negeri Surabaya
(Unesa), Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Universitas Negeri Gorontalo
(UNG), dan Universitas Syiah Kuala (Unsyiah). Sementara itu, IDB diwakili oleh
Abdi Abdullahi, Edcucation specialist, Human Development Department.
Khususnya
tatkala rektor Unesa, Prof. Dr. Muchlas Samani, meneken dokumen MoM itu, saya
rasakan kelegaan yang luar biasa. Saya yakin, PR IV Prof. Dr. Nurhasan M.Kes dan
ketua Tim Perencanaan dan Pengembangan (TPP) Suprapto, ST, MT. juga merasakan hal sama. Andaikata Prof. Dr.
Sarmini dan Dr. Erina Rahmadiati bersama kami (sayang, mereka harus pulang
sehari sebelumnya untuk persiapan update data), mereka pastilah akan bersyukur di tempat sama.
Sungguh,
bersakit dahulu, bersenang kemudian.
Setelah berjuang habis-habisan, dengan segala harganya, kini impian kita untuk
mempercepat pengembangan dan peningkatan kualitas pendidikan Unesa kian
mendekati kenyataan. Kita akan mendapat dana sebesar IDR 392 milyar, di mana
IDR 300 milyar dari IDB dan IDR 9.2 milyar dari GOI (pemerintah RI).
Membayangkan bahwa Unesa akan memiliki 7 gedung baru empat lantai atau lebih,
saya seperti terlahir kembali.
Diam-diam
saya merasa bangga dan bersyukur karena telah menjadi bagian dari task force IDB
Unesa ini—yang pernah dijuluki “Empat Sekawan” (SKS-E: Suprapto, Khoiri,
Sarmini, Erina). Saya juga bangga dengan komandan kami yang senantiasa bersama
kami, yakni Bapak Rektor dan PR-IV. Tentu saja saya juga bahagia atas dukungan
dan doa jajaran pimpinan dan seluruh warga Unesa selama ini.
Perjalanan Panjang
Sebenarnya
perjuangan untuk memperoleh IDB sudah sejak tahun 2004 silam; mungkin sudah 3-4
tim task force berjuang keras untuk itu. Namun, usaha mereka belum membuahkan
hasil. Lalu, sejak 2009/2010 Empat Sekawan dipercaya untuk mengegolkannya. Saya
hanya yakin, dengan pendampingan langsung oleh pimpinan Unesa, kami akan mampu
mewujudkannya.
Singkat
cerita, proposal Unesa untuk pengajuan dana IDB sudah diajukan. Pembuatan
proposal yang berkejaran dengan deadline itu, yang amat melelahkan lahir-bathin,
ternyata tidak mulus jalannya. Ada kabar, bahwa IDB tidak akan menerima
proposal per individu perguruan tinggi, melainkan proposal payung untuk 7
perguruan tinggi yang sama-sama mengajukan dana IDB—sebagaimana disebut di
atas.
Maka,
mau tak mau, 7 universitas itu bekerja dalam sebuah tim besar, dan memilih pak
Rektor untuk menjadi “Lurah”—sehingga PR IV yang jago lobi dan Empat Sekawan
otomatis harus mengimbangi pak
Rektor. Mulailah kami membuat proposal
baru dengan “menjahit” seluruh isi umum 7 proposal; dan masing-masing proposal individu
dianggap sebagai Annex (lampiran).
Beberapa
kali tim “seven in one” (7 in 1) ini begadang di Jakarta, kadang selama sepekan
dan kadang lebih. Masing-masing PT biasanya membawa full-team, ada yang terdiri
atas empat orang dan apa pula yang lebih; sehingga setiap kali kami lembur, jumlahnya
tak kurang dari 30 orang. Saking seringnya bertemu menciptakan hubungan
emosional yang kuat. Kami saling menguatkan.
Dalam
menyusun proposal payung ini, kami benar-benar jatuh-bangun. Misalnya, setelah
draf kami jadi, ia akan dimintakan review kepada pihak-pihak yang berkompeten.
Atas saran pihak pertama, kami melakukan revisi. Kemudian, pihak kedua mereview
dan memberi masukan lagi; kami pun harus merevisinya. Demikian seterusnya.
Padahal, saran atau masukan para pihak tak jarang saling berbenturan.
Seluruh
task force hampir putus asa ketika
proposal 7 in 1 tidak kunjung sempurna.
Dalam kondisi stressfull inilah tampak
kejituan strategi pak Rektor dan kepiawaian lobi PR IV. Beliau mampu meredam
kegalauan teman-teman; sementara, kami Empat Sekawan juga harus tampil beda
seakan-akan kami juga kuat.
Proposal
payung pun jadi, dan proposal-proposal individu telah disesuaikan dengan proposal induk ini. Secara simultan paket
proposal ini dikirimkan ke pihak-pihak yang berkompeten, termasuk ke IDB. Kami
harus menunggu perkembangannya. (*Tahun baru 2011 saya jatuh sakit sekitar 13
hari akibat kecapekan yang sangat. Terdengar pula, beberapa teman dari PT lain
juga harus dirawat di rumah sakit.)
Pada
akhir 2011 kami harus berjibaku kembali di Jakarta, untuk melakukan update
proposal kami. Kami baru tahu, proposal 7 in 1 mengalami kendala besar karena
dicegat oleh DPR, dengan alasan bahwa sejak tahun itu pemerintah tak boleh
mengajukan utang luar negeri. Untunglah, ada pejabat Bappenas, seorang
perempuan yang sangat mengagumkan, yang mampu mematahkan serangan DPR. Beliau
meyakinkan bahwa proposal 7 in 1 sudah masuk ke dalam Blue Book, dan itu bermakna bukan pinjaman baru.
Maka,
kami melakukan update data terhadapa proposal payung dan individu dengan amat
serius. Inilah kuncinya, semua argumen dan ilustrasi dalam proposal harus
berdasarkan data (by data). Dan kami
melakukannya dengan serius. Hasil finalnya dikirimkan ke IDB dengan persetujuan
DPR.
Pada
medio 2012 angin segar sudah mulai tercium. Dr. Makhlani, perwakilan IDB untuk
Indonesia, sudah berkomunikasi intensif dengan pak Rektor, dan merencanakan
misi appraisal. Sekitar November 2012
kami juga diundang ke Universitas Negeri Semarang (Unnes) untuk menghadiri
forum berbagi pengelolaan dana IDB. Penyaji materi adalah PT-PT penerima dana
IDB, baik yang sudah selesai, sedang berjalan, maupun yang akan melaksanakan.
Kick-off meeting, suatu rapat untuk menandai
dimulainya appraisal suatu program
(projek), digelar pada 7 January 2013. Kemudian, appraisal yang mereka sebut sebagai “IDB Mission” melakukan
tugasnya pada 8-13 Januari 2013, termasuk ke Unesa. Dan, syukurlah, saya akhirnya
bisa bernafas lega setelah melakukan presentasi di depan tim IDB Mission,
seluruh pimpinan Unesa, perwakilan mahasiswa, sejumlah alumni, dan undangan
lain.
Semangat Mengawal IDB
Pada
kuliah umum Dr. Makhlani tentang ekonomi syariah di PPs Unesa pada 29 Januari
2013 lalu, pak Rektor sempat menyelipkan pesan bagi seluruh warga Unesa
(ganesa) untuk mengawal program dengan dana IDB ini. Kita harus saling
menguatkan untuk mewujudkannya.
Dengan
dana IDB IDR 300 milliar kita akan membangun e-learning yang mampu jadi host (untuk 6 PT lain anggota 7 in 1),
men-training staff (dosen dan
karyawan), menyediakan peralatan (equipment),
serta membangun 6 gedung: (1) gedung Lab Sains 4 lantai, (2) gedung Lab Teknik
dan Kewirausahaan, (3) gedung perpustakaan 6 lantai, (4) gedung CPD 9 lantai,
(5) gedung Student Center 4 lantai, dan (6) gedung perkuliahan Fakultas Seni
dan Desain 4 lantai.
Sementara
itu, dana GOI IDR 9,2 milliar akan digunakan untuk pembangunan satu gedung
(gedung PAUD dan PLB 4 lantai), insfrastruktur pendukung, penyediaan furnitur,
pengembangan kurikulum, pembelian buku dan jurnal, dan pemberian research grants.
Direncanakan,
pembangungan gedung dimulai pada 2015, dan selesai pada 2016. Sisa waktu yang
ada untuk melengkapinya dengan infrastruktur pendukung dan mengisi
gedung-gedung tersebut dengan peralatan, furnitur, dan penyediaan kurikulum,
buku dan jurnal, dan sebagainya.
Saat
ini tugas Unesa adalah mengawal dengan benar agar program yang akan berjalan
selama 48 bulan (4 tahun) itu selamat sampai tujuan. Kami sebagai task-force
kini masih harus menyediakan data-data yang diperlukan untuk implementasi. Insyaallah,
menurut dokumen MoM, Oktober 2013 program akan mulai ancang-ancang
implementasinya.
Selain
dukungan dan doa seluruh warga Unesa, untuk mengawal program IDB ini,
diperlukan tim PIU (project
implementation unit) yang mumpuni dan tahan banting. Sudah berkali-kali
diingatkan, bahwa siapapun yang terlibat di dalamnya harus siap bekerja keras
di luar irama kerja di Unesa. Seorang teman dari PT penerima IDB pernah
berhumor begini, “Pada suatu saat, ketika sangat padat acara, sampean perlu
siap-siap isteri sampean dirubung semut...hehehe.”
Sejauh
itu, selama mengawal proposal IDB hingga memperoleh MoM, saya memetik berbagai
pelajaran hidup yang sangat berharga. Saya belajar ilmu sabar dan ikhlas. Saya
belajar telaten. Saya belajar lebih tanguh. Saya belajar memaknai pengabdian
dan pengorbanan. Saya belajar memaknai kesolidan kerjasama tim. Lebih dari itu,
saya belajar bagaimana menjadi manusia yang memaknai hidupnya.
Saya
bayangkan saat ini tahun 2025, ketika pak Rektor sudah purna-tugas dan pak PR
IV sudah berada di posisi yang lain—demikian pun p Suprapto, bu Sarmini, dan bu
Erina. Saya bayangkan duduk di taman di
dekat Kantor Pusat di kampus Lidah Wetan, lalu memandang gedung CPD,
Perpustakaan, Student Center, PAUD, dan Fakultas Seni dan Desain. Ya Allah,
alangkah besar karunia-Mu yang telah mengizinkan saya untuk berbuat sesuatu (meski
hanya sebutir debu) untuk Unesa.***
*Penulis adalah anggota Task-force
IDB Unesa; Dosen FBS Unesa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar