Sudah
bukan rahasia lagi maskapai yang satu ini adalah langganan untuk
melakukan hal yang paling dibenci oleh penumpang, yaitu delay. Setelah
"rutin" dengan kebiasaan delaynya, puncaknya terjadi pada tanggal 18
Februari 2015 kemarin.
Delay
selama belasan jam dan termasuk yang terparah ini menyebabkan
penumpukan penumpan di Terminal 1 dan 3 Bandara Soekarno-Hatta. Bahkan
ribuan penumpang terlantar karena tidak adanya kejelasan mengenai apa
yang terjadi dan kapan mereka akan diterbangkan. Bahkan hanya ada
beberapa staff Lion Air yang ada di lokasi, itupun menghindar ketika
akan dimintai keterangan. Parahnya Manager on Duty tidak ada di tempat
dan management Lion Air seakan membiarkan.
Tidak
ada penjelasan dan permohonan maaf dari pihak masakapai selama
berjam-jam, bahkan tidak ada kompensasi seperti yang tertuang di dalam
Peraturan Menteri Perhubungan.
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM. 49 Tahun 2012 :
1. Keterlambatan lebih dari 60 (enam puluh) menit sampai dengan 120 (seratus dua puluh) menit, badan usaha angkutan udara niaga berjadwal wajib memberikan minuman dan makanan ringan (snack box).
2. Keterlambatan lebih dari 120 (seratus dua puluh) menit sampai dengan 180 (seratus delan puluh) menit,
badan usaha angkutan udara niaga berjadwal wajib memberikan minuman,
makanan ringan (snack box), makanan berat (heavy meal) dan memindahkan
penumpang ke penerbangan berikutnya, atau ke badan usaha angkutan udara
lainnya, apabila diminta penumpang
3. Keterlambatan lebih dari 180 (seratus delapan puluh) menit sampai dengan 240 (dua ratus empat puluh) menit,
badan usaha angkutan udara niaga berjadwal wajib memberikan minuman,
makanan ringan (snack box), makanan berat (heavy meal) dan apabila
penumpang tersebut tidak dapat dipindahkan ke penerbangan berikutnya
atau ke badan usaha angkutan udara niaga lainnya, maka kepada penumpang
tersebut wajib diberikan fasilitas akomodasi untuk dapat di angkut pada
penerbangan hari berikutnya.
Selain
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM. 49 Tahun 2012, ketentuan
mengenai tanggung jawab maskapai dimuat dalam Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor PM 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut
Angkutan Udara.
Pasal
2 huruf e menyatakan maskapai wajib bertanggung jawab atas kerugian
terhadap keterlambatan angkutan udara. Sementara itu Pasal 9
menjelaskan, keterlambatan angkutan udara mencakup keterlambatan
penerbangan atau flight delayed, tidak terangkutnya penumpang dengan
alasan kapasitas pesawat atau denied boarding passenger, serta
pembatalan penerbangan atau cancelation of flight.
Akhirnya
kekesalan para penumpang memuncak malam tadi (19/02/2015). Para
penumpang yang kesal memblokir lounge keberangkatan di Terminal 3
Bandara Soekarno-Hatta. Mereka menuntut Rusdi Kirana sebagai pemilik
Lion Air untuk menemui mereka.
Diantara
ribuan penumpang yang terlantar, terdapat turis-turis asing yang juga
menjadi korban dari kejadian ini. Bahkan mereka sangat kesal dengan
ketidakjelasan masalah delay karena tidak adanya pihak Lion Air yang
memberikan penjelasan maupun kompensasi. Salah satu turis asing yang
bepergian bersama dua orang temannya bahkan harus menangis karena mereka
seharusnya terbang ke Denpasar untuk mengejar pesawat yang akan membawa
mereka pulang ke negara mereka, namun mereka harus ketinggalan pesawat
tersebut dan uang mereka sudah tidak cukup untuk membeli tiket pulang ke
negaranya.
Inilah yang kami ingin sampaikan kepada Menteri Perhubungan, Pemerintah, dan Lion Air Group :
1.
Kejadian ini sungguh sangat memalukan dan menampar wajah dunia
transportasi udara Indonesia. Menteri Perhubungan Ignasius Jonan serta
instansi terkait harus melakukan investigasi menyeluruh pada maskapai
Lion Air.
2.
Presiden Joko Widodo sebagai kepala pemerintahan untuk mendukung
investigasi ini dan memerintahkan Rusdi Kirana sebagai Wantimpres untuk
bertanggung jawab dan memberikan peryantaan tertulis dan lisan melalui
media elektronik dan cetak mengenai kasus delay ini.
3.
Menuntut Rusdi Kirana selaku pimpinan Lion Air Group meminta maaf dan
memastikan ganti rugi kepada para penumpang yang mengalami kerugian
materi dikarenakan keterlambatan selama berjam-jam.
4.
Mendesak kepada Menteri Perhubungan untuk menindak dan memberikan
sanksi tegas kepada Lion Air terkait delay yang sangat sering terjadi di
penerbangan-penerbangan Lion Air.
5.
Mendesak Menteri Perhubungan untuk merevisi kembali Peraturan Menteri
Perhubungan menyangkut masalah keterlambatan / delay jadwal penerbangan
dengan memberikan kompensasi yang lebih baik dan juga sanksi yang berat
kepada maskapai untuk keamanan dan kenyamanan pengguna jasa penerbangan.
6.
Mendukung Menteri Perhubungan untuk mengambil sanksi kepada Rusdi
Kirana selaku pimpinan Lion Air Group yang saat ini menjabat sebagai
Wantimpres atas kejadian delay maskapai Lion Air yang menyebabkan
terjadinya kekacauan di Terminal 1 & 3 Bandara Soekarno-Hatta.
7.
Mendorong YLKI sebagai yayasan yang menaungi aduan dari konsumen untuk
membantu dan mendampingi para penumpang yang mengalami kerugian, untuk
menuntut ganti rugi kepada maskapai Lion Air.
Selaku
pengguna jasa angkutan udara, kami meminta agar Menteri Perhubungan
tidak takut dan tidak tebang pilih untuk menindak tegas maskapai yang
bermasalah walaupun Lion Air Group adalah milik Rusdi Kirana yang
menjabat sebagai Wantimpres Presiden Joko Widodo.
Kejadian
ini bukan hanya menyangkut kerugian materi dan waktu, namun juga
menyangkut nama baik Indonesia di dunia penerbangan karena cukup banyak
turis asing yang juga menjadi korban akibat delay tersebut.
Kami
sangat ingat ketika Pak Jonan langsung bertindak dan turun ke lapangan
ketika tragedi Air Asia QZ8501 bahkan langsung memanggil pihak Air Asia
untuk dimintai pertanggung jawaban. Kami harap Pak Jonan bisa bertindak
cepat dan tegas dalam kasus kekacauan akibat delaynya penerbangan Lion
Air.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar