Sabtu, 04 Agustus 2018

34 Tahun Ratifikasi Konvensi CEDAW di Indonesia:



Siaran Pers Komnas Perempuan
34 Tahun Ratifikasi Konvensi CEDAW di Indonesia:
Kurang Optimalnya Implementasi CEDAW dalam Penghapusan Kekerasan 
terhadap Perempuan

Jakarta, 24 Juli 2018

CEDAW (The Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination 
against Women) lahir dari pengalaman diskriminasi perempuan di berbagai 
belahan dunia dan perjuangan panjang untuk membangun komitmen global 
bahwa hak asasi perempuan adalah hak asasi manusia. Konvensi ini 
menjabarkan tentang prinsip-prinsip hak asasi perempuan, norma-norma dan 
standar-standar kewajiban, serta tanggung jawab negara dalam penghapusan 
segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Indonesia sudah 
meratifikasi melalui UU RI no 7 Tahun  1984. Konsekuensi meratifikasi 
konvensi CEDAW adalah membuat laporan pelaksanaannya kepada Komite CEDAW 
di PBB, Namun pemerintah Indonesia terakhir mengirimkan laporan pada 
tahun 2012 dan sesudah itu di tahun 2016 tidak membuat laporan, sehingga 
komite CEDAW tidak dapat me-review perkembangan pemajuan hak asasi 
perempuan di Indonesia maupun menyusun rekomendasi bagi Indonesia.
Beberapa concluding comment komite CEDAW yang penting untuk segera 
direspon dan dijalankan oleh pemerintah Indonesia sejak tahun 2012 dan 
Rekomendasi Umum CEDAW antara lain namun tidak terbatas pada poin-poin 
berikut :
1.Meningkatkan kesadaran di masyarakat akan dampak negatif perkawinan 
anak bagi perempuan dengan tujuan menghapus praktik perkawinan anak;
2.Meningkatkan  kesadaran publik, kelompok agama dan para pemuka agama 
bahwa  segala bentuk pelukaan dan mutilasi genital perempuan sebagai 
praktik yang membahayakan dan melanggar HAM perempuan;
3.Melakukan revisi kebijakan tentang perkawinan: (i) Menetapkan usia 
perkawinan sebagai 18 tahun untuk perempuan dan laki laki; (ii) 
menghapuskan praktik poligami (iii) Menghilangkan perbedaan peran 
laki-laki dan perempuan dalam rumah tangga (iv) Memberikan perlindungan 
untuk perempuan dalam perkawinan antar agama, (v) Menjamin hak waris 
yang setara bagi perempuan sebagai anak dan sebagai istri , antara lain 
melalui revisi UU No.1 tahun 1974;
4.Menghapus kebijakan yang diskriminatif terhadap perempuan di Aceh;
5.Menjalankan Rekomendasi Umum no 26 tentang perempuan pekerja migran, 
negara pihak perlu merumuskan kebijakan yang komprehensif dan peka 
gender untuk kebijakan penempatan dan perlindungan migrasi, mendapatkan 
peluang kerja yang aman, menghapus larangan atau pembatasan yang 
diskriminatif berbasis jenis kelamin, usia, perkawinan, status kehamilan 
atau persalinan, termasuk menghapus ketentuan minta izin suami atau wali 
laki-laki untuk mendapatkan paspor atau untuk bepergian;


Sebagai salah satu mekanisme HAM nasional, Komisi Nasional Anti 
Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) selalu membuat laporan 
kepada komite CEDAW tentang perkembangan implementasinya di Indonesia 
khususnya yang berhubungan dengan kekerasan terhadap perempuan sebagai 
dasar untuk memberikan rekomendasi pada pemerintah Indonesia.
Pada hari ini, memperingati 34 tahun Indonesia meratifikasi CEDAW, 
Komnas Perempuan memberikan beberapa catatan kekerasan terhadap 
perempuan sebagai berikut:
a.Kekerasan terhadap perempuan terus berlangsung dan korban menemui 
kemandekan, minim respon dalam upaya penanganan maupun pemulihan diri 
dari dampak kekerasan yang mereka alami. Kasus –kasus demikian yang 
mayoritas dilaporkan ke Komnas Perempuan. Dalam kurun waktu 6 bulan, 
Januari-Juni 2018 kasus yang diterima Komnas Perempuan telah mencapai 
angka 538 kasus, dimana 88% (475 kasus) adalah kekerasan berbasis gender 
dan sebanyak 12% (63 kasus) adalah kasus yang tidak berbasis gender. 
Kasus kekerasan yang dilaporkan kepada Komnas Perempuan didominasi oleh 
kekerasan dalam relasi personal yang mencapai 86% (409 kasus) dari total 
475 kasus. Kekerasan di komunitas mencapai angka 12% (58 kasus) dan 1% 
(8 kasus) adalah kekerasan yang dilakukan negara. 8 kasus tersebut 
antara lain konflik sumber daya alam (SDA), penggusuran, pelanggaran 
hak-hak pekerja migran perempuan dan kekerasan yang juga menonjol dalam 
dua tahun terakhir adalah kasus kejahatan siber (cyber crime). Dalam hal 
kebijakan, Komnas Perempuan mencatat hingga saat ini ada 421 kebijakan 
diskriminatif, yang ada di tingkat pusat dan daerah.



b.Perkawinan anak masih dikukuhkan oleh negara, dengan ditolaknya JR di 
Mahkamah Konstitusi untuk menaikkan usia perkawinan usia anak dari 16 
menjadi 18 tahun. Data yang dicatat Komnas Perempuan perkawinan anak 
berjumlah 11.819 yang disahkan oleh Negara melalui Pengadilan Agama dan 
diatur dalam UU No.1 tahun 1974. Berbagai kajian menunjukkan bahwa hamil 
dan menikah pada usia belia berkontribusi pada tingginya angka kematian 
ibu melahirkan (AKI). Saat ini AKI Indonesia adalah 359/100.000 
kelahiran hidup.



c.Praktik-praktik membahayakan perempuan seperti pelukaan dan pemotongan 
genital (P2GP) masih terjadi di Indonesia. Pemantauan Komnas Perempuan 
tahun 2017 di 10 wilayah, menunjukkan masih dilakukan baik tenaga medis 
maupun dukun. Komnas Perempuan menemukan bahwa alat praktik P2GP yang 
digunakan tenaga non-kesehatan ini beragam antar wilayah antara lain 
pisau kecil/pisau lipat, gunting kuku, silet, koin berlubang hingga 
hanya menggunakan kunyit saja sebagai simbolisasi.  Pada beberapa kasus, 
di beberapa wilayah ditemui adanya dampak yang signifikan membahayakan 
kesehatan reproduksi dan seksual perempuan seperti  pendarahan, kematian 
dan tidak mengalami kepuasan dalam hubungan seksual.  Bahkan, beberapa 
wilayah kajian ini mengeluarkan Perda Retribusi Pelayanan Kesehatan 
untuk Praktik P2GP.



d.Indonesia telah mengesahkan Undang-undang No. 18 tahun 2017 tentang 
Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI). Catatan Komnas Perempuan 
atas UU ini antara lain; 1) Masih mengabaikan sektor pekerja rumah 
tangga migran yang selama ini mendominasi penempatan dan pada saat yang 
sama menghadapi kerentanan khusus dalam setiap setiap proses migrasi; 2) 
Masih memuat prasyarat izin suami/ orang tua  yang berpotensi membatasi 
perempuan untuk menjadi pekerja migran dan membuka ruang penyalahgunaan; 
3) Kerangka hak asasi manusia dan semangat perlindungan yang tertuang 
dalam sejumlah pasal dalam undang undang tersebut masih samar karena 
aturan turunannya.
e.Isu-isu kebijakan diskriminatif terhadap perempuan di Aceh, hingga 
saat ini masih menghadapi berbagai persoalan, antara lain pemberlakukan 
Qanun Hukum Jinayat dan Qanun Hukum Acara Jinayat yang menempatkan 
perempuan rentan dikriminalisasi karena pemberlakukan pasal-pasal yang 
multi tafsir dan tidak berbasis perlindungan substantif pada perempuan.



Kondisi diatas menunjukkan implementasi CEDAW yang belum optimal terkait 
pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan lemahnya optimalisasi 
undang- undang yang melindungi perempuan. Untuk memperingati hari 
Ratifikasi CEDAW ke 34 ini, Komnas Perempuan mengingatkan dan mendorong 
pemerintah serta mengajak semua pihak untuk menjalankan mandat CEDAW 
dalam penghapusan diskriminasi terhadap perempuan melalui:



1.Melakukan upaya korektif untuk mencabut dan memperbaiki kebijakan di 
tingkat nasional maupun daerah yang membatasi, mengontrol dan memicu 
diskriminasi maupun kriminalisasi terhadap perempuan;
2.Menghentikan praktik Pelukaan dan Pemotongan Genital Perempuan (P2GP) 
karena membahayakan perempuan serta melanggar hak reproduksi dan 
seksual. Untuk itu pemerintah Kabupaten/ Kota harus menjalankan mandat 
Permenkes No. 6 Tahun 2014;
3.Mendorong semua pihak untuk menghentikan praktik perkawinan usia anak 
maupun pola-pola perkawinan yang memicu kekerasan dan kerentanan 
terhadap perempuan baik perkawinan paksa, poligami, perkawinan yang 
tidak dicatatkan;
4.Memperbaiki sistem layanan dengan menyusun program maupun penganggaran 
  untuk perlindungan maupun pemulihan perempuan korban;
5.Menerbitkan aturan turunan UU No. 18 tahun 2017 tentang Pelindungan 
Pekerja Migran Indonesia dan ratifikasi Konvensi ILO 189 mengenai kerja 
layak PRT.




Narasumber:
Sri Nurherwati, Komisioner (082210434703)
Thaufiek ZulbahAdriana Vennyary, Komisioner (0812-1934-205)
Adriana Venny, Komisioner (08561090619)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar