Jumat, 31 Agustus 2012

Benarkah Indonesia Raya dan Kaya Raya?

Green Hilton Memorial Agreement Geneva 1963

Inilah perjanjian yang paling menggemparkan dunia. Inilah perjanjian yang menyebabkan terbunuhnya Presiden Amerika Serikat John Fitzgerald Kennedy 22 November 1963. Inilah perjanjian yang kemudian menjadi pemicu dijatuhkannya Bung Karno dari kursi kepresidenan oleh jaringan CIA yang menggunakan ambisi Soeharto. Dan inilah perjanjian yang hingga kini tetap menjadi misteri terbesar dalam sejarah ummat manusia.

Perjanjian "The Green Hilton MemorialAgreement di Genva pada 14 November 1963












http://kissanak.files.wordpress.com/2012/05/indonesia-meterari-temple-crest-symbol-seal-in-green-hilton-agreement.jpg 









 Perjanjian “The Green Hilton MemorialAgreement di Genva pada 14 November 1963
Dan, inilah perjanjian yang sering membuat sibuk setiap siapapun yang menjadi Presiden RI. Dan, inilah perjanjian yang membuat sebagian orang tergila-gila menebar uang untuk mendapatkan secuil dari harta ini yang kemudian dikenal sebagai “salah satu” harta Amanah Rakyat dan Bangsa Indonesia. Inilah perjanjian yang oleh masyarakat dunia sebagai Harta Abadi Ummat Manusia. Inilah kemudian yang menjadi sasaran kerja tim rahasia Soeharto menyiksa Soebandrio dkk agar buka mulut. Inilah perjanjian yang membuat Megawati ketika menjadi Presiden RI menagih janji ke Swiss tetapi tidak bisa juga. Padahal Megawati sudah menyampaikan bahwa ia adalah Presiden RI dan ia adalah Putri Bung Karno. Tetapi tetap tidak bisa. Inilah kemudian membuat SBY kemudian membentuk tim rahasia untuk melacak harta ini yang kemudian juga tetap mandul. Semua pihak repot dibuat oleh perjnajian ini.

Perjanjian itu bernama The Green Hilton Memorial Agreement Geneva. Akta termahal di dunia ini diteken oleh John F Kennedy selaku Presiden AS, Ir Soekarno selaku Presiden RI dan William Vouker yang mewakili Swiss. Perjanjian segitiga ini dilakukan di Hotel Hilton Geneva pada 14 November 1963 sebagai kelanjutan dari MOU yang dilakukan tahun 1961. Intinya adalah, Pemerintahan AS mengakui keberadaan emas batangan senilai tak kurang dari 57 ribu ton yang terdiri dari 17 paket emas dan pihak Indonesia menerima batangan emas itu menjadi kolateral bagi dunia keuangan AS yang operasionalisasinya dilakukan oleh Pemerintahan Swiss melalui United Bank of Switzerland (UBS). Kesepakatan ini berlaku tiga tahun kemudian alias 14 November 1965 (gambar di atas hanya salah satu dari sekian lembar perjanjian).

Pada dokumen lain yang tidak dipublikasi disebutkan, atas penggunaan kolateral tersebut AS harus membayar fee sebesar 2,5% setahun kepada Indonesia. Hanya saja, ketakutan akan muncul pemimpinan yang korup di Indonesia, maka pembayaran fee tersebut tidak bersifat terbuka. Artinya hak kewenangan pencairan fee tersebut tidak berada pada Presiden RI siapapun, tetapi ada pada sistem perbankkan yang sudah dibuat sedemikian rupa, sehingga pencairannya bukan hal mudah, termasuk bagi Presiden AS sendiri.

Account khusus ini dibuat untuk menampung aset tersebut yang hingga kini tidak ada yang tau keberadaannya kecuali John F Kennedy dan Soekarno sendiri. Sayangnya sebelum Soekarno mangkat, ia belum sempat memberikan mandat pencairannya kepada siapapun di tanah air. Malah jika ada yang mengaku bahwa dialah yang dipercaya Bung Karno untuk mencairkan harta, maka dijamin orang tersebut bohong, kecuali ada tanda-tanda khusus berupa dokumen penting yang tidak tau siapa yang menyimpan hingga kini. Demikianlah dokumen penting yang penulis baca dan hasil wawancara penulis dengan nara sumber dengan para tetua di dalam negeri dan wawancara dengan narasumber di Belanda, Prancis, Jerman, Singapura, Malaysia dan Hong Kong.
Bagi AS, perjanjian Green Hilton adalah perjanjian terbodoh bagi AS, karena AS mengakui aset tersebut yang sebetulnya merupakan harta rampasan perang. Menurut dokumen yang penulis baca. Harta tersebut berasal dari sitaan AS ketika menaklukkan Jerman dalam perang dunia. Jerman juga mengakui bahwa harta tersebut disita Jerman ketika menyerang Belanda. Belanda pun mengakui bahwa harta tersebut merupakan rampasan harta yang dilakukan VOC ketika menjajah Indonesia.

Berdasarkan fakta yang dijumpai di lapangan, harta ini sudah pernah mau dicairkan pada 1986-1987 tapi gagal, lalu ada percobaan lagi awal 2000, juga gagal. Kini, ketika krisis menerpa AS dan dunia yang hampir membunuh sebagian besar rakyat AS, pemerintah Obama mencoba meyakinkan dunia melalui titah Puas di Vatikan bahwa AS berhak mencairkan harta ini. Atas dasar untuk kepentingan ummat manusia, agaknya hati Vatikan mulai luluh. Konon kabarnya, Vatikan telah memberikan restu itu tanpa mengabaikan bantuan kepada rakyat Indonesia.
Menurut sebuah sumber di Vatikan, ketika Presiden AS menyampaikan niat tersebut kepada Vatikan, Puas sempat bertanya apakah Indonesia telah menyetujuinya. Kabarnya, AS hanya memanfaatkan fakta MOU antara negara G-20 di Inggris dimana Presiden Indonesia SBY ikut menandatangani suatu kesepakatan untuk memberikan otoritas kepada keuangan dunia IMF dan World Bank untuk mencari sumber pendanaan alternatif. Konon kabarnya, Vatikan berpesan agar Indonesia diberi bantuan. Mungkin bantuan IMF sebesar USD 2,7 milyar dalam fasilitas SDR (Special Drawing Rights) kepada Indonesia pertengahan tahun lalu merupakan realisasi dari kesepakatan ini, sehingga ada isyu yang berkembang bahwa bantuan tersebut tidak perlu dikembalikan. Oleh Bank Indonesia memang bantuan IMF sebesar itu dipergunakan untuk memperkuat cadangan devisa negara. Penulis pikir DPR RI harus ikut mengklarifikasi soal status uang bantuan IMF ini.

Kalau benar itu, maka betapa nistanya rakyat Indonesia. Kalau benar itu terjadi betapa bodohnya Pemerintahan kita dalam masalah ini. Kalau ini benar terjadi betapa tak berdayanya bangsa ini, hanya kebagian USD 2,7 milyar. Padahal harta tersebut berharga ribuan trilyun dollar AS. Aset itu bukan aset gratis peninggalan sejarah, aset tersebut merupakan hasil kerja keras nenek moyang kita di era masa keemasan kerajaan di Indonesia. Sebab dulu, beli beras saja pakai balokan emas sebagai alat pembayarannya. Bahkan kerajaan China membeli rempah-rempah ke Indonesia menggunakan balokan emas.

Lalu bagaimana nasib tersebut, kita sebagai bangsa yang besar masih perlu mengkaji lebih lanjut. Pemerintah bersama rakyat perlu membentuk Tim Besar dan lobby yang besar ditingkat internasional untuk menduduk kembali soal harta yang disepakati dalam The Green Hilton Memorial Agreement ini. Karena ini sudah menjadi fakta sejarah yang tidak bisa dilewatkan begitu saja. Pemerintahan SBY tidak bisa melakukan penyelidikan harta ini secara diam-diam dan hanya kalangan terbatas. Sebab harta ini milik rakyat dan bangsa Indonesia. Bukan milik pribadi Bung Karno. Keberhasilan lobby politik Bung Karno yang luar biasa ini harus diteruskan dan jangan dimentahkan begitu saja.

 SUMBER: http://kissanak.wordpress.com/2012/05/11/green-hilton-memorial-agreement-geneva-1963/

Kamis, 30 Agustus 2012

Ayatollah Khamenei’s inaugural address delivered on August 30, 2012 at the 16th Non-Aligned Summit in Tehran



دارالحدیث
دارالحدیث
The following is the full text of Ayatollah Khamenei’s inaugural address delivered on August 30, 2012 at the 16th Non-Aligned Summit in Tehran

In the Name of Allah, the Beneficent, the Merciful
All praise belongs to Allah, the Lord of the Two Worlds, and may peace and blessings be upon the greatest and trustworthy Messenger and on his pure progeny, his select companions, and all the prophets and divine envoys.
I welcome you honorable guests, the leaders and delegations representing the member states of the Non-Aligned Movement, and all the other participants of this great international summit.
We have gathered here to continue a movement with God’s guidance and assistance and to give it new life and momentum on the basis of the current conditions and needs in the world. The movement was founded almost six decades ago thanks to the intelligence and courage of a few caring and responsible political leaders who were aware of the conditions and circumstances of their time.
Our guests have gathered here from different geographical locations, far and near, and they belong to different nationalities and races with different ideological, cultural and historical characteristics, but just as Ahmad Sukarno, one of the founders of this movement said in the famous Bandung Conference in the year 1955, the basis of establishing the Non-Aligned Movement is not geographical or racial and religious unity, but rather unity of needs. At  that time, the member states of the Non-Aligned Movement were in need of a bond that could safeguard them against authoritarian, arrogant and insatiable networks and today with the progress and spread of the instruments of hegemony, this need still exists.

I would like to point out another truth. Islam has taught us that in spite of their racial, linguistic and cultural differences, human beings share the same nature, which calls them to purity, justice, benevolence, compassion and cooperation. It is this universal human nature which – if it can safely steer away from misleading motives – guides human beings to monotheism and understanding of God’s transcendent essence.
This brilliant truth has such potential that it can form the foundation of societies which are free and proud and at the same time enjoy progress and justice. It can extend the light of spirituality to all material and worldly endeavors of humankind and it can create a paradise on earth for human beings in advance of the other-worldly paradise, which has been promised by divine religions. And it is this common and universal truth that can form the foundations of brotherly cooperation among the nations that do not share any similarities in terms of outward structures, historical background and geographical location.
Whenever international cooperation is based on such a foundation, governments will build their relationships with each other not on the basis of fear and threats, or greed and unilateral interests, or mediation of treasonous and venal individuals, but on the basis of wholesome and shared interests and more importantly, the interests of humanity. In this way, governments can relieve their awakened consciences and put the minds of their peoples at ease.
This values-based order is the exact opposite of the hegemony-based order, which has been upheld, propagandized and led by hegemonic Western powers in the recent centuries and by the domineering and aggressive government of America today.
Dear guests, today after the passage of nearly six decades, the main values of the Non-Aligned Movement remain alive and steady: values such as anti-colonialism, political, economic and cultural independence, non-alignment with any power blocs, and improving solidarity and cooperation among the member states. The realities of today’s world fall short of those values, but the collective will and comprehensive efforts to change the existing realities and achieve these values, though full of challenges, are promising and rewarding.
In the recent past, we have been witness to the failure of the policies of the Cold War era and the unilateralism that followed it. Having learnt lessons from this historical experience, the world is in transition towards a new international order and the Non-Aligned Movement can and should play a new role. This new order should be based on the participation of all nations and equal rights for all of them. And as members of this movement, our solidarity is an obvious necessity in the current era for establishing this new order.
Fortunately, the outlook of global developments promises a multi-faceted system in which the traditional power blocs are replaced with a group of countries, cultures and civilizations from different economic, social and political origins. The striking events that we have witnessed over the past three decades clearly show that the emergence of new powers has coincided with the decline of the traditional powers. This gradual transition of power provides the non-aligned countries with an opportunity to play a significant and worthy role on the world stage and prepare the ground for a just and truly participatory global management. In spite of varying perspectives and orientations, we member states of this movement have managed to preserve our solidarity and bond over a long period of time within the framework of the shared values and this is not a simple and small achievement. This bond can prepare the ground for transitioning to a just and humane order.
Current global conditions provide the Non-Aligned Movement with an opportunity that might never arise again. Our view is that the control room of the world should not be managed by the dictatorial will of a few Western countries. It should be possible to establish and ensure a participatory system for managing international affairs, one that is global and democratic. This is what is needed by all the countries that have been directly or indirectly harmed as a result of the transgression of a few bullying and hegemonic countries.
The UN Security Council has an illogical, unjust and completely undemocratic structure and mechanism. This is a flagrant form of dictatorship, which is antiquated and obsolete and whose expiry date has passed. It is through abusing this improper mechanism that America and its accomplices have managed to disguise their bullying as noble concepts and impose it on the world. They protect the interests of the West in the name of “human rights”. They interfere militarily in other countries in the name of “democracy”. They target defenseless people in villages and cities with their bombs and weapons in the name of “combating terrorism”. From their perspective, humanity is divided into first-, second- and third-class citizens. Human life is considered cheap in Asia, Africa and Latin America, and expensive in America and Western Europe. The security of America and Europe is considered important, while the security of the rest of humanity is considered unimportant. Torture and assassination are permissible and completely ignored if they are carried out by America, the Zionists and their puppets. It does not trouble their conscience that they have secret prisons in various places on different continents, in which defenseless prisoners who have no legal representation and have not been tried in a court of law are treated in the most hideous and detestable way. Good and evil are defined in a completely one-sided and selective way. They impose their interests on the nations of the world in the name of “international law”. They impose their domineering and illegal demands in the name of “international community”. Using their exclusive and organized media network, they disguise their lies as  the truth, their falsehood as true, and their oppression as efforts to promote justice. In contrast, they brand as lies every true statement that exposes their deceit and label every legitimate demand as roguish.
Friends, this flawed and harmful situation cannot continue. Everybody has become tired of this faulty international structure. The 99 percent movement of the American people against the centers of wealth and power in America and the widespread protests of the people in Western Europe against the economic policies of their governments show that the people are losing their patience with this situation. It is necessary to remedy this irrational situation. Firm, logical and comprehensive bonds between member states of the Non-Aligned Movement can play an important        role in finding a remedy.
Honorable audience, international peace and security are among the critical issues of today’s world and the elimination of catastrophic weapons of mass destruction is an urgent necessity and a universal demand. In today’s world, security is a shared need where there is no room for discrimination. Those who stockpile their anti-human weapons in their arsenals do not have the right to declare themselves as standard-bearers of global security. Undoubtedly, this will not bring about security for themselves either. It is most unfortunate to see that countries possessing the largest nuclear arsenals have no serious and genuine intention of removing these deadly weapons from their military doctrines and they still consider such weapons as an instrument that dispels threats and as an important standard that defines their political and international position. This conception needs to be completely rejected and condemned.
Nuclear weapons neither ensure security, nor do they consolidate political power, rather they are a threat to both security and political power. The events that took place in the 1990s showed that the possession of such weapons could not even safeguard a regime like the former Soviet Union. And today we see certain countries which are exposed to waves of deadly insecurity despite possessing atomic bombs.
The Islamic Republic of Iran considers the use of nuclear, chemical and similar weapons as a great and unforgivable sin. We proposed the idea of “Middle East free of nuclear weapons” and we are committed to it. This does not mean forgoing our right to peaceful use of nuclear power and production of nuclear fuel. On the basis of international laws,        peaceful use of nuclear energy is a right of every country.  All should be able to employ this wholesome source of energy for various vital uses for the benefit of their country and people, without having to depend on others for exercising this right. Some Western countries, themselves possessing nuclear weapons and guilty of this illegal action, want to monopolize the production of nuclear fuel. Surreptitious moves are under way to consolidate a permanent monopoly over production and sale of nuclear fuel in centers carrying an international label but in fact within the control of a few Western countries.
A bitter irony of our era is that the U.S. government, which possesses the largest and deadliest stockpiles of nuclear arms and other weapons of mass destruction and the only country guilty of its use, is today eager to carry the banner of opposition to nuclear proliferation. The U.S. and its Western allies have armed the usurper Zionist regime with nuclear weapons and created a major threat for this sensitive region. Yet the same deceitful group does not tolerate the peaceful use of nuclear energy by independent countries, and even opposes, with all its strength, the production of nuclear fuel for radiopharmaceuticals and other peaceful and humane purposes. Their pretext is fear of production of nuclear weapons. In the case of the Islamic Republic of Iran, they themselves know that they are lying, but lies are sanctioned by the kind of politics that is completely devoid of the slightest trace of spirituality. One who makes nuclear threats in the 21st century and does not feel ashamed, will he feel ashamed of lying?
I stress that the Islamic Republic has never been after nuclear weapons and that it will never give up the right of its people to use nuclear energy for peaceful purposes. Our motto is: “Nuclear energy for all and nuclear weapons for none.” We will insist on each of these two precepts, and we know that breaking the monopoly of certain Western countries on production of nuclear energy in the framework of the Non-Proliferation Treaty is in the interest of all independent countries, including the members of the Non-Aligned Movement.
The Islamic Republic's successful experience in resistance against the bullying and comprehensive pressures by America and its accomplices has firmly convinced it that the resistance of a unified and firmly determined nation can overcome all enmities and hostilities and open a glorious path to its lofty goals. The comprehensive advances made by our country in the last two decades are facts for all to see, as repeatedly attested by official international observers. All this has happened under sanctions, economic pressures and propaganda campaigns by networks affiliated with America and Zionism. The sanctions, which were regarded as paralyzing by nonsensical commentators, not only did not and will not paralyze us, but have made our steps steadier, elevated our resolve and strengthened our confidence in the correctness of our analyses and the inborn capacities of our nation. We have with our own eyes repeatedly witnessed divine assistance in these challenges.
Honored guests, I deem it necessary to speak about a very important issue, which though related to our region has dimensions extending far beyond it and which has influenced global policies for several decades. This issue is the agonizing issue of Palestine. The summary of this matter is that on the basis of a horrible Western plot and under the direction of England in the 1940s, an independent country with a clear historical identity called “Palestine” has been taken away from its people through the use of weapons, killings and deception and has been given to a group of people the majority of whom are immigrants from European countries. This great usurpation – which at the outset was accompanied with massacres of defenseless people in towns and villages and their expulsion from their homes and homeland to bordering countries – has continued for more than six decades with similar crimes and continues to        this very day. This is one of the most important issues of the human community.
Political and military leaders of the usurping Zionist regime have not avoided any crimes during this time: from killing the people, destroying their homes and farms and arresting and torturing men and women and even their children, to humiliating and insulting that nation and trying to destroy it in order to digest it in the haraam-eating stomach of the Zionist regime, to attacking their refugee camps in Palestine itself and in the neighboring countries where millions of refugees live. Such names as Sabra and Shatila, Qana and Deir Yasin have been etched in the history of our region with the blood of the oppressed Palestinian people.
Even now after 65 years the same kind of crimes marks the treatment of Palestinians remaining in the occupied territories by the ferocious Zionist wolves. They commit new crimes one after the other and create new crises for the region. Hardly a day passes without reports of murder, injury and arrests of the youth who stand up to defend their homeland and their honor and protest against the destruction of their farms and homes. The Zionist regime, which has carried out assassinations and caused conflicts and crimes for decades by waging disastrous wars, killing people, occupying Arab territories and organizing state terror in the region and in the world, labels the Palestinian people as “terrorists”, the people who have stood up to fight for their rights. And the media networks which belong to Zionism and many of the Western and mercenary media repeat this great lie in violation of ethical values and journalistic commitment, and the political leaders who claim to defend human rights have closed their eyes on all these crimes and support that criminal regime shamelessly and boldly and assume the role of their advocates.
Our standpoint is that Palestine belongs to the Palestinians and that continuing its occupation is a great and intolerable injustice and a major threat to global peace and security. All solutions suggested and followed up by the Westerners and their affiliates for “resolving the problem of Palestine” have been wrong and unsuccessful, and it will remain so in the future. We have put forth a just and entirely democratic solution. All the Palestinians – both the current citizens of Palestine and those who have been forced to immigrate to other countries but have preserved their Palestinian identity, including Muslims, Christians and Jews – should take part in a carefully supervised and confidence-building referendum and chose the political system of their country, and all the Palestinians who have suffered from years of exile should return to their country and take part in this referendum and then help draft a Constitution and hold elections. Peace will then be established.
Now I would like to give a benevolent piece of advice to American politicians who always stood up to defend and support the Zionist regime. So far, this regime has created countless problems for you. It has presented a hateful image of you to the regional peoples, and it has made you look like an accomplice in the crimes of the usurping Zionists. The material and moral costs borne by the American government and people on account of this are staggering, and if this continues, the costs might become even heavier in the future. Think about the Islamic Republic's proposal of a referendum and with a courageous decision, rescue yourselves from the current impossible situation. Undoubtedly, the people of the region and all free-thinkers across the world will welcome this measure.
Honorable guests, now I would like to return to my initial point. Global conditions are sensitive and the world is passing through a crucial historical juncture.  It is anticipated that a new order shall be born. The Non-Aligned Movement, which includes almost two-thirds of the world community, can play a major role in shaping that future. The holding of this major conference in Tehran is itself a significant event to be taken into consideration. By pooling our resources and capacities, we members of this movement can create a new historic and lasting role towards rescuing the world from insecurity, war and hegemony.
This goal can be achieved only through our comprehensive cooperation with each other. There are among us quite a few countries that are very wealthy and countries that enjoy international influence. It is completely possible to find solutions for problems through economic and media cooperation and through passing on experiences that help us improve and make progress. We need to strengthen our determination. We need to remain faithful to our goals. We should not fear the bullying powers when they frown at us, nor should we become happy when they smile at us. We        should consider the will of God and the laws of creation as our support. We should learn lessons from what happened to the communist camp two decades ago and from the failure of the policies of so-called “Western liberal democracy” at the present time, whose signs can be seen by everybody in the streets of European countries and America and in the insoluble economic problems of these countries. And finally, we should consider the Islamic Awakening in the region and the fall of the dictatorships in North Africa, which were dependent on America and were        accomplices to the Zionist regime, as a great opportunity. We can help improve the “political productivity” of the Non-Aligned Movement in global governance. We can prepare a historic document aimed to bring about a change in this governance and to provide for its administrative tools.  We can plan for effective economic cooperation and define paradigms for cultural relationships among ourselves. Undoubtedly, establishing an active and motivated secretariat for this organization will be a great and significant help in achieving these goals.

دارالحدیث




دارالحدیث 


 
  • ایران - قم المقدسة  
  • مؤسسه علمی - فرهنگی دارالحدیث  
  • Iran - Qom

Rabu, 29 Agustus 2012

Info Penerimaan Menjadi Prajurit "PERWIRA KARIR TNI AD"



PERSYARATAN PENERIMAAN PRAJURIT KARIER

a. Persyaratan umum :

1) Warga Negara Indonesia, bukan prajurit TNI, Anggota Polri dan PNS.
2) Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
3) Setia dan Taat kepada Pancasila dan UUD 1945.
4) Berkelakuan baik.
5) Sehat jasmani dan rohani.
6) Tidak sedang kehilangan hak untuk menjadi Prajurit TNI berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
7) Belum pernah menikah dan sanggup tidak menikah selama mengikuti program Mahasiswa Beasiswa TNI calon Pa PK.
8) Bersedia menjalani ikatan Dinas Pertama (IDP) sekurang-kurangnya 10 tahun setelah dilantik menjadi Perwira TNI.
9) Bersedia ditempatkan dan ditugaskan di seluruh wilayah Republik Indonesia serta tugas lain.
10) Tinggi badan tidak kurang dari 160 Cm bagi Pria dan 155 Cm bagi Wanita dengan berat badan seimbang menurut ketentuan yang berlaku dan disesuaikan kebutuhan Angkatan.
11) Harus ada persetujuan dari orang tua /wali bagi yag\ng belum berusia 21 tahun.
12) Bagi yang sudah bekerja :
a) Surat persetujuan dari Kepala Jawatan /Instansi yang bersangkutan
b) Bersedia diberhentikan dari status pegawai, bial diterima.

b. Calon Pa PK TNI sumber S.I / D.III.

a) Berijazah Profesi ( Kedoteran, Farmasi, Psikologi ), Sarjana (SI) dan Program D.III Negeri atau yang dipersamakan, sesuai jurusan / program studi yang ditentukan dilengkapi dengan transkrip studi. Bagi yang berasal dari Perguruan Tinggi swasta harus sudah lulus ujian negara.
(1) Usia tidak lebih dari 25 tahun bagi D.III, 27 tahun bagi S.I lainnya, dan 30 tahun bagi profesi Dokter Umum dihitung saat pembukaan Dikma.
(2) Nilai IPK sudah akumulasi dengan ujian negara :
(a) Bagi Dokter Umum sekurang-kurangnya 2,10
(b) Bagi S 1 Apoteker dan Psikologi sekurang-kurangnya 2,25
(c) Bagi S 1 Lainnya sekurang-kurangnya 2,70
(d) Bagi D. III sekurang-kurangnya 2,50
b) Khusus untuk kedokteran, Farmasi dan Psikologi telah lulus dan mendapatkan ijazah profesi Dokter / Apoteker / Psikolog.

Catatan :
Usia dihitung mulai buka pendidikan pertama pada Minggu 11 Desember 2002.

PERSYARATAN PENERIMAAN PRAJURIT SUKARELA DINAS PENDEK

a) Persyaratan umum :

1) Warga Negara Indonesia, bukan prajurit TNI, Anggota Polri dan PNS.
2) Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
3) Setia dan Taat kepada Pancasila dan UUD 1945.
4) Berkelakuan baik.
5) Sehat jasmani dan rohani.
6) Tidak sedang kehilangan hak untuk menjadi Prajurit TNI berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
7) Belum pernah nikah dan sanggup tidak menikah selama mengikuti program Mahasiswa Beasiswa TNI calon Pa PK.
8) Bersedia menjalani ikatan Dinas Pertama (IDP) sekurang-kurangnya 10 tahun setelah dilantik menjadi Perwira TNI.
9) Bersedia ditempatkan dan ditugaskan di seluruh wilayah Republik Indonesia serta tugas lain.
10) Tinggi badan tidak kurang dari 160 Cm bagi Pria dan 155 Cm bagi Wanita dengan berat badan seimbang menurut ketentuan yang berlaku dan disesuaikan kebutuhan Angkatan.
11) Harus ada persetujuan dari orang tua /wali bagi yag\ng belum berusia 21 tahun.
12) Bagi yang sudah bekerja :
a) Surat persetujuan dari Kepala Jawatan /Instansi yang bersangkutan
b) Bersedia diberhentikan dari status pegawai, bila diterima.

b) Calon Pa PSDP Penerbang.

1) Usia antara 18-22 tahun yang dihitung saat pembukaan Dikma.
2) Lulusan SMU program IPA.
3) NEM disesuaikan dengan rata-rata Nasional.

***
Bagi para Sarjana yang berminat dan menyukai tantangan / petualangan serta berjiwa patriotik, segera daftarkan diri anda di Kodam, Lanal, Lanud, Korem dan Kodim terdekat. Pendaftaran secara online serta info lebih lengkap dapat di akses melalui http://rekrutmen-tni.ilmci.com/. sumber : http://tni.mil.id/index2.php?page=perwirakarir.html

Kamis, 16 Agustus 2012

BMW Asia continues as the Official Car for Standard Chartered Marathon Singapore 2012 for 2nd year.

BMW Asia continues as the Official Car for Standard Chartered Marathon Singapore 2012 for 2nd year. 
 
 

The new BMW X1 - Car-to-car. (05/2012)
Singapore. BMW Asia today announced its appointment as the official car for the Standard Chartered Marathon Singapore 2012 (SCMS) for the second consecutive year. Additionally, BMW Asia will be offering a brand new BMW X1 sDrive20i as the winning prize.

“BMW is very excited to be the co-sponsor and official car of the Standard Chartered Marathon 2012 for the second consecutive year. Many may not realize that marathon running and BMW cars have so much in common. While marathon runners aim to cover as much distance with as little energy spent, BMW cars are engineered to achieve more power without compromising on fuel efficiency and CO2 emissions thanks to the Efficient Dynamics technology,” said Mr Neil Fiorentinos, Managing Director of BMW Group Asia.

The philosophy behind the Efficient Dynamics technology comprises of a highly efficient engine through air and fuel management, minimised energy loss, lightweight design and superior aerodynamics. In principle, these are also core aspects of marathon running; proper breathing techniques, efficient use of energy and lightweight or aerodynamic running gear.

BMW’s Participation in Standard Chartered Marathon Singapore 2012
Similar as before, BMW Asia will be unveiling a series of initiatives aimed at further engaging participants and improving the race experience for SCMS 2012 runners, in the lead up to and during the race on 2 December 2012.

Runners of the Full and Half Marathon will also have a chance to win a brand new BMW X1 sDrive20i by joining Team BMW. This will be complemented with a series of activities including running clinics where runners will be given expert coaching to hone their technique and performance ahead of SCMS 2012.

BMW will also be sponsoring the pacers programme for Full Marathon runners to help them improve and achieve their personal bests. And as the official car, a fleet of more than 20 BMW cars will be deployed to provide medical, logistics and operational support on race day.

Win the BMW X1 sDrive20i
All Singapore citizens and Singapore Permanent Residents, who are 18 years and above as of the date they signed up for either the Full Marathon or Half Marathon race category of the SCMS 2012, will be eligible to win the BMW X1 sDrive20i simply by registering for Team BMW. A point system and random draw will then determine the lucky winner of the BMW X1 sDrive20i, which will be conducted on 12 December 2012.

The BMW X1 is a tremendously popular compact all-rounder that has proved to be a bestseller with more than 300,000 units already delivered worldwide. The stand-out position of the BMW X1 is also reflected in the many national and international prizes bestowed on the BMW X model in recognition for its designed, deriving characteristics and high safety levels, including; Readers’ Choice for Off-Roader of the Year by “OFF ROAD” magazine, Red Dot Designed Award 2011 and 5-star Euro NCAP safety rating, just to name a few.

Now, the new BMW X1 comes equipped with a more powerful engine powered by BMW TwinPower Turbo technology and a broad spread of BMW EfficientDynamics technology fitted as standard to give the sports utility vehicle the tools to further increase its lead over the competition in terms of sporting ability and efficiency.


The BMW Group
The BMW Group is one of the most successful manufacturers of automobiles and motorcycles in the world with its BMW, MINI, Husqvarna Motorcycles and Rolls-Royce brands. As a global company, the BMW Group operates 25 production and assembly facilities in 14 countries and has a global sales network in more than 140 countries.

In 2011, the BMW Group sold about1.67 million cars and more than 113,000 motorcycles worldwide. The profit before tax for the financial year 2010 was euro 4.8 billion on revenues amounting to euro 60.5 billion. At 31 December 2010, the BMW Group had a workforce of approximately 95,500 employees.

The success of the BMW Group has always been built on long-term thinking and responsible action. The company has therefore established ecological and social sustainability throughout the value chain, comprehensive product responsibility and a clear commitment to conserving resources as an integral part of its strategy. As a result of its efforts, the BMW Group has been ranked industry leader in the Dow Jones Sustainability Indexes for the last seven years.
www.bmwgroup.com
Facebook: http://www.facebook.com/BMWGroup
Twitter: http://twitter.com/BMWGroup
YouTube: http://www.youtube.com/BMWGroupview

Issued by:

BMW Asia Pte Ltd
Corporate Affairs Department
Sethipong Anutarasoti
Tel: +65 6838 9630
Email: Sethipong.anutarasoti@bmwasia.com

Daniel Chan
Tel: +65 6838 9639
Email: daniel.chan@bmwasia.com
Media Website: www.press.bmwgroup.com
 

Warga Korban Kebakaran Maruyung Tuntut Keadilan…!

Warga Korban Kebakaran Maruyung Tuntut Keadilan…!

Sudah hampir satu minggu kurang lebih warga korban kebakaran di Desa Maruyung Kecamatan Pacet Kabupaten Bandung diterlantarkan, terlihat tidak jelasnya atas hak-hak warga korban yang semestinya di dapatkan, Sementara dalam kasus bencana ini sudah jelas setelah terjadi kebakaran satu hari kemudian Bupati menyatakan dalam no status darurat bencana kebakaran Bupati Bandung 367/1088A/BPBD tanggal 08 Agustus 2012, tanggap darurat dinyatak satu minggu lamanya, dan status tersebut di perpanjang selama tiga hari lamanya sementara no status suratnua sedang di buat hari ini.

Menurut Cecep Yusuf Mulyana selaku Koordinator Baraya Bandung PSDK  menyatakan dalam kasus ini ada kesengajaan pengelantaran bagi warga korban kebakaran yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah.  Halnya menurut dia bahwa dalam proses tanggap darurat tidak hanya cukup untuk melakukan evakuasi dan membuat posko pengungsian saja namun perlindungan dan atas hak warga harus bisa tersampaikan dan terfasilitasi oleh pemerintah, ada kebutuhan warga yang tidak terdapatkan salah satu dalam kebutuhan dasarnya, tidak adanya sanitasi atau air bersih dan penyikapan terdap pendidikan dan kesehatan korban.
Sementara Dalam Perbub No 11 Tahun 2012 tentang perubahan atas Perbub No 6 tahun 2012 yang isinya tentang dana hibah, dana sosial dan bantuan uang belanja yang tidak terduga yang bersumber dari APBD yang artinya setelah dinyatakan tanggap darurat seharusnya dana bantuan daerah ( BUD ) bisa dicairkan bagi warga korban, namun hal tersebut tidak dilakukan oleh pemerintah dan tidak jelas apa alasannya, sisi lain bunyi dalam perbub no 11 pasal 69 ayat 5 dinyatakan dalam satu hari setelah kejadian, uang untuk tanggap darurat harus bisa dikeluarkan seandainya di perpanjang maka harus ada penambahan uang untuk tanggap daruart.

Kami bersama Warga berniat ingin melakukan audiensi dengan kepala BPBD  Kab.Bnadung, namun sayang nya beliau tidak ingin merespon terhadap surat permohonan tersebut dengan alasan sibuk mempersiapkan kegiatan 17 agustusan sementara yang kami tahu beliau sebagai kepala BPBD sekaligus Setda tidak mungkin untuk ikut campur secara tekhnis dalam mempersiapkan hari kemerdekaan dal hal ini membuat kekecewaan di hati warga dan kami, keprihatihan di dapat kembali ketika para wakil rakyat Komisi D DPRD Kab.Bandung datang ke lokasi hanya sekedar melakukan kunjungan saja tanpa ada hal yang semestinya mereka perjuangkan di kemudian.

Hal lain yang kami kritisi dalam UU No 24 Tahun 2007 Tentang penanggulangan bencana pada pasal 1 ayat 10 di katakan Tanggap darurat bencana  adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda,pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan serta pemulihan prasarana dan sarana. Yang kedua dalam Perka BNPB No 10 tahun 2010 Tentang pedoman tanggap Darurat dalam pasal 13 ayat 1 dan 3 Di katakan bahwa tanggap darurat harus melihat dari sisi kemanusiaan, keadilan serta hukumnya sama halnya dalam prinsipnya harus cepat dan tepat, nondiskriminatif dan nonproletisi, yang artinya kami melihat dari beberapa kejadian, pemerintah sangat lamban dan tidak mengacu terhadap aturan yang ada sehingga kerentanan untuk pelanggaran dan kesalahan akan sellu di dapat jika prilaku tersebut tidak dirubah.
Jelas jika dikaitkan dengan kejadian yang terjadi bahwa kata kesengajaan dalam pengelantaran korban kebakaran tersebut begitu tepat. Dimana asas perlindungan, keadilan, dan terhadap hak-hak warga yang seharusnya di dapatkan tidak terlihat baik di dapatkan korban dan hal ini harus di pertanggung jawabkan oleh pemerintah.
Oleh karena itu, kami menuntut :
1.   Tanggung jawab SETDA sebagai kepala BPBD terhadap status bencana kebakaran di Maruyung dengan menjalankan amanat Undang-undang No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan Perbub No 11 Tahun 2012 tentang perubahan atas Perbub No 6 tahun 2012 yang isinya tentang dana hibah, dana sosial dan bantuan uang belanja yang tidak terduga.
2.      Bupati Kabupaten Bandung harus berani dan bertanggung jawab terhadap masyarakat yang terkena musibah bencana
3.  Anggota dewan bertanggung jawab dalam kasus korban kebakaran tersebut dalam upaya menjamin hak-hak dasar warga korban dan solusi
4.   Melaporkan Pemerintahan (Bupati dan Sekda ) kepada Pihak Kepolisian atas pelanggaran aturan kebencanaan dan penelantaran dan  kelalaian dalam menangani korban pada masa tanggap darurat.
Bandung, 16 Agustus 2012
Staff Advokasi Kebencanaan
WALHI Jawa Barat


Wahyudin
081218694471

Inilah Transkrip Pertemuan 9 Oktober (I)

Inilah Transkrip Pertemuan 9 Oktober (I)
Penulis : Hindra Liauw | Rabu, 15 Agustus 2012 | 23:58 WIB
TRIBUN NEWS/DANY PERMANAPresiden Susilo Bambang Yudhoyono, di Istana Negara, Rabu (15/8/2011), memberikan keterangan pers terkait pertemuan 9 Oktober 2008. Presiden menegaskan bahwa pertemuan pada tanggal tersebut sama sekali tidak membahas soal bailout Bank Century, melainkan konsultasi dengan auditor dan penegak hukum mengenai antisipasi kemungkinan datangnya krisis ekonomi.
 
JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bersumpah bahwa dirinya tak membahas soal penyertaan modal sementara senilai 600 juta dollar AS kepada Bank Century pada 9 Oktober 2008, sebagaimana ditudingkan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Antasari Azhar.
"Saya katakan di hadapan Allah SWT, sama sekali tidak ada. Tidak ada yang menyinggung soal Bank Century. Apalagi membahas yang namanya bailout," ujar Presiden dalam konferensi pers di Istana Negara, Rabu (15/8/2012) malam.
Selain membeberkan kronologi rapat, Kepala Negara membeberkan transkrip rapat yang digelar di Kantor Presiden, Jakarta, dan dihadiri anggota jajaran Kabinet Indonesia Bersatu I, antara lain Menko Polhukam Widodo AS, Menteri Koordinator Perekonomian ad interim Sri Mulyani, Menteri Sekretaris Negara Hatta Rajasa, Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi, Kepala Polri Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri, Jaksa Agung Hendarman Supandji, Menteri BUMN Sofyan Djalil, Ketua BPK Anwar Nasution, dan Ketua BPKP Didi Widayadi.
Berikut ini adalah transkrip pertemuan tersebut.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono:

Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.
Saudara Pimpinan BPK, Pimpinan KPK, Pimpinan BPKP, para Menteri, Jaksa Agung, Kapolri, yang saya hormati.
Pertama-tama, saya mengucapkan terima kasih atas kehadiran di ruangan ini untuk memenuhi undangan saya.
Kita sama-sama mengikuti dinamika dan per­kem­bangan perekonomian kita sebagai bagian dari perekonomian dunia. Kita sering mendengar bahwa in crucial things, unity. Dalam menghadapi masa sulit diperlukan kebersamaan dan persatuan. Salah satu kegagalan dan buruknya keadaan negara kita 10 tahun yang lalu, 1998, karena absennya not only leadership dalam berbagai hal, tapi juga sinergi, kebersamaan di antara kita semua waktu itu.
Oleh karena itu, sambil kita sama-sama membangun semangat untuk melihat ke depan, melihat ke belakang untuk memetik pelajarannya supaya tidak terjadi lagi, saya sungguh ingin mengajak semua para penyelenggara negara untuk kita betul-betul sama-sama melangkah ke depan.
Pak Anwar Nasution masih ingat waktu Undang-Undang Dasar kita belum diamandemen, dulu ada penjelasan. Penjelasan itu saya kira Pak Antasari juga masih ingat ya, garis besarnya itu maju mundurnya kehidupan negara itu sangat tergantung pada semangat daripada penyelenggara negara. Bunyinya begitu, semangat daripada penyelenggara negara. lni masih berlaku sebetulnya, kita melangkah bersama.
Oleh karena itu, saya senang Bapak berkenan hadir semuanya hari ini. Dalam kapasitas saya sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara, saya ingin menjelaskan secara singkat what’s going on di negara kita ini sebagai, sekali lagi, aliran dinamika global, dan langkah-langkah ke depan seperti apa yang mesti kita tempuh, konstruksi penyelesaian masalah seperti apa, karena dalam situasi seperti ini, bisa jadi nanti ada isu-isu yang berkaitan dengan sistem, tatanan, dalam utamanya segi-segi pengambilan keputusan dan tindakan yang mesti dilakukan dengan cepat.
Ketika saya menerima Mahkamah Konstitusi beberapa hari yang lalu, lengkap dengan hakim Mahkamah Konstitusinya, saya juga sampaikan, bisa jadi nanti ada yang me­-review, men-challenge, karena undang-undang tidak mengatur ada tindakan-tindakan yang kita ambil untuk menyelamatkan negara, dipermasalahkan. Nah, dalam keadaan seperti itu, tanpa saya mengintervensi kewenangan dari Mahkamah Konstitusi, patut kita berkomunikasi, misalnya Mahkamah Konstitusi menanyakan apa latar belakangnya dan pikiran-pikiran ketika sebuah keputusan diambil.
Dalam konteks itulah, saya ke hadapan para pimpinan lembaga negara yang hadir, terutama yang tidak di bawah koordinasi saya, Pak Anwar Nasution, Pak Antasari, kita bisa menyatukan penglihatan dan persepsi. Dengan demikian, upaya kita untuk memetik pelajaran masa lalu dan sekarang, kita harus lebih melihat ke depan, itu betul-betul bisa terwujud dengan baik.
Bu Ani terpaksa kita panggil kembali. Beliau yang minta dipanggil. Mestinya masih ada urusan di Amerika, tapi dalam keadaan begini, tidak tega kalau beliau meninggalkan saya. Jadi sampai di Dubai langsung balik kanan. Bagus itu. Itu namanya crisis action leader, dan kita insya Allah semua ada di situ.
Saya minta kesabaran. Saya akan ceritakan 10-15 menit hal-hal yang pokok dari pertemuan kami kemarin tanggal 6. Jadi saya undang, di samping jajaran kabinet utuh, BUMN yang berskala besar, LPND, lantas KADIN, private sectors yang besar-besar, ekonom, pengamat, dan juga pimpinan media massa. Jadi konsep kita itu Indonesia incorporated.
Dari itu semua, hanya dua yang ingin saya sampaikan, Bapak/lbu.
Yang pertama, mungkin sudah mendengar, saya itu punya keyakinan penuh bahwa todays situation is much different dengan the situation in 1998. Tidak sama. Tidak berarti kita lalai, tidak waspada, underestimate tetapi sesungguhnya jauh berbeda.
Oleh karena itu, tidak ada alasan untuk kita panik, kemudian kita tidak bisa berpikir jernih, over react, dan akhirnya salah. lni yang ingin saya sampaikan. Oleh karena itu, waktu itu direktif saya, saya beri judul: "Untuk memelihara momentum pertumbuhan sekarang ini, sambil menyelamatkan perekonomian kita dari krisis keuangan global." Coba masuk ke slide nomor 6.
lni Pak Anwar pasti lebih menguasai sebagai ekonom senior, saya ekonom yunior, langsung praktik lagi.
Baik, yang pertama, dulu 1997-1998, mengapa kita begitu dalam kejatuhan kita, ada masalah fundamental kita, ada market panic, ada vulnerabilities, legal framework, aturan yang tumpang tindih dan sebagainya. Tiga-tiganya itu ada. Mengapa krisis di Indonesia sungguh severe waktu itu, ada misgovernance. Karena itulah Bapak-bapak harus bekerja siang dan malam untuk itu. Ada corruption yang meluas, mendalam.
Oleh karena itulah Pak Antasari bekerja siang malam sekarang. Ada krisis politik sebetulnya saat-saat akhir Pak Harto, terus akhirnya terjadi peristiwa Mei itu, dan seterusnya.
Lantas jangan diabaikan ada insecurity of the ethnic Chinese, capital out flow, mereka hijrah luar biasa dulu, karena peristiwa Mei. Minyak pun jatuh harganya di bawah 20 dollar AS per barrel. Kemudian terjadi El Nino, kekeringan panjang, susah. Nah, ditambah lagi the breakdown in public order dan terjadinya communal conflicts di Sampit, di Maluku, Maluku Utara, Poso, dan sebagainya. Ini potret dulu, pantas kalau krisis kita sungguh buruk.
Secara ekonomi, mengapa juga buruk? Demand drop luar biasa, private investment mengalami penurunan yang drastis, public investment expenditure mengalami pengurangan yang signifikan. Output, bayangkan, dari 7 persen sebelumnya, minus 12-13 persen, income per capita dari 1.100 dollar AS drop 400 dollar AS saja. Belum real income pada tingkat grassroots.
Nah, budget defisit kalau sekarang, meskipun tan­tangannya sangat berat untuk APBN kita, tapi kita belum bicara di atas 2 persen. Dulu 8,5 persen, itu pun bukan untuk ekspansi fiskal sebagaimana remedy, resep yang dianjurkan Keynes menghadapi krisis. Itu habis untuk food, untuk other subsidies for the poor, yang kira-kira berkaitan dengan social safety net yang memang itu juga needed.
Nah, ini disampaikan di tahun 1999 waktu itu, bukan sekarang. Dia, para pakar itu mengatakan, Indonesia itu bagaimana, kira-kira cepat enggak recover-nya itu. Jawabannya ya tergantung, apakah cepat Anda memulihkan private demand, apakah cepat Anda memulihkan kepercayaan. Bagaimana Anda menyelesaikan masalah broken banking system, dan kemudian bagaimana Anda mengatasi utang, debt resolution yang ratusan triliun jumlahnya waktu itu.
Saudara-saudara, mengapa lima butir ini saya angkat, untuk saya mengajak Saudara-saudara sebagai penyelenggara negara yang lain untuk ikut menenangkan keadaan, dan tidak perlu kita lebih panik dibandingkan orang lain yang mestinya lebih tidak memahami hal-hal yang fundamental seperti ini.
Nah, dari situ, saya langsung saja masuk kepada apa yang saya harapkan bagi kita semua yang kemarin hadir, untuk diketahui oleh Bapak/lbu sekalian sehingga nanti ketika ada isu yang berkaitan dengan hal-hal tertentu, dapat memahami konteksnya, memahami latar belakangnya.
Masuk saja langsung slide nomor 26. Ini capaian-capaian ekonomi selama 4 tahun, meskipun masih banyak PR, tapi ada achievement yang tidak boleh kita sia-siakan momentumnya, tapi saya bypass saja.
Baik, jadi yang pertama, Pak Anwar dan teman-teman yang lain, ini yang paling mendasar. Kita harus tetap optimis, bersatu dan bersinergi untuk memelihara momentum pertumbuhan, mengelola dan mengatasi dampak krisis keuangan Amerika Serikat. Situasi sekarang jauh berbeda dengan situasi 1998 dan seterusnya­ dan seterusnya. Dan lihat, mari kita jaga kepercayaan masyarakat.
Ini Amerika yang mbahnya capitalism, mbahnya ekonomi pasar, mbahnya orang yang bisa mengelola finansial dan seterusnya, mengapa lebih buruk, karena ternyata confidence mereka juga drop. Trust di antara lembaga-lembaga keuangan mereka juga rendah sekarang ini.
Jadi bukan hanya Indonesia yang sering panik, sering tidak percaya diri. Negara maju pun yang selama ini mengajari kita, guru kita, juga mengalami masalah yang luar biasa. Itu direktif saya yang pertama kemarin.
Yang kedua, ini memang PR yang saya berikan, tugas yang saya berikan bahwa meskipun keadaan sulit, tapi bagaimanapun kita harus berusaha sangat keras, berusaha maksimal untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi 6 persen. Ini achievable. Manakala skenarionya lebih buruk daripada yang kita pikirkan, yang terjadi sekarang ini ya explainable mengapa tidak sampai 6 persen. Tetapi sekuat tenaga harus kita jaga.
Kita tahu komponen growth itu dari segi demand, demand side, consumption, government expenditure, investment, dan net export dan import. Yang saya minta kemarin kepada seluruh pihak termasuk private sectors untuk menjaganya bersama-sama.
Nah, yang poin ketiga, mari kita manfaatkan per­ekonomian domestik. Ini banyak orang yang tidak tahu bahwa exposure capital market kita ini sebagai sumber pembiayaan, tidak sama dengan negara-negara maju yang sangat mempengaruhi. Kita tidak sebesar mereka. Lantas komponen ekspor kita terhadap growth itu juga tidak sama dengan negara-negara yang ekonominya export oriented economy.
Jadi sebetulnya kita punya capital, punya resources, punya budget, punya sumber-sumber ekonomi lokal yang tidak harus ikut­ ikut terjatuh dalam suasana seperti ini, dari Wall Street ini. Kita masih ingat sabuk pengaman perekonomian kita 1998 dulu kan UKM, koperasi, sektor informal, malah itu yang tenang dulu. Yang berjatuhan yang ekonomi formal, perusahaan-perusahaan, konglomerat, dan sebagainya. Jadi saya punya keyakinan ini pun sebetulnya harus kita daya gunakan dengan baik.
Nomor tiga, nah, ini budget. Budget ini memang kita memilih solusi fiskal bukan berarti solusi moneter tidak penting, tetapi dua-duanya mixed, dan yang lebih cepat, yang lebih direct itu biasanya solusi fiskal untuk pertumbuhan dan untuk social safety net. Exercise yang dilaksanakan Departemen Keuangan, Bapak-bapak, insya Allah tidak akan terganggu. Alokasi biaya untuk pembangunan infrastruktur dan stimulasi pertumbuhan lainnya agar growth dan employment creation itu kita jaga.
Dan juga insya Allah tidak akan berkurang alokasi untuk penanggulangan kemiskinan atau social safety net karena kita harus berempati pada mereka. Program-program tiga cluster yang lainnya akan kita jaga dalam komponen pengeluaran pemerintah dalam budget kita.
Nah, yang mesti kita perhatikan masalah defisit. Defisit ini, Bu Ani sedang melaksanakan exercise, kalau harga minyak sekarang asumsi 95 dollar AS, berapa. Tapi saya sudah minta tolong di-exercise kalau harga minyak 80 dollar AS. Sekarang, hari ini, minggu ini, ICP sudah 80 dollar AS. Jadi kalau 2009 bertahan harga seperti ini, berarti mestinya asumsi harga minyak dalam APBN 2009 ya 80 dollar AS. Mestinya begitu.
Nah, defisit ini, kalau itu terjadi, tidak akan lebih dari 2 persen, meskipun saya harap juga jangan terlalu kecil supaya ada ekspansi. Asalkan begini, dapat dibiayai, ditutup. Saudara tahu, tidak terlalu mudah sekarang mendapatkan sumber-sumber pembiayaan dalam situasi keuangan global seperti ini, tetapi however, my mission kepada Bu Ani dan semua teman-teman menteri bahwa sasaran kembar dual atau twin objective growth with equity ini harus tetap kita pertahankan. Itu yang nomor tiga.
Meski demikian, ini juga BPKP mesti melihat juga nanti tetap dilakukan BPK, saya mohonkan Pak Anwar juga melihat, saya menyerukan kepada seluruh jajaran pemerintahan, termasuk daerah, agar efisiensi dilakukan. Pembatasan terhadap pembelanjaan yang konsumtif yang dapat ditunda, ya tidak realistik kalau masih tetap dipertahankan dalam keadaan seperti ini. APBD ini kita harus keras Bu Ani, keras dalam arti mendisiplinkan.
Jangan sampai yang kurang tidur Jakarta, nanti daerah-daerah business as usual, masih studi banding ke Hongkong, gubernurnya masih liburan di Macau misalnya, wah ini kiamat negara kita. Mata saya sudah bengkak, Pak Antasari, ini akibat kurang tidur, mereka masih jalan-jalan gitu kan celaka nanti.
Oke, yang keempat, dunia usaha. Ini yang penting. Ini ya biasa, saya ini karena sering ketemu teman-teman businessman, ada yang sangat kooperatif, ada yang sangat sharing dengan kita perasaannya, tapi ada juga 1-2 yang dalam keadaan seperti ini, apa yang bisa dilakukan.
Penyakit ini masih ada, terus terang ya, terus terang masih ada. Oleh karena itu, saya memberikan moral appeal, ayolah, masa kita ulangi lagi rakyat kita harus menderita lagi gara-gara kita yang tidak "entos" gitu.
Jadi sektor riil ini maksud saya tetap bergerak. Bapak, jangan sampai ada PHK-PHK yang tidak perlu, bisa saja ekspansi berkurang. Ya memang mesti ada yang mengoreksi lagi dia. Kalau sektor riil tetap kita jaga to a certain degree maka pajak dan penerimaan negara tetap terjaga, dan unemployment harapan kita tidak meledak.
Nah, untuk ini tentu ada kewajiban Bank Indonesia dengan jajaran perbankan, bagaimana urusan kredit, urusan likuiditas ini tetap dipelihara. Kewajiban peme­rintah dan kita sudah, sedang, akan mengolah suatu policy, regulation, climate, dan incentive agar sektor riil ini tetap bergerak.
Dan kewajiban swasta, nah ini saya juga melihat ini baru tiga hari ada teman-teman bisnis yang paniknya luar biasa. SMS berapa kali masuk ke tempat saya ini. Wah, ini kok enggak bagus ini, meskipun yang lain kalem, tenang. Harus lebih resilient dan harus tetap mempertahankan kinerjanya, tetap mencari peluang dan share the hardship.
Ya tidak realistic dalam keadaan seperti ini enggak terganggu sama sekali dia punya pundi-pundi. Mesti ada gangguan, wong ini sangat bisa dijelaskan kok, dan makin tua kita, Pak Sofyan Djalil, saya itu makin tajam, 1-2 teman dunia usaha yang cara berpikirnya tidak sama, ada juga itu, oleh karena itu ya harus kita hentikan. Enggak boleh itu. ltu masalah sektor riil.
Yang kelima. Nah, ini untuk diketahui bahwa dunia uneven sekarang ini. Asia is in a better shape, in a better position dibandingkan Amerika dan Eropa karena jaringan finansial mereka interconnected sehingga berat. Tadi saya baru telepon Perdana Menteri Australia Rudd, meskipun urusannya lebih banyak bilateral, tapi kita juga membahas ini. Saya katakan begini, Pak, ini sedikit keluar, ini kan Australia, itu kan sekutunya Amerika.
Saya bilang dalam keadaan seperti ini Amerika dan negara-negara maju harus lebih bertanggung jawab, lebih berbuat, do more karena dia punya kapasitas. Kalau tidak, bagaimana kami yang negara berkembang ini yang tidak punya kemampuan seperti mereka. Jadi karena ini semua dipengaruhi oleh mereka, ya malah si Kevin Rudd, "Wah, setuju sekali, kalau perlu dipanggil saja itu...", siapa Din, tadi Din? diundang Duta Besar Amerika di sini, sampaikan itu.
Memang betul, ini kan kita kena getahnya. Betul ini, kena getahnya. Nah, oleh karena itu Asia somewhat menurut saya safer. Lebih aman. Itulah kemarin, menteri-menteri kami, Bapak, seperti Menteri Perdagangan, yang lain-lain, saya minta untuk cerdas memelihara komunikasi ini dengan Republik Rakyat Tiongkok, dengan tempat-tempat lain supaya kita bisa terus memelihara hubungan itu.
Saya juga titip pada orang-orang tertentu yang sedang ada di luar negeri, informal track. Coba, apa yang bisa dikerjasamakan untuk misalkan dari Timur Tengah, petro dollar mereka tentu tidak menabrak undang-undang. Dan ini Bu Ani dalam kapasitas sebagai Menko Perekonomian tolong produk kita harus lebih kompetitif, ekspor kita. Jangan sudah begini ada hambatan-hambatan birokrasi kita, hambatan-hambatan yang lainnya bersaing pun kalah, bagaimana mau bersaing sama dumping dari China, yang lain-lain nanti akan ke mana-mana. Ini kita dorong.
Yang keenam, Bapak, ya ini sudah sejak zaman Pak Harto ini kampanye produk dalam negeri. Kalau enggak salah Pak Ginanjar itu pernah menjadi Menteri urusan begini dulu, pernah kan? Ya seperti ini, yang tidak terlalu sukses itu dulu.
Nah, sekarang poinnya begini Pak, kalau ini kita gebrak betul produk dalam negeri, akan bagus neraca pembayaran kita karena sekarang tertekan. Yang berat ini sekarang masalah balance of payment kita. Jadi kalau ini kita perbaiki, insya Allah bagus sehingga tidak mengganggu.
Pasar domestik kita ini makin kuat Pak, makin tumbuh. Jadi Bapak, dengan abdi negara kita naikkan gajinya, dengan bantuan subsidi petani, nelayan, itu dia punya uang untuk membeli. Ini penyakit Pak, ini nomor tiga ini misi penegak hukum. Banyak masih ada saya rasakan departemen-departemen/kementerian yang lebih suka membeli dari luar negeri karena fee, karena komisi, karena yang aneh-aneh gitu, padahal bisa dibikin di dalam negeri.
Oleh karena itu incentive and disincentive system harus kita kenakan. Dan saya sudah minta ada Perpres saya yang mengatur, melaranglah ibaratnya, membeli barang-barang yang kita sendiri bisa di sini bagus sehingga hidup kita punya pasar.
Ini bidang garapnya BPKP, tentu BPK yang lebih luas, lebih atas, KPK, Kejaksaan, Kepolisian, ini masalah procurement. Ini yang saya belum puas sebetulnya selama 4 tahun ini. Masih ada budaya fee yang tidak masuk akal. Saya mengerti dalam negosiasi ada fee-lah gitu, tetapi ketika fee itu tidak dalam konsep fee kan itu masuk penyimpangan itu.
Terus cegah dumping barang luar negeri yang tidak tembus ke pasar Amerika Serikat belok ke pasar emerging market, ini sudah kita ketahui.
Yang ketujuh, ini adalah sinergi atau kemitraan. Pemerintah, Bank Indonesia dengan jajaran perbankan, swasta, dunia usaha. Saya worry kalau ada mistrust, ada prejudice di antara pemerintah, BI, dunia usaha, timbal balik. Harus ada trust dan bebaskan dari prejudice. Saya mengatakan kemarin dalam pertemuan, semua itu penting, swasta penting, pemerintah penting, Bank Indonesia penting, perbankan penting.
Kalau ada masalah, harapan saya di antara tripartit ini, troika ini, pemerintah, dunia usaha, dengan masyarakat, ataupun BI di situ ya pecahkan dengan baiklah. Ini Bapak lihat pada tahun 1998 tidak ada saling kepercayaan, tidak ada kebersamaan, strateginya SDM, Selamatkan Diri Masing-masing, sikap mental "Perusahaan boleh bangkrut, tetapi saya enggak boleh bangkrut", kan ada dulu perusahaannya bangkrut dia hidup tenang di Hongkong, di Shenzhen, di Guangzhou, dan sebagainya.
Dulu ada BPPN macam-macam sambil mengurusi terlalu banyak rezekinya. Itu enggak boleh. Jangan terjadi lagilah, ini sudah lewat, sudah enggak boleh terjadi ke depan.
Yang kedelapan, ini urusan kebanyakan di tempat kami ini Pak, ini ego sektoral dan, ya ego sektoral-lah. Masing-masing hanya melihat kepentingannya. Kalau ini yang terjadi ya merusak kepercayaan itu.
Terus yang kesembilan, ini tahun politik, Pak, tahun Pemilu, tetapi saya berharap kita ini harus non-partisan ya. Kalau sudah begini jangan untuk kepentingan partailah, jangan untuk kepentingan 2009, tapi untuk kepentingan selamatnya negara kita gitu.
Yang kesepuluh, ini masalah komunikasi dengan public. Statement yang terukur, yang diperlukan, dan sebagainya. Selesai.
Dari 10 direktif ini Bapak, yang saya ingin sampaikan nanti dalam kesempatan ini, bisa jadi karena ada tindakan yang harus diambil secara cepat, dan undang-undangnya mungkin belum tersedia, mekanismenya kan kalau itu mesti Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang. Tapi harus ada alasan apakah sungguh termasuk kegentingan yang memaksa.
Nah, kalau di tingkat bawah misalkan BUMN ada RUPS, untuk mengambil keputusan tertentu, tapi kalau harus 30 hari menunggunya misalnya, itu bisa panjang. Mungkin ada solusi instead of 30 hari, berapa hari, itu juga mungkin harus dilaksanakan untuk menyelamatkan. Nah, perkara-perkara inilah yang saya minta ada komunikasi, ada konsultasi di antara kita, dengan demikian tidak ada sesuatu yang tidak perlu terjadi.
Saya kira Pak Anwar, Pak Antasari, semua sepakat, saya pernah marah begini Pak, di Aceh itu, tsunami itu, kan banyak barang-barang berhenti di Pelabuhan Belawan. Those items were needed untuk segera di-deliver, dibagi-bagi.
Tetapi dengan alasan karena "aturannya belum ada" maka berhenti di situ. Kalau saya itu bukan orang yang, "wah, ini orang disiplin, yang bagus, yang karena enggak ada peraturannya ya enggak dikeluarkan". Kalau menurut saya malah yang begini ini kalau perlu dihukum itu.
Saya malah salut ada bupati, ada gubernur, enggak ada peraturannya, tapi wong ini mau mati orang ini kok, butuh alat kesehatan, butuh ini, keluarkan dulu. Nanti saya laporkan ke menteri atau ke Presiden, atau saya beri tahu nanti penegak hukum kasusnya begini. Asalkan tidak masuk kantong sendiri.
Itu yang saya maksudkan bahwa in time of crisis, there must be an action, decision that must be taken quickly, yang barangkali mungkin belum ada aturannya. Nah, saya dalam hal ini menganjurkan nanti kepada jajaran kami untuk communicate-lah dengan Bapak sekalian sehingga tidak masuk angin dan kemudian ke sana-kemari.
Itu menurut saya yang bisa terjadi. Bisa juga tidak Bapak/Ibu. Tapi kalau ada satu, dua, saya sudah minta jajaran pemerintah, beri tahu ya, penegak hukum, ini ada masalah ini dan supaya nanti tidak ditangkap wartawan terus ke sana-kemari.
Kadang-kadang maksud kita baik, tapi wartawan kan kreatif itu, wah, padahal bukan itu, hanya untuk selesai ini, ada yang responsive sana, terus menggelinding ke sana-kemari gitu. Ya memang harus kita hadapi dulu, yang penting di antara kita mengerti ada niat-niat yang baik.
Itu yang ingin saya sampaikan. Saya ingin mendengar langsung sekarang dari Pak Anwar Nasution, dan kemudian Pak Antasari dulu, kemudian baru nanti Jaksa Agung, Kapolri, dan Kepala BPKP, bagaimana kita melihat permasalahan ini dengan memahami apa yang tadi saya sampaikan. Silakan Pak Anwar.
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan
Bapak Presiden dan Bapak-bapak serta Ibu yang saya hormati. Saya mengucapkan terima kasih pada undangan ini. Sebetulnya saya simpati dan cemburu pada Bapak itu.
Presiden Republik Indonesia
Kok bisa?
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan
Karena Bapak ini mendapatkan you got your reward, Pak. Mulai dari tsunami sekarang subprime crisis itu, dan you handled it well, menunjukkan bahwa you are a good general, yang tidak banyak orang dapat tuh. Ini saya kira tantangan yang sangat baik. Jadi terus terang Pak saya simpati dan cemburu pada Bapak itu.
Yang kedua, saya setuju dengan kebersamaan yang tadi Bapak katakan itu pernah kita baca di surat kabar pada waktu Bernanke sama si Paulson ketemu sama Pelosi. Apa yang dilakukan oleh mereka itu minta kebersamaan. Nah si Paulson berlutut menyembah Pelosi.
Pelosi joke dia wah saya pikir kau bukan Katolik, memang kau bukan Katolik kau nyembah, berlutut kayak Katolik gitu. Lha yang kedua si Bernanke bilang, dia katakan kalau kita tidak ambil keputusan, ini sudah hari Kamis, minggu depan pada hari Senin tidak ada lagi ekonomi kita.
Nah di situ kita lihat. Pelosi ini adalah Demokrat. Nah jadi dengan cepat mereka mengambil kebersamaan untuk mengatasi persoalan itu. Nah saya sependapat sekali dengan Bapak itu, dan saya kira you handled it well, Pak Presiden. Nah dalam kaitan ini memang saya terus terang berkali-kali saya katakan kepada Bapak ya memang saya di-trained dan pengalaman saya bidang ekonomi.
Dalam kesempatan ini, saya minta izin pada Bapak nanti Pak Boediono, dia sudah beberapa kali bilang kita ketemu secara pribadi nanti. Pak Boediono dengan Bu Sri Mulyani barangkali mereka perlukan apa dari saya. Saya akan bantu, nah ini sudah di luar BPK ini.
Mengenai BPK, itu permintaan Bapak itu saya kira pas sekali. Nah tadi pagi datang pada saya Luhut Panjaitan, Fachrurozy, sama satu lagi partnership mereka membicarakan mengenai dia punya persoalan dengan PLN. Harga batu bara sudah naik, tapi per KWH itu belum bisa dinaikkan.
Saya bilang, ”Luhut Panjaitan, itu bukan urusan BPK itu, itu urusan PLN dan urusan Pak Menteri ESDM. BPK itu ndak boleh bijak. BPK itu harus berpegang pada aturan itu.
Nah, kalau you mau minta eskalasi harga, you talk to Pak Purnomo. You talk to PLN ya. Nah jelas bahwa BPK akan mengerti itu, jangan lawan sekali-kali mekanisme pasar, salah kalau suruh lawan itu. Itu hukum alam itu. Tapi kembali untuk mengubah harga, itu bukan kewenangan kita itu.
Itu kewenangan Pak Purnomo. Pemerintah yang punya kewenangan itu. Nah, jadi ini yang akan kami pegang Pak. Jadi kembali kalau ada nanti perubahan-perubahan, BPK bukan pengambil kebijakan. Kami akan tetap berpegang pada aturan main yang ditetapkan oleh Pemerintah dan DPR.
Nah kalau arah perubahan yang diperlukan is not our business untuk melakukan perubahan itu. Jadi saya kira ini yang dapat saya sampaikan Pak. Maaf, tadi saya juga sudah memperkirakan barangkali apa yang bisa saya sumbangkan pada krisis sekarang ini. Ini saya susun dalam 1 jam tentunya barangkali ada manfaatnya, barangkali tidak.
Tadi saya katakan pada Pak Rusdi, beliau katakan bahwa Bapak kerja tiap malam sampai jam 12. Saya katakan pada beliau itu seharusnya Bapak Presiden yang menyuruh Ibu Sri Mulyani dan Pak Hatta Rajasa, Sudi Silalahi yang kerja 24 jam sehari.
Bapak Presiden itu seharusnya main golf dengan Ketua BPK supaya kelihatan pada masyarakat bahwa everything is under control. Jadi saya kira itu ya Pak yang bisa saya sampaikan. Terima kasih, Pak.
Presiden Republik Indonesia
Terima kasih Pak Anwar Nasution. Terima kasih. Tadi malam saya ini merancang nonton film Laskar Pelangi, Pak. Bagus. Anak-anak Bangka Belitung, bagus, cantik sekali, sama anak-anak jalanan 100 orang, wartawan. Sudah mau berangkat, Andi bilang saya, ini ada 1-2 SMS masuk dari wartawan. Apakah Presiden tidak membatalkan saja acara ini, wong ekonomi begini kok nonton film.
Saya bilang sama Andi, sama Dino, kalau saya membatalkan dikiranya kiamat Indonesia, dikiranya saya panik, dan apa kata orang nanti. Ini anak-anak sudah nunggu di situ. Yang dari Bangka Belitung naik jalan laut, terbang sampai di situ. Saya ingin mengapresiasi karya seni, kreatif ekonomi dalam negeri, pendidikan.
Akhirnya saya tetap datang Pak, sampai jam 10. Tapi saya jelaskan konteksnya dan tadi malam akhirnya teman-teman seni budayawan merasa ada empati kita dan anak-anak kita juga merasa kita datang gitu. Jadi saya sudah menjalankan nasihat Bapak untuk tadi malam.
Jika saya tidak datang tadi malam Pak, yang jadi berita malah itu, batal, berarti SBY sudah panik dan hari ini malah jatuh semua itu begitu. Thanks, Pak. Saya baca nanti. Pak Antasari saya persilakan.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi
Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakatuh.
Bapak Presiden yang kami hormati, Ibu-Bapak para menteri, Pak Kapolri dan Jaksa Agung, serta Ketua BPKP. Ada tiga hal Bapak Presiden yang ingin saya sampaikan.
Pertama, sebelum itu adalah kami terus terang secara pribadi maupun sebagai pimpinan KPK memberikan apresiasi sangat tinggi. Ternyata sudah begitu, kami lihat paparan tadi, ternyata kelihatannya kita sudah begitu siap menghadapi ke depan. Untuk itu sebagai sumbangan pemikiran kami, Presiden sebagai Kepala Negara dan kami sebagai bagian dari negara ini. Kita ingin Negara berkembang dengan baik.
Yang pertama adalah pengalaman kami sebagai penegak hukum melihat hal-hal yang seperti ini, apakah itu terjadi di negara kita, sebenarnya adalah kesalahan itu bukan pada tataran kebijakan, kebijakan yang kita keluarkan. Namun sebagian besar adalah adanya oknum yang memanfaatkan kesempatan atas kebijakan yang kita keluarkan. Ini konsentrasi kami pada kondisi ini, Bapak Presiden.
Jadi dengan demikian, Bapak Presiden telah memberikan kebijakan benar dengan seluruh jajaran. Tugas kami adalah mengawasi oknum-oknum untuk tidak menyalahgunakan seperti itu. Yang lalu itu, yang sebenarnya terjadi. Bukan kita melakukan penyidikan penuntutan terhadap kebijakan, tetapi oknum yang menya­lahi kebijakan itu.
Yang kedua, Bapak Presiden, lagi-lagi kami memberikan penghargaan apa yang disampaikan Bapak Presiden tadi bahwa berterima kasih kepada seorang bupati, apabila melakukan sesuatu kepentingan rakyat. Itulah yang setiap kali kami memberikan sosialisasi kepada jajaran departemen maupun mahasiswa dan pemerintah daerah, selalu kami sampaikan ada sesuatu yurisprudensi. Jadi apa yang disampaikan Bapak Presiden tadi berdasarkan hukumnya, Pak.
Ada yurisprudensi yang mengatakan bahwa hi­lang­lah sifat melawan hukum jika kepentingan umum terlayani. Pada suatu kesempatan di pemerintah daerah saya sampaikan apabila seorang wali kota perlu, contoh seperti Bapak Presiden, perlu ada APBD untuk 10 mobil operasional, 1 miliar, tetapi belum dilaksanakan.
Tetapi di saat yang bersamaan ada bencana, rakyat tidak pakai baju, banjir dan lain-lain, saya katakan saya akan memberikan apresiasi kepada wali kota itu, jika sebagian dana pembelian mobil itu dialihkan untuk membantu masyarakat dulu setelah itu baru mekanisme kita atur dengan baik. Artinya apa, kepentingan umum terlayani, sekalipun ada unsur melawan hukum. Tapi kemudian apabila kebijakan ini disimpangi oleh oknumnya, ini yang kami akan lakukan penindakan.
Yang ketiga, Bapak Presiden, adalah ke depan menyikapi hal ini pengalaman-pengalaman kita yang lalu adalah betul kita perlu sinergi, Pak. Sinergi dan tentunya tetap pada tugas kewenangan dan profesi kita masing-masing. Sinergi itu seperti tadi kami sampaikan dan juga Ketua BPK tadi sampaikan. Suatu ketika ada rencana kebijakan yang akan diambil, apa salahnya kita bersama bicara dengan tugas masing-masing, ada rekomendasi pada kebijakan itu, tapi di perundang-undangannya tugas kami adalah mengawal, antisipasi apakah ada kalangan yang akan mengganggu, oknum tentang kebijakan itu, sehingga kepentingan kita ke depan lebih baik, dan kalaupun ada permasalahan sudah dapat kita eliminir di awal-awal.
Itu tiga hal Bapak Presiden yang dapat kami sampaikan. Sekali lagi kami berikan apresiasi dan penghargaan bahwa kami diikutsertakan dalam pertemuan ini, terima kasih. Paling tidak bahwa kita sama-sama memikirkan bagaimana negara kita ke depan. Memang kami independen, tapi kami juga adalah bagian dari negara ini. Jadi terima kasih sekali lagi Bapak Presiden. Terima kasih atas kesempatan ini untuk memberikan kontribusi pemikiran-pemikiran negara kita yang tercinta ini.
Wassalaamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Presiden Republik Indonesia
Salam. Terima kasih Pak Antasari dan saya berharap Bapak terus bisa mengomunikasikan hal-hal seperti itu kepada para gubernur, bupati, dan wali kota.
Saya ini kan harus ikut merasa bersalah Pak, berdosa kalau para gubernur, bupati, wali kota salah karena tidak tahu kalau itu salah. Tolong dikomunikasikan mana-mana yang proper, mana yang tidak. Mana yang boleh mana yang tidak boleh.
Ya karena bagi saya pemberantasan korupsi itu yang paling penting pencegahan. Kalau sudah korupsi terjadi mungkin ruwet. Mungkin dulunya juga abu-abu, enggak jelas ini itu, dan belum tentu kembali aset atau uang itu. Tetapi kalau kita bisa mencegahnya, itulah yang kita tuju.
Suatu saat barangkali KPK ini dalam pemikiran saya 20 tahun lagi, itu sudah seperti kalau di luar negeri seperti apa itu satu institusi yang misi besarnya to ensure bahwa sistem itu in place, bahwa tidak ada jalan untuk korupsi. Jadi bukan law enforcement-nya itu. Someday ke situ. Karena saya punya keyakinan yang lebih penting itu mencegah korupsi. Tidak ada iklim, tidak ada jalan menuju ke situ. Terima kasih Pak Antasari. Jaksa Agung saya persilakan.
Jaksa Agung
Terima kasih Bapak Presiden. Bapak Presiden yang saya hormati. Pak Ketua BPK, Bapak Menko Polhukam, para menteri, Pak Kapolri dan Ketua KPK, Ketua BPKP yang saya hormati.
Memperhatikan apa yang jadi direction Bapak Presiden, saya melihat sudah sangat komprehensif Pak, sangat, seluruhnya adalah untuk kepentingan rakyat. Jadi tidak ada kebijaksanaan dari Bapak Presiden yang sangat komprehensif itu memperhatikannya tidak ada yang bersifat melawan hukum. Atau di dalam ketentuan baik yang formal maupun yang material, Pak. Yang formal itu adalah sesuai dengan ketentuan undang-undang semuanya karena landasannya adalah Undang-Undang Dasar, tidak ada yang bertentangan, Pak.
Kemudian juga tidak ada yang menyalahgunakan wewenang sarana dan prasarana yang ada di dalam jabatan itu, sebagaimana yang disampaikan tadi oleh Ketua KPK.

Kemudian apabila di dalam kebijaksanaan itu menimbulkan kerugian negara atau juga menimbulkan gangguan terhadap perekonomian negara, maka kebijaksanaan itu pun juga tidak bisa dipertanggungjawabkan secara pidana karena kebijaksanaan itu sendiri adalah semua sudah berlandaskan kepada ketentuan-ketentuan yang ada tadi sebagaimana yang disampaikan oleh Ketua KPK.

Yang perlu dicegah adalah penyalahgunaan kebijaksanaan itu. Itu yang harus dicegah sebagaimana tadi Bapak sampaikan ada yang sambil ngurusi cari rezeki itu, Pak.
Ini yang menjadi masalah bagi kita itu, Pak, karena kadang-kadang orang Indonesia itu pintar mencari peluang-peluang itu. Ada spekulan-spekulan yang memanfaatkan situasi yang ada, itu kemudian ada cara-cara menggoreng saham yang menimbulkan kerugian di dalam perekonomian negara. Kalau Undang-Undang Korupsi itu bukan hanya kerugian negara yang timbul yang bisa dihitung oleh BPK maupun BPKP, melainkan juga perekonomian negara ini.
Nah dalam praktik peradilan itu kalau keuangan negara dihitung oleh BPK maupun BPKP, kalau perekonomian negara sampai hari ini itu, pengadilan itu belum memutuskan apabila terjadi suatu kegoncangan perekonomian negara. Apa yang dimaksud dengan perekonomian negara.
Dulu ada Pak, undang-undang subversi itu, yang mengganggu perekonomian negara dan distribusi, tetapi itu sudah dihilangkan. Dan di dalam Undang-Undang Korupsi ini Pasal 2 dan Pasal 3 itu menyebutkan perekonomian negara, tetapi dalam praktik peradilannya tidak pernah terjadi mengenai pembuktian perekonomian negara itu.
Nah, kalau kita melihat memang di dalam Undang-Undang Korupsi Pasal 2 dan Pasal 3 itu seperti undang-undang karet, Pak, bisa ditarik-ulur ke mana-mana. Jadi sejauh bisa menimbulkan kerugian negara dan perekonomian negara, dan itu merupakan suatu perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan sarana dan prasarana, itu sudah masuk di dalam tindak pidana korupsi.
Jadi apa yang tadi Bapak sampaikan semua kebijaksanaan Bapak tadi adalah semuanya untuk kesejahteraan masyarakat. Sebagaimana saya membaca di surat kabar, untuk pembelian buy back saham itu semua adalah kebijaksanaan yang menguntungkan masyarakat, membawa kesejahteraan masyarakat. Seandainya terjadi kerugian, itu tidak bisa dijadikan suatu perbuatan pidana di dalam Undang-Undang Nomor 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 31/1999.
Pada prinsipnya Pak, karena saya dengan Pak Antasari itu kan pekarangannya sama Pak, jadi pendapat anunya itu hampir bersamaan. Terima kasih, Bapak Presiden.
Presiden Republik Indonesia
Terima kasih, Bapak. Sebelum Kapolri, begini, ada ilustrasi lagi, Pak ini. Ada seorang sakit, tahun 1965, tahun 1970-lah gitu, sudah sampai di sini, terus diperiksa oleh dokter harus diamputasi, supaya selamat. Setelah itu diamputasi. Nah, tahun 1995, 30 tahun kemudian, dengan pengacaranya, bukan maunya dia, diadukan karena kenapa harus dipotong, ternyata tidak harus dipotong karena menurut teori itu begini, begini, begitu.
Nah teori itu kebetulan berkembang di tahun 1995, maka yang tidak logis apakah iya tahun 1965 dipersalahkan karena memotong tangan yang menurut aturan waktu itu iya itu yang terbaik untuk keselamatan. Lha kalau sekarang berkembang kedokteran, kan itu sekarang tidak bisa begitu. Agak ekstrem analogi ini. Tetapi maksud saya, ketika harus melihat sesuatu dalam masa yang tidak mudah itu, jangan dilihat ketika tenang-tenang saja, enggak ada apa-apa, seperti itu saya kira.
Menurut saya, ini bagian dari wisdom dalam arti yang positif, bukan supaya kita ini, tidak. Begini Pak, saya ini sebagai Bapak, sekarang SMS masuk tiap hari banyak, Pak. Bapak belum tahu tiap hari itu saya menerima 500 SMS per day, rata-rata bisa 700, bisa 300 sekian.
Pernah saya baca satu per satu 459. Itu ada yang urusan korupsi harus habis-habisan, tapi ada kalau nanti enggak ada aturan, takut semua Pak, jadi lautan ketakutan nanti. Wah ini itu-ini itu, segala macam. Sebagai Bapak, kan saya harus memahami apa ini maksudnya.
Tapi poinnya adalah harus rasional tetap adil, kemudian common sense dan sebagainya. Sebab kalau tidak, nanti itu tadi, kita malah terus tidak menghadirkan ketenteraman. Mendengar semua tadi, saya lebih senang, ternyata cara pandang kita sama. Dan seelok-eloknya pencegahan memang, kalau korupsi itu. Mungkin bisa saja ada orang baik-baik tiba-tiba keseleo, sudah 30 tahun baik-baik kok keseleo. Tapi kalau pencegahan itu berhasil, tidak akan banyak orang kejeglong seperti itu. Baik, selanjutnya Kapolri, silakan.
 
Inilah Transkrip Pertemuan 9 Oktober (II)
Penulis : Hindra Liauw | Kamis, 16 Agustus 2012 | 04:36 WIB
 
TRIBUN NEWS/DANY PERMANAPresiden Susilo Bambang Yudhoyono, di Istana Negara, Rabu (15/8/2011), memberikan keterangan pers terkait pertemuan 9 Oktober 2008. Presiden menegaskan bahwa pertemuan pada tanggal tersebut sama sekali tidak membahas soal bailout Bank Century, melainkan konsultasi dengan auditor dan penegak hukum mengenai antisipasi kemungkinan datangnya krisis ekonomi.
 
JAKARTA, KOMPAS.comPada transkrip bagian pertama, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, di antaranya, telah menjelaskan soal kondisi perekonomian dunia. Kepala Negara juga meminta agar para pimpinan institusi penegak hukum serta anggota Kabinet Indonesia Bersatu I untuk bersama-sama bersinergi memelihara pertumbuhan serta mengatasi dampak krisis keuangan Amerika Serikat.
Transkrip ini diedarkan guna membantah tudingan mantan Ketua KPK Antasari Azhar bahwa dirinya pernah memimpin pertemuan soal penyertaan modal sementara untuk Bank Century pada tanggal 9 Oktober. Pada tanggal tersebut, pertemuan itu dihadiri, antara lain, Menko Polhukam Widodo AS, Menteri Koordinator Perekonomian ad interim Sri Mulyani, Menteri Sekretaris Negara Hatta Rajasa, Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi, Kepala Polri Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri, Jaksa Agung Hendarman Supandji, Menteri BUMN Sofyan Djalil, Ketua BPK Anwar Nasution, dan Ketua BPKP Didi Widayadi.
Berikut ini adalah lanjutan berita Inilah Transkrip Pertemuan 9 Oktober (I):

Kepala Kepolisian RI
Terima kasih Bapak Presiden. Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Yang kami hormati Bapak Menteri pada Kabinet Indonesia Bersatu, Pak Jaksa Agung, Bapak Ketua KPK, Bapak Ketua BPK, dan Bapak Ketua BPKP.
Ada dua hal yang akan kami sampaikan pada Bapak Presiden berkaitan dengan direktif Bapak Presiden, besok pagi dalam rangka commander wish kami kepada seluruh Pati, kami akan juga sampaikan direktif Bapak Presiden kepada jajaran untuk menyikapi tindak lanjut sampai dengan di daerah, apa yang akan dikerjakan oleh para Kapolda. Dan, nanti pada hari berikutnya sampai dengan tataran AKBP-AKBP kami kumpulkan sehingga semua jajaran memiliki sense of crisis dengan apa yang dihadapi oleh bangsa dan negara.
Menyikapi apa yang disampaikan oleh Bapak Presiden, kami ingin menyarankan di direktif yang kelima di sini tentunya dalam menyikapi untuk melakukan mencari peluang dalam perdagangan dan kerja sama ekonomi dan kemudian tentunya yang kedua di dalam direktif yang keenam tentang insentif dan disinsentif.
Kemudian yang kaitannya dengan direktif yang keenam tadi untuk mencegah masuknya barang produk-produk dari luar ke Indonesia, tentunya nantinya ada kebijakan dari menteri terkait yang akan dikeluarkan. Yang mungkin Bapak akan sampaikan tadi secara normatif, ini tentunya masih melalui suatu proses kebijakan-kebijakan yang dalam bentuk sementara.
Nah, untuk itu kami menyarankan Bapak Presiden agar kami bisa mengawal kebijakan itu tentunya, yang pertama, agar kebijakan tadi juga tidak dibijaksanakan lagi oleh kepala-kepala daerah di daerah. Sehingga nanti tidak terjadi perbedaan persepsi. Dan kami berusaha karena sudah amanat dalam direktif ini harus saling sinergi antarsemua aparat. Begitu kebijakan itu dikeluarkan, mohon oleh menteri terkait bisa didistribusikan kepada kami aparat penegak hukum.
Sehingga kami ke bawah bisa menyosialisasikan dan kemudian mengamankan apa yang menjadi kebijakan, sehingga kalau ada indikasi-indikasi yang berkait dengan peristiwa ini akan mengarah suatu pelanggaran hukum, kita sudah bisa mencoba meluruskan. Berkait dengan itu, ini saran dari kami Bapak Presiden, untuk bisa ditindaklanjuti oleh kami semua, sehingga nantinya tidak saling menyalahkan dan bahkan saling menuding bahwa adanya kebijakan ini tidak diamankan oleh aparat penegak hukum. Ini yang pertama Bapak Presiden.
Yang kedua, kami menyarankan untuk tentunya mewaspadai dengan harus kita berdayakan lembaga-lem­baga yang sudah ada seperti lembaga penjamin simpanan yang sudah dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 untuk tentunya menghindari ada kepa­nikan sehingga trust, sehingga tentu di sini bagaimana lem­baga ini ikut berperan. Ini saran dari kami.
Kedua, berkaitan dengan peran pengawas Bank Indonesia, Pak, karena apa pun kita menyadari bahwa dengan adanya peristiwa seperti ini tidak tertutup kemungkinan adanya pihak-pihak perbankan yang nakal memang, dia sudah dalam posisi yang sulit, dianggap ini kredit macet dan lain-lain, sehingga ini perlu adanya peran dari BI. Kami sudah ada MoU dengan Bapak Jaksa Agung untuk tentunya peran dari lembaga pengawas perbankan dari BI itu sendiri diperankan. Sehingga kami dari awal sudah bisa mengawal apa yang kira-kira ada indikasi bank-bank yang nakal, yang memang akan mencari kesempatan untuk memanfaatkan peluang ini.
Kemudian yang ketiga, tentunya juga kami berharap peran dari Badan Pengawas Pasar Modal Bapak Presiden, dengan lembaga keuangan yang berasal Undang-Undang 8 Tahun 1985 tadi, untuk memberikan suatu kepastian hukum tentang processing apa yang berkaitan dengan pasar modal, dengan saham, sehingga jangan sampai ini juga dijadikan peluang. Sehingga, dengan demikian, kami aparat penegak hukum di awal sudah diberikan green light, sehingga dari awal kita sudah bisa mengawal dan mengamankan.
Ini saran kami, Bapak Presiden, yang dapat kami laksanakan. Dan direktif Bapak Presiden besok sudah kami distribusikan, dan kami arahkan langsung dengan kami break down apa yang harus dilakukan oleh petugas-petugas di lapangan. Demikian Bapak Presiden. Terima kasih.
Presiden Republik Indonesia
Terima kasih Kapolri. Terima kasih pula besok akan dijelaskan kepada perwira tinggi Kepolisian tentang situasi yang berkembang.
Yang pertama, itu penting para menteri, kecepatan menyampaikan kepada jajaran kepolisian tentang regulasi, tentang policy. Sering ada kasus di lapangan, polisi menjalankan tugas atas sesuatu yang barangkali bulan lalu ada perubahan, tidak disampaikan kepada kepolisian, bukunya masih buku yang lalu, terus ada isu, menjadi masalah begitu. Saya kira sangat penting masalah penjaminan tadi LPS itu. Memang ini kemarin juga ada pikiran-pikiran para dunia usaha untuk mendapatkan blanket guarantee seperti dulu. Tetapi, semangat kita itu kan moving away dari blanket guarantee nanti moral hazard-nya akan tinggi sekali. Nah, kalau sekarang dianggap kurang jumlahnya dibicarakan, tetapi konsepnya bukan lagi konsep blanket guarantee.
Kemudian yang ketiga, yang pasar modal Bu Ani. Yang pasar modal, tolong dengarkan, supaya nyambung nanti apa yang saya sampaikan. Yang disampaikan Kapolri itu juga betul, berkaitan masalah pengawasan ini jangan sampai menggunakan buku yang berbeda. Nanti ada saja satu, dua jadi berita yang tidak sinkron, bisa menambah paniknya pasar dan tambah paniknya nanti masyarakat. Jadi any single policies, single regulation, tolong segera dikomunikasikan dengan yang lain. Jadi bukan hanya Kapolri karena saya sudah mengundang beliau-beliau, dan nice-lah kalau BPK, KPK semua juga mendapatkan. Terima kasih Kapolri. Kepala BPKP saya persilakan.
Kepala Badan Pengawasan dan Pemeriksa Keuangan
Yang terhormat Bapak Presiden, Bapak dan Ibu Menko, Ketua BPK, KPK, Jaksa Agung, Kapolri, Menteri BUMN, Mensesneg, dan Seskab.
Mengacu pada PP 60 yang kebetulan kami bagikan ini, Pak, yang sudah ditandatangani resmi tanggal 28 Agustus, yaitu sistem pengendalian intra pemerintah, maka BPKP auditor yang bertanggung jawab kepada Presiden di dalam mengawasi akuntabilitas pengawasan keuangan yang sifatnya financial maupun yang non-financial.
Kami anggap bahwa 10 direktif dan perintah kebijakan dari Bapak Presiden kalau kita melihat daripada undang-undang yang dikatakan Pak Jaksa Agung, baik Undang-Undang 45 Pasal 4, Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemegang Undang-Undang Dasar.
Demikian juga Undang-Undang 17 Pasal 6 dan Pasal 7, Presiden memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian kekuasaan pemerintah untuk mencapai tujuan bernegara dan juga Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Pasal 58 Ayat 1, Presiden sebagai Kepala Pemerintahan mengatur dan menjalankan sistem pengendalian intern pemerintah dalam rangka pengelolaan keuangan negara yang transparan.
Maka, kalau kita mendalami apa yang dikatakan keuangan negara, obyeknya adalah semua hak dan kewajiban warga negara yang dapat dinilai dengan uang, di dalamnya masalah moneter, fiskal, keuangan negara yang dipisahkan, dan segala sesuatu yang dapat dijadikan milik negara. Subyeknya adalah seluruh obyek yang dimiliki, dikuasai pemerintah pusat, daerah, BUMN, BUMD, dan badan lain yang terkait. Prosesnya dalam keuangan negara ini perumusan kebijakan dan pertanggungjawaban dan juga makro perspektif pun juga ada di sini semua.
Maka, tentunya rule and regulation terhadap kebijakan 10 direktif ini, sebetulnya tidak ada masalah kerugian negara, sepanjang aturan sudah ada yang dikatakan oleh Pak Jaksa Agung, dan ini sudah ada semua di sini di dalam abstraksi buku ini semua.
Permasalahan adalah di dalam proses manajemen pengawasan bagaimana implementasi 10 ini betul-betul bisa optimal, dalam arti penerimaan negara ini bisa dioptimalkan, tapi juga bisa dilakukan spending atau efisiensi dan juga percepat pencapaian target-target program.
Oleh karena itu, masalah manajemen pengawasan menjadi sangat penting sekali dan kebetulan ini sudah keluar 4 tahun bahwa undang-undang dari konstitusi sampai 3 paket Undang-Undang Keuangan sudah keluar, maka se­be­tulnya apa Bapak Presiden, bahwa kita sudah merubah suatu rezim yang dulu berorientasi kepada complain audit rechts matigheid wet matigheid, ketaatan yang khususnya ditangani oleh Bapak BPK maka sekarang harus dituntut untuk mampu melakukan performance audit. Di bidang akuntan dikenal dengan substance over form.
Artinya, misi itu diutamakan, performance, outcome. Bisa saja ada kerugian negara, saya ulangi, ada tidak ada kerugian Negara tapi melawan hukum, tapi untuk kemaslahatan yurisprudensi, kami sudah MoU dengan KPK, maka dalam ajaran hukum doel matigheid bahwa hukum itu tidak hanya sekadar salah benar, tetapi tujuan ekonomi, sosial, triple bottom line itu menjadi tolok ukur daripada performance audit, Pak. Jadi, menurut kami, fungsi peng­awasan di dalam implementasi 10 directif Bapak Presiden akan menjadi permasalahan di tingkat operasional, yaitu masalah diskresi Pak.
Memang discretion atau kebijakan yang kalau kebanyakan pun juga menjadi salah. Sekarang siapa yang menjustifikasi bahwa ini kemaslahatan. Maka, sebetulnya perintah Bapak Presiden tanggal 7 Januari kepada BPKP untuk menyusun suatu clearing house terhadap masalah dispute, apakah ini tataran kebijakan administrasi, apakah kalah lelang terus kemudian apakah dilaporkan, dibuat opini oleh BPK di website atau di koran, terus kemudian polisi, jaksa, penyidik melakukan pemeriksaan, padahal ini baru salah dalam administrasi pelelangan.
Maka, di sini clearing house kita pakai dan ini sudah bersama dengan tanda tangan Kapolri dan Jaksa Agung, dan kami juga dengan KPK sudah kita lakukan. Dengan Pak Anwar pun juga kami sudah melakukan rekonsiliasi, Pak, kayak masalah BOS itu kami back up, bantu tenaga BPKP ke BPK, Pak. Kami sudah lakukan cantik seperti itu, jadi tidak ada permasalahan karena memang pisau analisisnya adalah akunting, publik akunting, tinggal masalah internal atau eksternal.
Jadi kami menyarankan bahwa masalah kegamangan dispute, ketakutan, ini sudah dijabarkan sampai ke tingkat wilayah clearing house. Kemudian di situ akan kita lihat apakah ini tataran kebijakan atau tindak pidana korupsi yang harus dilakukan gelar perkara ke penyidik. Itu sudah kita lakukan suatu mekanisme gelar kasus demikian.
Yang kedua, adalah masalah acquitted charge, Pak. Jadi pada saat sekarang ini kita memang di dalam permasalahan mengambil suatu keputusan yang mungkin tidak populer, tapi harus diambil keputusan, meskipun untuk kemaslahatan. Tapi siapa yang menjustifikasi, perlu ada suatu lembaga dan clearing house, itu kita lakukan. Tetapi setelah, bahwa tidak selamanya kita menjabat di sini, proses manajemen pelepasan tanggung jawab, termasuk diskresi yang diputuskan di dalam sektor publik, ini belum Pak. Kalau di corporate ada acquitted charge, kalau itu sudah dilaporkan pada RUPS, diterima atau tidak, selesai, tidak ada tuntutan.
Tapi di sektor publik, kita mengadopsi akuntansi sektor private ke publik, ini belum ada pelepasan. Kita laporkan kepada DPR, sudah diperiksa oleh BPK, bukan jaminan nanti setelah ini lepas tanggung jawab. Nah, ini barangkali perlu ada suatu rule and regulation, juga aturan tentang pelepasan tanggung jawab acquitted charge di sektor corporate, di sektor publik ini perlu dilakukan, karena tentunya kita harus punya kepastian dalam mengambil keputusan diskresi, pada saat kita dalam keberadaan ada di sini.
Jadi kami telah melakukan break down 10 direktif ini Pak sesuai bahwa sebagai auditor Presiden, ada perangkat COSO dan ini memang peraturannya seperti itu. Satu contoh, kami sedang mapping tentang bagaimana masing-masing dari seluruh departemen dan pemerintah daerah ke bawah, untuk penajaman tujuan program-program target penajaman itu sendiri. Demikian juga penetapan dan rencana strategik yang relevan, kriteria dan ukurannya seperti apa.
Demikian juga identifikasi risiko termasuk metode, termasuk juga analisis risiko terhadap dampak pencapaian tujuan. Ini semua kami mulai fungsikan PP 60 ini, mudah-mudahan dengan terukur secara jelas ini parameternya, sehingga kami dalam fungsi pengawasan termasuk BPK nanti pun akan jelas mengukur kinerja atau performance daripada pengguna anggaran di lapangan dalam konteks akuntabilitas pengelolaan keuangan negara. Demikian kami laporkan, Bapak Presiden.
Presiden Republik Indonesia
Terima kasih Kepala BPKP. Saya hargai upaya untuk makin memantapkan penataan di lingkungan pemerintah, BPK tentu memiliki cakupan yang lebih luas karena negara. Tapi pemerintah pastikan betul bahwa kita juga comply dengan apa yang dilakukan. Sehingga BPK tentu pada posisi yang tidak harus menangani semua persoalan, itu di luar jangkauan BPK.
Oleh karena itu, saya ingin semua bekerja penuh, sehingga negara ini betul-betul makin tertib. Mestinya bukan hanya pemerintah, DPR-nya juga, DPD-nya juga, MPR-nya juga, BPK-nya, MA-nya, MK-nya, semua. Dengan demikian, makin baguslah negara kita.
Nah, yang pesan saya satu saja, untuk APBN tadi, karena instruksi saya yang bisa ditunda, ditunda, yang bisa dihemat, dihemat, kecuali yang untuk growth stimulation dan untuk social safety net itu jangan, karena untuk rakyat ini, sehingga bisa dilihat juga nanti mana yang menjalankan termasuk daerah-daerah, mana yang tidak itu. Baiklah kalau begitu, saya senang sekali Bapak karena kita satu persepsi, satu perahu, dan mudah-mudahan ini menjadi pelajaran berharga, pengalaman masa lalu, dan ini pun juga untuk ke depan.
Mari terus kita pelihara komunikasi supaya cepat untuk mengelola masalah. Sekian nanti para menteri ketemu saya, ada yang urusan tertentu tadi, terima kasih. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.