Jakarta,
28/12/2012 MoF (Fiscal) News - Redenominasi mata uang rupiah tidak akan
menurunkan daya beli masyarakat, karena dalam redenominasi, yang
dilakukan adalah menyederhanakan penulisan digit mata uang tanpa
mengurangi nilainya. Demikian disampaikan Direktur Jenderal
Perbendaharaan Agus Supriyanto dalam acara Internalisasi Rancangan
Undang-Undang Perubahan Harga Rupiah 'Redenominasi Bukan Sanering' yang
berlangsung pada Jumat (28/12) di Hotel Borobudur, Jakarta.
"(Redenominasi) ini pada dasarnya adalah
penyederhanaan penulisan mata uang kita (rupiah), digitnya dikurangi
tanpa mengurangi nilainya," ujarnya. Ia melanjutkan, berbeda dengan
sanering, redenominasi tidak akan menurunkan daya beli masyarakat.
"Kalau sanering itu pemotongan nilai uang sedangkan harga-harga barang
tetap, bahkan cenderung meningkat, jadi daya beli efektif masyarakat
cenderung menurun," paparnya.
Namun
demikian, pihaknya menyadari bahwa pelaksanaan redenominasi berpotensi
menimbulkan kekhawatiran dan kepanikan di masyarakat. “Yang lebih buruk
bisa menimbulkan ekspektasi inflasi yang berlebihan,” tegasnya. Untuk
itu, menurutnya, perlu tahapan yang detail dan cermat agar risiko
tersebut tidak perlu terjadi. Salah satu upaya untuk tetap menjaga daya
beli masyarakat dalam pelaksanaan redenominasi, nantinya pedagang akan
diwajibkan untuk mencantumkan dua label harga pada masa transisi. "Jadi
kalau ada yang jual beras enam ribu (rupiah), maka dia akan pasang label
enam ribu (rupiah) dan enam rupiah, nah nanti tergantung yang
beli pakai uang dengan denominasi yang baru atau yang lama, kalau yang
baru ya tinggal bayar pakai yang enam rupiah, kalau punyanya uang
(denominasi) lama ya bayarnya enam ribu," jelasnya.(wa)
SUMBER: http://www.kemenkeu.go.id/ind/Read/?type=ixNews&id=25506&thn=2012&name=br_281212_1.1.htm
Redenominasi Rupiah Perlu Segera Dilakukan
Jakarta,
28/12/2012 MoF (Fiscal) News - Direktur Jenderal Perbendaharaan Agus
Supriyanto menilai, penyesuaian terhadap mata uang rupiah perlu segera
dilakukan. “Perlu disesuaikan karena nilai mata uang negara lain
terhadap dolar (Amerika Serikat) lebih kecil, kita (rupiah) masih banyak
digitnya,” ujarnya dalam acara Internalisasi Rancangan Undang-Undang
Perubahan Harga Rupiah 'Redenominasi Bukan Sanering' yang berlangsung
pada Jumat (28/12) di Hotel Borobudur, Jakarta.
Menurutnya, penyederhanaan digit mata uang rupiah (redenominasi) akan
banyak membawa manfaat, misalnya mempermudah pelaksanaan transaksi,
khususnya transaksi elektronik. “Manfaat redenominasi itu lebih praktis
dan efisien dalam melakukan transaksi, tapi yang penting adalah dapat
mengatasi aspek negatif dari denominasi rupiah yang besar,” jelasnya.
Ia
menambahkan, setidaknya ada tiga aspek negatif dari denominasi rupiah
yang besar. Pertama, inefisiensi perekonomian. Dampak negatif dari
denominasi rupiah yang besar pada aspek ini antara lain waktu dan biaya
transaksi yang cukup besar; kebutuhan pengembangan infrastruktur untuk
sistem pembayaran non-tunai pada masa mendatang memerlukan biaya yang
signifikan; dan peningkatan biaya pengadaan uang baru dengan pecahan
yang lebih besar untuk mengakomodasi kebutuhan pembayaran tunai yang
semakin meningkat.
Kedua, rupiah dipersepsikan bernilai sangat
rendah, di mana denominasi rupiah yang besar berdampak pada level nilai
tukar rupiah terhadap mata uang asing termasuk yang terendah di antara
negara anggota ASEAN serta nilai uang rupiah sangat rendah diukur dari
transaksi untuk membeli keperluan masyarakat.
Aspek
negatif ketiga adalah adanya kendala teknis akibat semakin banyaknya
digit angka. Hal ini berdampak pada keterbatasan alat transaksi
sehari-hari lainnya, misalnya argo taksi, mesin kasir dan pompa bensin;
keterbatasan beban penyimpanan dan pengolahan data statistik; serta
keterbatasan kapasitas penyelenggaraan sistem pembayaran nontunai,
antara lain sistem anjungan tunai mandiri (ATM), sistem kartu kredit dan
sistem Real Time Gross Settlement (RTGS).(wa)
Sumber: http://www.kemenkeu.go.id/ind/Read/?type=ixNews&id=25512&thn=2012&name=br_281212_3.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar