BONEKA TANPA TELINGA
Cerpen
Oleh A.Kohar Ibrahim
HUJAN lebat angin dahsyat seperti tumpah
meruah tanpa cegah dari langit yang kelabu kehitam-hitaman yang nampak
begitu rendah. Di kejauhan nyaris menyelimuti wilayah dan hutan gedung
tinggi Ibukota Jaya. Di tempat sang lansia itu berada kini pun
arak-arakan mega tebal keabu-abuan nyaris menyelubung puncak gunug
sampah.
Justeru ketika lelaki lansia pengena celana panjang hitam komprang
berkaos oblong merah itu masih tercengkam tanda tanya seketika menemukan
sebuah boneka plastik.
Boneka itu ditemukan ditumpukan sampah yang baru saja diturun dan
ditinggalkan sebuah mobil truk pengangkut berwarna kuning tua. Mungkin
lantaran cuaca begitu buruk, tak ada pemulung lain, baik anak-anak
maupun yang dewasa.
Kalaulah yang menemukan boneka
itu adalah seorang anak-anak tentu sang penemu akan girang sekali. Tidak
seperti halnya dia yang hanya sejenak merasa girang. Seketika tongkat
pengaisnya menyentuh sebelah tangan boneka yang mencuat dari lepotan
sampah yang kotor. Ketika dalam genggamannya, air hujan deras yang
mencuci sang boneka yang kepalanya tanpa rambut, bertubuh hanya dengan
kedua belah kaki dan sebelah tangan. Rasa penasarannya menjembul segera.
Lebih lebih lagi ketika dengan bantuan air hujan dia menyeka muka sang
boneka yang nampak cantik, tapi jelas bukan berwajah bocah Asia. Eropa?
Dia masih juga ragu.
Seketika keheranannya kian
menjembul kuat tatkala mendadak kilat berdenyar guruh menggelegar.
Berkat cahya sekelebat kilat, dia menampak boneka itu ternyata tanpa
telinga. Baik telinga kiri maupun kanan. Tiada. Ketiadaan yang kian
dirasakan aneh. Lantaran nampak bahwa bagian telinga telinga boneka itu
seperti terbekas sayatan sayatan pisau tajam.
"Telinga hilang tersayat!" dia
memekik seketika tanpa sadar, bareng dengan ulangan terang kilat
membelah langit teriring guruh menggelengar. Guruh yang gemuruhnya
santar tapi kian jauh dan semakin jauh kian melemah gemanya terdengar.
Tak urung lelaki lansia
bercelana panjang hitam komprang berkaos oblong merah itu tercenung
diam. Tercengkam rasa heran keheranan terbaur gugat ingatan sekilat.
Sekilat yang melekat lagi pula menyakitkan sangat. Tentang masa masa
paling gawat dalam perjalanan hidupnya. Sekitar perburuan. Yang memaksa
dia tidur berpindah-pindah. Sekitar penangkapan. Penyiksaan di balik
trali besi bui. Juga tentang kawan teman serumah tahanan yang di-bon dan
tak kembali lagi. Tentang mereka yang disuruh menggali lubang besar dan
panjang untuk kuburan mereka sendiri. Dan tentang…. Iya tentang teman
kawan serumah penjara yang d-bon, yang hilang, kecuali berubah untai
kalung gadang terdiri bukan dari mata rantai, melainkan telinga… Telinga
orang orang terpenjara yang kena bon! Yang kemudian dia mendapat info
bahwa mereka yang jadi korban itu umumnya kaum tani miskin dan buruh
tani pedesaan. Terutama sekali kaum tani yang pada suatu saat sangat
bersemangat menyambut
pelaksanaan undang undang pelaksanaan agraria. Beberapa waktu sebelum
terjadi Peristiwa 30 September 1965. Di zaman pemerntahan Presiden
Sukarno. Tetapi setelah 1 Oktober 1965, situasi terbalik. Kaum tani yang
antusias memperjuangann pelaksanaan UUPA,
terutama sekali aktivis aksi-sepihak, terkena jebakan teror. Teror
berupa diintel, diburu, ditangkap, dipenjara, atau mati naas mengenas.
Termasuk mereka yang kehilangan kepala dan telinganya dijadikan kalung
panjang gadang oleh penjagal untuk diuangkan atau demi penerimaan
"komisi" pembasmian.
LELAKI lansia bercelana panjang
hitam komprang berkaos oblong merah yang basah kuyup itu seketika
menghela nafas panjang, pejamkan mata, berupaya menahan kesedihan
berbaur dendam amarah luar biasa. Tubuhunya menggigil karenanya. Iya.
Gigilan selain lantaran kedinginan mandi air hujan lebat pun hembusan
angin keras. Tanpa disadari dia terlena. Hanya sebentar kemudian
terjaga. Seketika terdengar deru mesin mobil truk pengangkut sampah yang
serupa perlahan-lahan mendaki ketinggian TPA sampah di situ. Hujan pun sudah reda, nyaris habis, kecuali tinggal gerimis tipis.
Kira-kira jarak dua puluh meter
mobil truk itu tak bergerak lagi. Mesinnya mati. Sopir turun. Tapi dia
tidak sendriain melainkan dikawal dua orang bersenjata senapan. Anehnya
ketiganya membawa semacam tongkat. Tanpa membilang ini ataukah itu
mereka mulai bergerak sana sini mengais tumpukan sampah.
Menyaksikan gerak-gerik yang aneh baginya itu, secara instinktif
dikuburnya boneka tanpa telinga yang ditemukannya itu dengan tumpukan
sampah sebanyak-banyaknya. Dan diapun segera beranjak berpindah tempat.
Mengayun langkah turun perlahan-lahan.
Namun, baru saja beberapa meter dia mengayun l
angkah turun ke bawah, seseorang berteriak: "Pak…! Pak…! Tunggu sebentar!"
Orang pemanggilnya itu ternyata sang sopir truk pengangkut sampah. Salah seorang supir yang sering dijumpainya di TPA
sampah itu. Belum lagi dia sempat mengajukan sepatah kata pertanyaan,
sang sopir dengan didampingi dua orang yang mebawa senapan itu sudah
berada di dekatnya, menatap ranselnya seraya bilang: "Pak, maaf, apakah
Bapak menemukan maenan anak-anak…. ? »
« Maenan itu… persisnya… boneka, Pak, » ujar salah seorang yang bersenjata senapan menambahkan.
« Oh, maenan anak-anak ?
Boneka ? » tanya sang lelaki lansia itu berpura-pura, sembari
menggelengkan kepalanya. Lantas dengan sigap membuka ranselnya yang
nyaris kosong.
Ketiganya memelototi ransel yang hanya berisi beberapa botol dan kaleng kosong minuman.
« Baik, Pak. Terima kasih, »
ujar sang sopir sopan. Kemudian dia dan kedua orang bersenjata senapan
kembali beranjak menuju puncak gunung sampah tersebut. Meneruskan upaya
untuk menemukan apa yang dicari-carinya. Sebuah boneka.
Setelah sejenak menghela nafas
lega, lelaki lansia itu pun meneruskan jejak langkahnya menuruni gunung
sampah itu. Perlahan-lahan. Lebih perlahan dari biasanya. Lantaran
terbebani tanda tanya sekitar perihal boneka yang ditemukan dan yang
kemudian dicari-cari oleh sang sopir truk berwarna kuning tua pengangkut
sampah beserta dua orang bersenjata.
Sesungguhnyalah, besar
keinginannya untuk menjawab sebab-musababnya. Dengan mengajukan
pertanyaan pada sang sopir. Akan tetapi, ketika dia sudah sampai di
bawah, hampir bersamaan waktunya dengan mobil truk pengangkut sampah
itu, dia hanya bisa tegak berdiri seperti tiang lisrik. Membiarkan mobil
truk itu lewat begitu saja.
BEBERAPA waktu kemudian. Iya, hanya beberapa waktu kemudian,
setelah beberapa kali pula dia kesempatan ngobrol dengan Maskun –
demikian akhirnya dia pun kenal nama sang sopir truk pengangkut sampah
itu – dia merasa mahfum. Bahwasanya boneka tanpa telinga yang jadi
persoalan itu telah terbuang tanpa sengaja. Padahal itu adalah salah
sebuah boneka kesayangan putera Pak Mandan – salah seorang kaya baru
yang bermukim di Kompleks Wisma Bintara.
Pak Mandan itu salah seorang
yang pernah mendapat julukan pahlawan yang berjasa dalam pemulihan
keamanan pada akhir tahun 1965. Tetapi kemudian dipensiunkan sebelum
tepat waktunya. Lantaran kesehatan terganggu. Kongkretnya lantaran agak sedeng atau sinting.
Pada saat gangguan syarafnya
sedang kumat parah, maka prilakunya amat aneh. Ataukah dia gemas
melemparkan caci-makian kalau menampak telinga orang banyak. Ataukah
pula tertawa-gelak sendirian sembari menuding-tuding telunjuk ke arah
telinga orang yang jadi sasarannya. Penyakitnya itu pun agaknya turun ke
anaknya. Puteranya. Yang punya kegemaran mengoleksi boneka tanpa
telinga. Dengan memotong atau mengikis-habisnya. Baik telinga yang
sebelah kiri pun yang kanan.***
(September 2011)
*
Catatan:
A.Kohar Ibrahim – pelukis, penyair, prosais – terutama cerpenis dan essayis.
Naskah kispen "Boneka Tanpa Telinga" ini pertama kali disiar
ABE-Kreasi Multiply Site dan Facebook 15 September 2011. Kemudian di
siar ulang beberapa blog lainnya lagi. Disiar ulang kembali 23 Oktober
2011 upaya penyegar ingatan sekalian kaitannya dengan suasana Kudeta 1
Oktober Militeris OrBa.
"Boneka Tanpa Telinga" dipetik dari Kumpulzn 30 Cerpen "Seusai Badai & Korban" edisi
Titik Cahaya Elka Batam. Editting: Lisya Anggraini. Disain cover: Arifin. Foto lukisan karya Abe (AKI): Badai.
TPA : Tempat Pembuangan Akhir Sampah. UUPA: Undang Undang Peraturan Agraria. Kispen: Kisah Pendek.
*
*
BIODATA
A.KOHAR IBRAHIM
Nama lengkap: Abdul Kohar Ibrahim
Nama Pelukis (tandatangan pelukis): Abe
Kelahiran Jakarta 1942.
MULAI kegiatan tulis menulis dalam usia belasan tahun di media
massa Ibukota, terutama sekali Harian Bintang Timur, Bintang Minggu (BT
Edisi Minggu), Warta Bhakti, Harian Rakyat, HRM (Harian Rakyat edisi
Minggu) dan majalah seni & sastera Zaman Baru.
Pada tanggal 27 September berangkat ke Beijing sebagai anggota
Delegasi Pengarang Indonesia atas undangan Himpunan Pengarang Tiongkok
untuk menghadiri perasyaan Ultah Ke-XVI berdirinya RRT dan peninjauan
kebudayaan.
Pernah bekerja di Majalah Tiongkok Bergambar edisi bahasa Indonesia.
Medio 1972, atas kemauan
sendiri, bersama beberapa teman meninggalkan RRT, membelah benua dengan
keretapi Trans Siberia. Sampai ujung Eropa Barat, Brussel, Belgia.
Menerima pendidikan terakhir di Akademi Seni Rupa -- :
Académie Royale des Beaux-Arts de Bruxelles,
Brussel, Belgia.
Alamat:
Belgia : Bruxelles, Belgique.
Indonesia : Batam ; Jakarta, Ciputat Tangerang Selatan, Indonesia.
Penghargaan / Diploma:
(1) Brevet d’Exellence & Diplôme de Fin d’Etude de l’Académie Royale des Beaux-Arts de Bruxelles (1975, 1979).
(2) Prix de Gouden Pluim (Spectraal, Gent, 1981).
(3) Médaille d’Argent du Mérite Artistique Européen (Coxyde, 1987).
(4) Médaille d’Argent de
l’Académie Internationale des Arts Contemporains et Diplôme d’Officier
(pour reconnaître et protéger sa valeur artistique) 1986.
(5) Médaille d’Or (1987) et Médaille de Platine de l’AIAC (Enghien, 1988).
Biodata. Bibliographie :
(1) Media Massa, antara lain : Le Soir, La Lanterne, La Dernière
Heure, L e Pourquoi Pas ? Le Jalon des Arts, Gazet Van Antwerpen, Het
Laste Nieuws, De Autotoerist, Sontags Kurier, Cellerche Zeitung. Minggu
Pagi, Kedaulatan Rakyat, Harian Sijori Pos, Harian Batam Pos, KB Antara
dan media online: SwaraTV, DepokMetroNet, CybersastraNet, CimbuakNet.
Sedangkan buku-buku dan kamus yang memuat biodata, antara lain :
(2) Spectraal Kunstkijkboek VI, éd. Spectraal, Gent 1984.
(3) 50 Artistes de Belgique, par Jacques Collard, critique d’art, éd. Viva Press Bruxelles 1986.
(4) Art Information, éd. Delpha, Paris 1986.
(5) Who’s who in Europe, éd. Database, Waterloo 1987.
(6) Who’s who in International Art, international biographical Art dictionary, éd. 1987-1996, Lausanne, Suisse.
(7) Dictionnaire des Artistes Plasticiens de Belgique de XIXe et XXe Siècles – Editions Art in Belgium 2005.
(8) Artis Peintre Abe Alias A.Kohar Ibrahim dan Karya Lukisnya oleh Lisya Anggraini, Batam, Indonesia 2005.
Exposisi :
Sejumlah eksposisi individual
maupun kolektif. Antara lain : Galerie Hendrik De Braekeler (Antwerpen,
1977). Galerie Rik Wauters (Bruxelles, 1977). Galerie Van de Velde
(Gent, 1979). Les Arts en Europe (Bruxelles, 1979). Galerie APAC
(Schaerbeek, Bruxelles, 1980). Mérite Artistique Européen (Coxyde, 1980,
1987, 1990). Galerie Escalier (Bruxelles, 1980). Spectraal (Gent,
1981). Galerie Gouden Pluim (Gent, 1982). Galerie Erasme (Anderlecht,
1983, 1990). Galerie Schadow (Celle, RFA, 1986). Europa Bank (Gent,
1987, 1988, 1990). 50 Artistes de Belgique (Bruxelles, 1986). A.I.A.C.
(Enghien, 1987). Spectraal (Nieuwpoort, 1988). Galerie Het Eeuwige Leven
(Antwerpen, 1993). De Kreiekelaar (Schqerbeek 1997). Parcours d’Atistes
(Commune de Schaerbeek, 1998). En Modus Vivendi (Oude Kerk, Vichte,
2003). Galeri Novotel (Batam, Kepri, 2004). Museum Haji Widayat
(Magelang, Indonesie, 2004). Galeri Novotel (Batam, Kepri, 2006). Ruang
Expo Balaikota Hotel
Communale de Schaerbeek, Brussel 2007. Guilliaum & Caroline
Gallery, Bruxelles 2008.
Sebagai Penulis:
Sebagai penulis, A. Kohar
Ibrahim mulai banyak menulis prosa dan puisi serta esai atau kritik
sastra dan seni sejak akhir tahun 50-an di beberapa media massa Ibukota,
antara lain Bintang Timur, Bintang Minggu, HR Minggu, Warta Bhakti dan
Zaman Baru. Setelah Era Reformasi, berkas-berkas karya tulisnya ada yang
disiarkan di media massa cetak dan online. Anatara lain : Minggu Pagi,
Kedaulatan Rakyat, Pikiran Rakyat, Sinar Harapan, Harian Sijori Pos,
Harian Batam Pos, Majalah Gema Mitra, Majalah Budaya Duabelas (Penerbit :
Dewan Kesenian Kepri), Cybersastra, Depokmetro.com, Swara.tv,
Bekasinews.com, Art-Culture Indonesia, Multiply.
Dari tahun 1989-1999, selama sedasawarsa mengeditori terbitan yang
tergolong pers alternatip, terutama sekali berupa terbitan Majalah
Sastra & Seni « Kreasi » ; Majalah Budaya & Opini Pluralis «
Arena » dan Majalah Opini « Mimbar ».
Sejumlah esai seni-budayanya, antara lain :
(1)."Sekitar Tempuling Rida K Liamsi », telaah buku kumpulan puisi Rida, terbitan Yayasan Sagang, Pekanbaru 2004.
(2).« Identitas Budaya Kepri », kumpulan esai bersama, terbitan Dewan Kesenian Kepri, Tanjungpinang 2005.
(3).« Kepri Pulau Cinta Kasih », kumpulan esai berddua dengan Lisya Anggraini, Yayasan Titik Cahaya Elka, Batam 2006.
(4).« Catatan Dari Brussel : Dari Bumi Pijakan Kaum Eksil »
(5).« Sekitar Tembok Berlin : Lagu Manusia Dalam Perang Dingin Yang Panas »
(6).« Hidup Mati Penulis & Karyanya : Polemik Pramoedya-Lekra vs Manikebu », penerbit Titik Cahaya Elka, Batam, 2008-09.
(7)."Sekitar Prahara Budak Budaya".
(8).« Sekitar Aktivitas Kreativitas Tulis Menulis Di Luar Garis ».
Buku dan atau kumpulan tulisan
bersama berupa kucerpen dan kupuisi, antara lain : (1).Kumpulan cerpen «
Korban » , penerbit Stichting Budaya, Amsterdam, 1989.
(2).Kumpulan puisi « Berkas Berkas Sajak Bebas », penerbit Stichting Budaya, Amsterdam, Kreasi N° 37 1998.
(3).Kumpulan esei bersama : « Lekra Seni Politik PKI », Stichting Budaya, Amsterdam, Kreasi N° 10 1992.
(4).Kumpulan sajak bersama : « Puisi », Stichting Budaya Amsterdam, Kreasi N° 11 1992.
(5).Kumpulan esei bersama : « Kritik dan Esei », Stichting Budaya Amsterdam, Kreasi N° 14 1993.
(6).Kumpulan cerpen bersama: « Kesempatan Yang Kesekian », Stichting Budaya Amsterdam, Kreasi N° 26 1996.
(7).Kumpulan sajak bersama : « Yang Tertindah Yang Melawan Tirani » I, Stichting Budaya Amsterdam, Kreasi N° 28 1997.
(8).Kumpulan sajak bersama : « Yang Tertindas Yang Melawan Tirani » II, Stichting Budaya Amsterdam, Kreasi N° 39 1998.
(9).Kumpulan sajak : « Di Negeri Orang », penerbit Yayasan Lontar Jakarta & YSBI Amsterdam, 2002.
(10).Kumpulan tulisan bersama:
Antologi Puisi Cerpen Curhat Tragedi Nasional 1965-2005, penerbit Sastra
Pembebasan & Malka, 2005.
(11).Novel : « Sitoyen Saint-Jean – Antara Hidup Dan Mati », penerbit Titik Cahaya Elka, Batam, 2008.
(12).Kumpulan puisi : « Untukmu Kekasihku Hanya Hatiku », penerbit Titik Cahaya Elka, Batam, 2008-09.
(13).Kumpulan cerpen berdua Lisya Anggraini-A.Kohar Ibrahim : « Intuisi Melati », penerbit Titik Cahaya Elka, Batam, 2008-09.
Yang belum atau dalam
perencanaan untuk dibukukan : Berkas berkas naskah kumpulan esai seni
budaya, kumpulan cerpen, kumpulan puisi, Nota Puitika (sebanyak 700-an)
dan lain sebagainya lagi.
SEGERA TERBIT:
(1).Kumpulan 30 Cerpen A.Kohar Ibrahim: "Seusai Badai & Korban".
(2).Kumpulan 40 Esai Sastra: "CdB Dari Bum Pijakan Kaum Eksil."
Penerbit: Titik Cahaya Elka, Batam Kepri. Editor: Lisya Anggraini.
Catatan : Nama asli, alias dan
samaran. Sejak mulai melakukan kegiatan tulis menulis medio tahun 50-an,
sebagai tanda-tangan digunakan nama asli A.Kohar Ibrahim atau
lengkapnya : Abdul Kohar Ibrahim. Tanda-tangan untuk semua karya lukis :
Abe. Sedangkan nama samaran atau pen-name : Aki, A. Brata Esa,
Rahayati, Bande Bandega, DT atau Dipa Tanaera (Dipa Tanahaer Rakyat).
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar