Jumat, 3 Mei 2013
UNTUK DIBERITAKAN
Siaran Pers
LBH Pers, AJI Indonesia & AJI Jakarta
“Stop Impunitas, Adili Pembunuh dan Pelaku Kekerasan terhadap Jurnalis”
JAKARTA - Jatuhnya
rezim Soeharto pada 21 Mei 1998 membantu membawa perubahan kepada pers di
Indonesia. Pada tanggal 23 September 1999 Presiden Indonesia BJ Habibie
mengesahkan UU No 40/1999 tentang Pers (UU Pers) yang menjamin tidak akan ada
lagi sensor dan pembreidelan media massa oleh pemerintah.
Tapi kebebasan
pers dan kebebasan berekspresi di Indonesia saat ini masih sering ternodai oleh
tindakan kekerasan terhadap jurnalis yang sedang menjalankan tugas jurnalistik.
Jumlah kasus kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia dari tahun ke tahun terus
meningkat. Sementara itu, penegak hukum di dalam sistem peradilan sipil atau
sistem peradilan militer, masih melanjutkan praktik impunitas (pembiaran)
karena melindungi para pelaku kekerasan terhadap jurnalis. Bahkan melakukan pembiaran
terhadap pelaku pembunuhan terhadap jurnalis.
Berdasarkan data
dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia sejak tahun 1996,
sedikitnya sembilan kasus pembunuhan misterius dan kematian wartawan belum
diusut tuntas oleh polisi. Dalam beberapa kasus, pihak berwenang melakukan
penyelidikan namun belum selesai mengadili pembunuhnya. Bahkan, para pelaku
sesungguhnya tidak pernah dibawa ke pengadilan atau dibawa kepengadilan
dengan tuntutan dan vonis yang sangat ringan.
Salah satu kasus
yang paling menonjol adalah kasus pembunuhan Fuad Muhammad Syafruddin,
Alias Udin. Yang hinga kini aparat Polda Daerah Istimewa Yogyakarta gagal
membawa pelakunya untuk diadili. Udin adalah seorang jurnalis investigasi
yang bekerja untuk koran harian Bernas, Yogyakarta. Pada tanggal 13 Agustus
1996, ia diserang oleh dua penyerang tak dikenal di rumahnya. Mereka memukul
Udin dengan batang logam. Udin meninggal pada tanggal 16 Agustus
1996 setelah sempat di rawat di RS.
Sampai hari ini,
mereka yang bertanggung jawab atas kematian Udin belum dibawa ke pengadilan.
Polisi telah gagal melakukan penyidikan dengan menyidangkan tersangka
yang ternyata bukan pelakunya. Oleh karena itu LBH Pers beserta AJI Indonesia
dan AJI Jakarta menyerukan kepada Pemerintah Indonesia dan Mabes Polri
untuk:
1. Melakukan penyelidikan kembali atas kasus
pembunuhan Udin dan membawa para pelakunya untuk diadili sebelum masa daluarsa
atas kasus ini sesuai dengan Undang-undang. Masa daluarsa kasus ini
akan berakhir pada tanggal 16 Agustus 2014.
2. Sebagai negara anggota ASEAN, kami
menuntut Pemerintah Indonesia wajib menghormati prinsip yang
terkandung dalam Pasal 2 ayat 2 (i) Piagam ASEAN, menyatakan negara ASEAN wajib
"menghormati kebebasan fundamental, promosi dan perlindungan hak asasi
manusia, dan promosi keadilan sosial. Pemerintah RI juga wajib melaksanakan
Deklarasi Hak Asasi Manusia ASEAN yang secara khusus melindungi hak atas
kebebasan berekspresi (Pasal 23) dan hak untuk hidup (Pasal 11).
3.
Mengingatkan
Pemerintah Indonesia bahwa sebagai negara yang telah menyepakati Kovenan
Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, secara hukum telah terikat untuk
menghormati, menjamin dan menegakkan hak untuk kebebasan berekspresi dilindungi
oleh Pasal 19 dari Covenan, meliputi kewajiban untuk memastikan bahwa setiap
serangan terhadap jurnalis harus diselidiki secara sungguh-sungguh dan
secara tepat waktu, serta menuntut para pelakunya.
4.
LBH
Pers beserta jaringan Internasional dan Nasional mengirimkan petisi bersama kepada
Presiden RI dengan ditembuskan kepada Kapolri, Menkopolhukam, Menkum dan Ham,
Kejaksaan Agung. Yang berisi desakan kepada pemerintah untuk segera
melakukan penyelidikan kembali atas kasus pembunuhan Udin.
Untuk
informasi lebih lanjut:
Nawawi Bahrudin, Direktur Eksekutif LBH Pers, +628159613469
Umar Idris, Ketua AJI Jakarta, +62818111201
Aryo Wisanggeni, Koord Div Advokasi AJI Indonesia,
+628118401447
=====================
AJI JAKARTA
Jl. Kalibata Timur IVG No. 10
Kalibata, Jakarta Selatan 12740
Telp./Faks: +62 21 7984105
Email : ajijak@cbn.net.id
www.ajijakarta.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar