Selasa, 29 Maret 2016

Siaran Pers Komnas Perempuan Mengikuti Komisi Status Perempuan-60 di PBB “Seruan Global Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan”



Jakarta, 29 Maret 2016


Sejak 2012, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) terlibat aktif  dalam Commission on the Status of Women (CSW) atau Komisi Status Perempuan. Komisi Status Perempuan adalah forum tahunan antar negara untuk melihat tantangan dan pemajuan perempuan di berbagai negara, dan menyepakati kesimpulan sebagai acuan global pemajuan hak perempuan. CSW ke 60 yang mengambil tema “Women’s Empowerment and The Link to Sustainable Development”, yang berlangsung sejak tanggal 14 sampai 24 Maret, bertempat di United Nations Headquarters/  Kantor Pusat PBB, New York, telah selesai diselenggarakan.   CSW ke 60 dibuka oleh Ban Ki Moon (Sekjen PBB) dan seruan global dari Phumzile Mlambo-Ngcuka (Direktur Eksekutif UN Women) untuk hentikan kekerasan terhadap perempuan baik di domestik dan publik dengan segala bentuk kekerasan yang memprihatinkan dunia.

Secara umum terjadi keletihan global pada isu kekerasan terhadap perempuan, karena sistem hukum tidak menjawab keadilan bagi perempuan korban, impunitas pelaku dan sistem  yang tidak optimal berjalan. Untuk itu diperlukan terobosan kreatif, evaluasi dan kajian dampak kebijakan, penganggaran dan pembiayaan yang komprehensif, pelibatan multi pihak dan penguatan kelembagaan atau national machinary, agar penghapusan kekerasan terhadap perempuan berjalan optimal.

Sebagai mekanisme HAM Nasional, maka peran strategis yang dilakukan oleh Komnas Perempuan adalah memberi masukan dan mengawal proses maupun substansi, termasuk menyelenggarakan konsultasi dengan mitra strategis untuk  mendapatkan masukan, agar dapat dikawal oleh Delegasi Republik Indonesia, termasuk dalam intervensi maupun agreed conclusions, sebagai kesepakatan global pemajuan Hak Perempuan sedunia. Pada segi proses, sejak 3 tahun lalu, Komnas Perempuan mendorong adanya pelibatan dari semua pihak dalam proses persiapan dan pelaksanaan, terutama pelibatan perempuan di wilayah post konflik ke dalam Delegari RI. Masukan ini direspon baik oleh Kementerian Pemberdayaan dan Perlindungan Anak (KPPA) dengan pelibatan perempuan Papua mewakili Majelis Rakyat Papua untuk  turut hadir dalam CSW, bahkan pada tahun ini menteri KPPA juga menambahkan wakil dari Aceh masuk dalam Delegasi RI.

Substansi yang terus diupayakan oleh Komnas Perempuan bersama dengan negosiator wakil Delegasi RI dan CSO untuk  diadopsi dalam agreed conclusion adalah: Isu kekerasan terhadap perempuan terutama isu kelompok rentan yang harus mendapat prioritas; Mendorong hasil CSW agar setia pada Beijing Platform For Action; Isu-isu pemiskinan perempuan dan climate change mengedepankan HAM Perempuan; serta penghentian isu-isu diskriminasi; termasuk  Mendorong pelibatan NHRI (National Human Right Institusions) atau Lembaga HAM Nasional dalam CSW. Keterlibatan NHRI di dalam agreed conclusions adalah sebagai elemen strategis untuk turut mengawal SDG’s dan peran strategisnya dianggap penting untuk CSW.

Di dalam agreed conclusions, isu kekerasan terhadap perempuan yang cukup mengedepan, seperti, memastikan praktik-praktik yang menyakitkan bagi perempuan, seperti perkawinan anak, pelukaan genital atau mutilasi/sirkumsisi (sunat/ khitan) genital perempuan dapat dihapuskan. Isu migran perempuan yang semula masuk dalam isu ekonomi dapat dinegosiasi masuk dalam paragraf tersendiri agar masuk dalam kerangka HAM Perempuan. Selain itu isu pemiskinan perempuan, keadilan global dan perubahan iklim, perempuan adat, perempuan dengan disabilitas, perempuan pembela HAM, harus mendapatkan prioritas global, baik perlindungan yuridis, dukungan politik sosial dan kultural, juga finansial terutama dukungan resources untuk CSO dan akar rumput (grass root). Isu yang masih menjadi perdebatan global adalah isu berbagai bentuk keluarga dan hak seksual, karena sejumlah negara yang kental aspek keagamaannya hanya mengenal satu jenis keluarga, dan tidak mengenal hak seksual, seperti dinamika di berbagai negara lainnya. Penolakan pengakuan berbagai bentuk keluarga dan hak seksual  ini  terjadi karena kekhawatiran pada isu orientasi seksual non hetero, yang sejak 3 tahun lalu berdebat tak berkesudahan.

Pada CSW 60, Komnas Perempuan bekerjasama dengan KPPA, Kaukus Perempuan Parlemen RI, Gerakan Perempuan Peduli Indonesia menyelenggarakan side event dengan tema “Mengedepankan Peran  Komunitas untuk Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan.” Komnas Perempuan menyajikan presentasi tentang “Menerjemahkan HAM Perempuan untuk Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan: Pengalaman Komnas Perempuan Bekerja di Indonesia sebagai Negara dengan Mayoritas Muslim”. Berbagai isu dibincang, dari isu-isu kekerasan yang belum popular dikenali, hingga isu efek dari gerakan ekstrimis dan teroris atas nama agama yang  mengundang collective punishment terhadap perempuan Islam di berbagai negara. (Isu lainnya dapat dibaca pada lampiran Catatan Komnas Perempuan dari Commission on the Status of Women/ CSW 60 atau Komisi Status Perempuan di PBB)

Terhadap berbagai hasil diatas, Komnas Perempuan mendorong:

1.      Pemerintah Indonesia, terutama KPPA bekerjasama dengan berbagai pihak untuk mensosialisasikan dan mengintegrasikan hasil agreed conclusions, terutama isu SDG’s dan penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan praktiknya baik dari berbagai negara ke dalam arah kerja pemajuan HAM Perempuan di Indonesia;
2.      Mempersiapkan proses persiapan CSW lebih direncanakan dan melibatkan lebih banyak pihak, baik CSO dan  komunitas korban, juga elemen negara terutama dari daerah, anggota parlemen, APH,  NHRI, dalam proses persiapan dan pelaksanaan CSW, dengan mempertahankan dan meningkatkan upaya CSW 60 yang sudah lebih  terkoordinasi dan lebih terbuka;
3.      UN Women untuk mencari strategi agar CSW bisa hasilkan agreed conclusions yang lebih maju dan tidak lebih rendah dari Beijing Platform for Action. Selain itu, memperluas keterlibatan NHRI termasuk Mekanisme HAM Perempuan, dengan membuka mekanisme khusus dari luar pemerintah dan CSO, untuk merawat independensi dan mengoptimalkan peran substantifnya saat pra dan paska pelaksanaan CSW;
4.      Menyerukan semua pihak, terutama lembaga negara dan lembaga agama untuk mencegah ekstrimisme dan terorisme yang akan memicu konflik global dan kekerasan terhadap perempuan. PBB harus terus mengembangkan solusi penanganan ekstrimisme dengan pendekatan nir kekerasan dan  lebih mengakar dengan  melibatkan perempuan dalam keamanan dan perdamaian;
5.      Korporasi harus ada mekanisme pertanggungjawaban dan jangan ada impunitas. Korporasi harus mulai membangun mekanisme pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan;
6.      Perkuat sistem pendataan untuk melihat peta dan dampak kebijakan, agar penanganan dan pencegahan kekerasan terhadap perempuan lebih optimal;
7.      Perkuat kelembagaan perempuan dan perbanyak akses resources untuk mendukung kerja mereka, termasuk resources untuk CSO perempuan dan akses kelompok grass root, utamanya komunitas  korban/penyintas  kekerasan terhadap perempuan.


Kontak Narasumber (Mewakili Komnas Perempuan Dalam CSW 60):

Yuniyanthi Chuzaifah, Wakil Ketua (081311130330)
Indraswari, Komisioner (081572158806)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar