|
|
(Jakarta, 4/3) Menteri
PPN/Kepala Bappenas, Andrinof Chaniago, membuka acara diskusi “Ekonomi
Syariah: Peluang dan Tantangan Pengembangannya”, yang bertujuan untuk
mensosialisasikan ekonomi yang berbasis syariah, potensinya dalam sistem
ekonomi kita, dan penerapannya di Indonesia. Hadir sebagai narasumber
Adiwarman Azwar Karim, akademisi dan praktisi ekonomi syariah.
“Beberapa
tahun yang lalu, Bappenas telah melakukan berbagai upaya untuk
mendorong pengembangan sistem industri keuangan syariah di Indonesia,
guna mendukung dan mendorong perkembangan sektor riil yang juga
berkategori syariah,” ungkap Menteri Andrinof dalam mengawali
sambutannya.
Sebagai
lembaga perencana, Bappenas memiliki kemampuan dan mandat untuk
berperan dalam merencanakan pembangunan, termasuk ekonomi syariah. “Saya
berharap kedeputian sektor di Bappenas dapat mempelajari dan berkreasi
untuk mengembangkan kegiatan ekonomi syariah di Indonesia,” tambah
beliau.
Menurut
Menteri Andrinof, Indonesia sangat berpotensi menjadi penyokong
pengembangan dan pertumbuhan ekonomi syariah, dikarenakan dua hal.
Pertama,
mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Meskipun ekonomi syariah
tidak dikhususkan bagi muslim, tetapi umat muslim tetap menjadi pasar
utama bisnis dan keuangan syariah.
Kedua,
terkait bonus demografi pada 2025-2035, yang berpotensi menghasilkan
masyarakat kelas menengah. Peningkatan kelompok ini didominasi oleh umat
muslim dengan behaviour yang beragam, yang membuat bisnis dan keuangan syariah juga lebih beragam.
Pada
kesempatan yang sama, Adiwarman Azwar Karim menjelakan prinsip-prinsip
ekonomi syariah. “Penerapan prinsip-prinsip syariah ke dalam ekonomi
dikembangkan dari sebuah tahapan pembersihan hati yang lazim dilakukan
oleh para sufi,” ungkap Adiwarman Azwar Karim.
Tahap pertama, TAKHALLI (تخلي
) yang berarti “mengosongkan”, yaitu upaya untuk meninggalkan semua
praktik-praktik yang buruk. Tahap Kedua, TAHALLI (تحلي ) yang berarti
“pengisian hati”, yaitu mengisi kegiatan ekonomi dengan hal-hal yang
baik. Tahap ketiga, TAJALLI (تجلي ), yang berarti “menampakkan”, yaitu
melakukan kegiatan ekonomi yang dilengkapi dengan perbuatan-perbuatan
derma sebagai bentuk penampakkan kasih sayang Tuhan.
Dari
sisi ekonomi makro, diharapkan ekonomi syariah dapat menciptakan
keseimbangan ekonomi riil dan moneter; mendorong terciptanya
keseimbangan keadilan (fairness equilibria); dan mengoptimalkan penerbitan sukuk negara.
Bertambahnya
jumlah uang tanpa diiringi produksi barang dan jasa dapat mengakibatkan
peningkatan harga (inflasi) dan menggangu aktivitas ekonomi baik
konsumtif maupun produktif. Dalam hal ini, bisnis dan keuangan syariah
dapat didorong untuk mempercepat perputaran uang dengan cara menggunakan
konsep akad jual-beli dan bagi-hasil, yang dapat menggerakkan produksi
barang dan jasa.
Sementara itu, keseimbangan keadilan dapat dicapai dengan mengubah acuan suku bunga floating yang kurangfair sebagai acuan, menjadi SBI Syariah+1; serta pengetatan larangan monopoli.
Terkait sukuk negara, diharapkan penerbitan asset backed sukuk lebih banyak digunakan, karena tipe asset basedsukuk memiliki risiko bubble yang sama besarnya dengan obligasi konvensional. Asset backed sukuk dinilai lebih jelas dan dapat menekan resiko, karena sumber pembayarannya berasal dari income stream asset yang menjadiunderlying.
Dari sisi ekonomi mikro, diharapkan industri-industri syariah, seperti makanan, farmasi dan kosmetika (food); busana jilbab (fashion); wisata syariah (fun); dan lembaga keuangan syariah (finance); juga dapat berkontribusi bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Adapun tantangan bagi industri syariah di atas antara lain, tersedianya badan penyelenggara jaminan produk halal,riding the wave (mengikutsertakan
produk lokal), insentif bagi pelaku industri, meningkatnya promosi dan
kerjasama internasional, pembangunan infrastruktur dan prasarana,
inklusi lembaga keuangan syariah terhadap masyasrakat, terciptanya
sistem perdagangan yang adil, serta industri keuangan ramah lingkungan.*
|
|
Written by Rahmat Ramadhan
|
Friday, 06 March 2015 14:49 |
(Jakarta, 27/2) Pemerintah Indonesia melalui Kementerian PPN/Bappenas menyelenggarakan acara penandatanganan MoU Proyek National Support for Local Investment Climates (NSLIC) dengan Pemerintah Kanada; serta Implementation Agreement (IA) Proyek Sustainable Regional Economic Growth and Investment Programme(SREGIP) dengan Pemerintah Jerman.
Hasil
yang diharapkan dari penandatanganan MoU kedua proyek tersebut adalah
untuk meningkatkan iklim dunia usaha dan jumlah usaha yang berkelanjutan
dan berdaya saing.
“Hibah
atau bantuan yang diberikan kepada Pemerintah Indonesia, bertujuan
untuk mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan di dalam RPJMN
2015-2019, yang baru saja ditetapkan Presiden Joko Widodo di Januari
2015. Terutama untuk pembangunan dan pertumbuhan ekonomi daerah, dalam
rangka investment dan dukungan-dukungan lain,” jelas Sesmen PPN/ Sestama Bappenas, Slamet Seno Adji.
Diharapkan dukungan terhadap Pemerintah Indonesia ini, menurut beliau, dapat meningkatkan capacity buildingseluruh stakeholders pembangunan
daerah, yang tujuannya mengentaskan kemiskinan, untuk desa-desa
tertinggal, serta pembangunan perkotaan dan pusat-pusat pertumbuhan di
daerah.
“Suatu
kehormatan bagi saya dapat hadir dalam acara yang sangat penting ini,
yang sudah cukup lama tertunda. Kontribusi Pemerintah Kanada sebesar $18
juta selama tujuh tahun ke depan ditujukan untuk memfasilitasi
pengembangan ekonomi lokal dan regional. Tentu kerja sama ini melibatkan
berbagai mitra pembangunan, baik level nasional maupun lokal, yang
mendukung implementasi strategi ini sejalan dengan prioritas nasional,”
jelas perwakilan Dubes Kanada, Jacob Thoppil.
“Bappenas
berperan penting dalam mengkoordinasi mitra-mitra pembangunan; yang
bekerja sama selama 6 tahun atau lebih ini dengan penuh kepercayaan (trustful). Secara intensif, kami memiliki hubungan yang saling menguntungkan (mutual exchange) dengan
Bappenas, terutama dalam mendukung perencanaan proyek, mengharmonisasi
pendekatan, dan menyelaraskan berbagai topik untuk pengembangan ekonomi
nasional, lokal, dan regional. Untuk itu, sangat penting untuk
melanjutkan kerja sama yang penuh kepercayaan ini guna berkontribusi
lebih untuk pembangunan Indonesia yang berkelanjutan,” jelas Country Director GIZ, Ulrich Mohr.
Proyek
NSLIC yang bernilai 18 juta dolar Kanada akan berlangsung selama 7
tahun. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesempatan kerja dan
pendapatan dari penduduk miskin, melalui perbaikan iklim dunia investasi
dan pengembangan jasa pendukung usaha, khususnya untuk 2 provinsi di
Sulawesi, dan 5 kabupaten terpilih di masing-masing provinsi.
Ruang
lingkup proyek NSLIC, antara lain: (1) fasilitasi peningkatan kapasitas
daerah dalam penerapan inovasi dan regulasi; (2) fasilitasi penyusunan
regu-lasi yang mendukung penguatan iklim dunia usaha; (3) pengembangan
lem-baga fasilitasi pengembangan ekonomi lokal dan daerah, termasuk
Sekretariat TKPED; (4) dukungan penguatan kerja sama pemerintah dan
swasta.
Sementara
itu, proyek SREGIP yang bernilai 4,4 juta Euro akan berlangsung selama
2,5 tahun. Tujuan proyek ini adalah meningkatkan daya saing daerah,
khususnya daerah pilot (Kalimantan Barat dan NTB) melalui peningkatan
nilai tambah, serta peme-rataan dan berwawasan lingkungan.
Ruang
lingkup proyek SREGIP, antara lain: (1) fasilitasi dan bantuan teknis
penyusunan kebijakan peningkatan investasi daerah; (2) fasilitasi UMKM
dan koperasi; (3) kerja sama antar daerah dan stakeholders;
(4) penerapan inovasi dan teknologi untuk peningkatan nilai tambah; (5)
fasilitasi penyusunan regulasi yang mendukung penguatan iklim dunia
usaha.*
|
Written by Rahmat Ramadhan
|
Thursday, 26 February 2015 14:44 |
(Makassar, 23/2) Menteri
PPN/ Kepala Bappenas, Andrinof Chaniago memberikan arahan di acara
Sosialisasi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
2015-2019 Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, dan Sulawesi
Tenggara di Ruang Pola Kantor Gubernur Sulawesi Selatan. Adapun maksud
forum tersebut adalah untuk mensosialisasikan pokok-pokok isi RPJMN
2015-2019 yang ditetapkan melalui Perpres No. 2 Tahun 2015, serta
mendorong dilakukannya penyesuaian RPJMD Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Hadir
dalam forum tersebut Gubernur Sulawesi Selatan, Syahrul Yasin Limpo;
anggota Komisi IX DPR RI, Amir Uskara; perwakilan Gubernur Sulawesi
Barat dan Sulawesi Tenggara; dan para rektor, tenaga ahli, delegasi LSM,
dan tokoh-tokoh masyarakat.
“Sosialisasi
RPJMN di Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara ini sangat
memudahkan saya, karena apa yang sudah dirumuskan dalam RPJMN, sebagian
besar dari segi ide, substansi, dan langkah-langkahnya sudah
dijalan-kan ketiga provinsi dengan hasil yang spektakuler,” ungkap
Menteri Andrinof.
Disebut
“spektakuler”, menurut beliau, karena tidak banyak negara dan provinsi
yang angka pertumbuhan ekonominya di atas 7 persen. Hal ini dikarenakan
ketiga provinsi tersebut benar-benar memanfaatkan dan membidik secara
tepat sektor-sektor unggulan yang ada di daerahnya, serta didukung tata
kelola yang baik, SDM yang berkualitas di setiap jenjang, dan lokasi
yang strategis.
Gubernur
Sulawesi Selatan juga menambahkan pencapaian daerahnya. “Sulawesi
Selatan merupakan provinsi yang meraih penghargaan terbanyak
se-Indonesia, yaitu 169 penghargaan nasional. Kami juga peraih WTP empat
kali berturut-turut,” jelas Syahrul Yasin Limpo.
Menteri
Andrinof kemudian menjelaskan lima sektor unggulan pembangunan. “Dalam
RPJMN, kita telah memilih lima sektor unggulan, yaitu pangan, maritim,
energi, pariwisata, dan industri. Kelima sektor ini status dan nilainya
hampir sama. Selama ini kita kehilangan kesempatan dalam mengelola
sektor tersebut, padahal potensi untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi
yang tinggi sangat terbuka,” jelas Menteri Andrinof.
Menurut
beliau, Indonesia merupakan negara dengan alam dan budaya yang sangat
kaya, serta lokasi yang sangat strategis, namun capaian pariwisata kita
masih jauh dari hasil yang diharapkan.
Begitupula
dengan energi, potensi dan cadangan sumber energi kita berlimpah (gas,
batubara, dan geotermal) tetapi konsumsi listrik per kapita kita
termasuk yang terendah se-Asia. Dari segi total output energi listrik, kita seperenam dari India dan seperduapuluh dua dari China.
Hal
yang serupa juga tampak pada capaian kelautan. Negara yang luas
wilayahnya 2/3 lautan dan garis pantai terpanjang nomor dua di dunia,
tetapi produksi tangkap dan budidaya ikannya 1/5 dari negara yang jauh
lebih kecil.
“Hal
itu semua menunjukkan ada peluang yang hilang dan potensi yang belum
tergarap untuk mensejahterakan masyarakat,” kata Menteri Andrinof.
Terkait
energi, Menteri Andrinof mengatakan listrik merupakan modal penting
bagi pembangunan. “Kita tidak bisa membicarakan rencana yang lain, kalau
tidak merencanakan produksi listrik. Kita tidak dapat membicarakan
peningkatan kawasan indusri, kapasitas pelabu-han perikanan, dan jasa
perhotelan dan perdagangan, kalau tidak memikirkan suplai listriknya,”
jelas beliau.
Menteri
Andrinof juga menyampaikan harapannya terhadap pemerintah daerah
Sulawesi. “Daerah ini tinggal selangkah lagi mengambil peran sebagai leader dan
lokomotif bagi kemajuan pembangunan di kawasan timur Indonesia. Untuk
itu, jangan hanya berpikir mengakumulasi yang sudah ada,” pungkas
beliau.*
|
Written by Rahmat Ramadhan
|
Friday, 12 December 2014 14:31 |
Sejumlah
dosen dan peneliti dari Universitas Gajah Mada (UGM) yang langsung
dipimpin oleh Rektor UGM, Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D
menemui Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas,
Andrinof Chaniago. Dalam kesempatan ini, Menteri Andrinof didampingi
antara lain oleh Sekretaris Kementerian PPN/Sekretaris Utama Bappenas,
Dr. Slamet Seno Adji, MA; Staf Ahli Menteri PPN Bidang Hubungan
Kelembagaan, Dr. Ir. Dida Heryadi Salya, MA; Direktur Kesehatan dan Gizi
Masyarakat Bappenas, Dr. Hadiat, MA; Direktur Kehutanan dan Konservasi
Sumber Daya Air Bappenas, Ir. Basah Hernowo, MA; Direktur Kelautan dan
Perikanan Bappenas, Dr. Ir. Sri Yanti JS, MPM; dan Direktur Lingkungan
Hidup Bappenas, Ir. Wahyuningsih Darajati, MSc.
Tujuan
kedatangan dosen dan peneliti ini, sebagaimana dinyatakan oleh Prof.
Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D, adalah untuk memberikan masukan
terhadap Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019
terutama untuk sektor pengembangan sistem inovasi dan teknologi bidang
kesehatan, kemandirian dan kedaulatan energi indonesia, pengembangan
infrastruktur, lingkungan hidup dan kehutanan, kedaulatan pangan, serta
pembangunan kemaritiman. “Berbagai masukan ini merupakan hasil
penelitian dan studi para dosen dan penelitin di lapangan yang telah
dipaparkan ke beberapa Kementerian/Lembaga,” ungkapnya.
Menanggapi
hal tersebut, Menteri Andrinof menyatakan bahwa pertemuan ini merupakan
momen yang tepat untuk memberikan masukan RPJMN yang saat ini sedang
disusun. “Masukan dari UGM diharapkan dapat menambahkan poin-poin RPJMN
2015-2019 yang dirasa masih kurang tajam,” ungkapnya.
Menurut Menteri Andrinof, prioritas arah pembangunan kedepan berorientasi pada tiga hal: pertama, kewilayahan
dan meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat. Pembangunan
tidak boleh lagi menurunkan daya dukung lingkungan dan mengenyampingkan
masyarakat terutama yang ada di pelosok; kedua, sektoral yang terdiri dari pangan, maritim, pariwisata, energi; dan ketiga, sosial dimana pembangunan harus berpihak pada masyarakat dan tidak memperlebar kesenjangan.
Dalam
pertemuan yang digelar di Ruang SG 1-2 ini, dosen dan peneliti UGM
memberikan sejumlah masukan untuk RPJMN 2015-2019, antara lain sebagai
berikut: 1) Mendorong pertumbuhan produk inovatif di bidang farmasi; 2)
Kolaborasi akademia dan industri untuk menghasilkan alat kesehatan yang
masih impor; 3) Akselerasi penyerapan produk dan alat kesehatan buatan
dalam negeri; 4) Mendorong pertumbuhan inovasi bidang kesehatan dengan
pendekatan lintas bidang keilmuan; 5) desentralisasi energi; 6)
Keterpaduan rencana dan pelaksanaan pembanguan di wilayah hulu dan hilir
waduk untuk keberlanjutan pemanfaatan SDA; 7) Kebijakan untuk
memperkuat peran bidang OP dan realiasasi untuk alokasi anggaran yang
memadai; 8) pembangunan waduk harus didasarkan pada tujuan pemanfaatan
serbaguna (multi purpose oriented),
tidak hanya untuk mendukung pembangunan sektor irigasi/pangan; 9) Perlu
dilakukan identifikasi permasalahan dari pengalaman pembangunan dan
pengelolaan waduk yang sudah ada, baik teknis, ekonomi, sosial, budaya
dan lingkungan; 10) Revitalisasi budaya maritim; 11) Penegakan
Kedaulatan dan Hak Berdaulat di Laut; 12) Penataan Regulasi kelautan dan
Kemaritiman Indonesia; 13) Pengelolaan Pulau Kecil melalui Pulau
Mandiri; 14) Database Sumberdaya Alam Kelautan secara integratif,
kolaboratif, terstandard, dan aksesibel; 15) Percepatan proses
pengukuhan kawasan hutan untuk memperkuat legitimasi kawasan hutan
negara; 16) Pembentukan Kelembagaan lintas pihak tentang Penyelesaian
Konflik Kawasan Hutan; serta 17) Percepatan Penyelesaian Konflik di
Kawasan Hutan termasuk Hutan Adat.
|
Written by Rahmat Ramadhan
|
Tuesday, 18 November 2014 14:26 |
Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional/Bappenas menggelar Rapat Pemantauan, Koordinasi
Pelaporan Peraturan Pemerintah (PP) No. 39 Tahun 2006 Triwulan III Tahun
2014 pada Rabu (12/11) di Ruang SG 2-3 Gedung Utama Bappenas. Hadir
dalam kesempatan ini, Direktur Alokasi Pendanaan Pembangunan Bappenas,
Erwin Dimas, SE, DEA, MSi; Direktur Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah,
Dr. Dadang Solihin, MA; Perwakilan Kepala Biro Perencanaan Kementerian
Pertanian; Perwakilan Kepala Biro Perencanaan Kementerian Kebudayaan dan
Pendidikan Dasar-Menengah; dan Perwakilan Kepala Biro Perencanaan
Kementerian Kesehatan.
Dalam
kesempatan ini, Erwin Dimas menyatakan, berdasarkan PP. No 7 Tahun 2008
tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan (TP), program dan kegiatan
kementerian/lembaga (K/L) yang akan didekonsentrasikan atau ditugaskan
harus sesuai dengan rencana kerja K/L dan Rencana Kerja Pemerintah
(RKP). Selain itu, rencana lokasi dan anggaran untuk program dan
kegiatan yang akan didekonsentrasikan atau ditugaskan disusun dengan
memperhatikan kemampuan keuangan negara, keseimbangan pendanaan di
daerah, dan kebutuhan pembangunan daerah.
Menurut
Erwin Dimas, dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Pasal 108
dinyatakan bahwa dana dekonsentrasi dan dana TP yang merupakan bagian
dari anggaran kementrian negara atau lembaga yang digunakan untuk
melaksanakan urusan yang menurut peraturan perundang-undangan menjadi
urusan daerah, secara bertahap dialihkan menjadi dana alokasi khusus
(DAK).
“Namun,
hingga saat ini terdapat beberapa kegiatan K/L melalui mekanisme
dekonsentrasi atau TP masih melakukan kegiatan yang merupakan urusan
daerah,” imbuhnya.
Hal itu terjadi, kata Erwin Dimas, disebabkan karena beberapa permasalahan, diantaranya: pertama, kerancuan dalam pembagian kewenangan; kedua, keraguan dalam kemampuan menjaga prioritas; ketiga, kapasitas daerah dalam penyediaan dana pendamping; dan keempat, DAK
hanya untuk kegiatan fisik. “Akibatnya, proses pengalihan terkendala
dan sangat lambat dan terjadinya duplikasi anggaran,” jelasnya.
Berdasarkan
hal tersebut, lanjut Erwin Dimas rencana pendanaan pembangunan daerah
pada tahun 2015 diarahkan untuk beberapa hal berikut: pertama, memperbaiki
kualitas Dana Alokasi Khusus dengan cara melakukan perubahan pada
formulasi DAK sebagaimana terdapat dalam RUU RAPBN-P 2015 dan mengawal
prioritas nasional;kedua, melakukan
pengalihan dengan tiga pendekatan, yaitu: analisis kesamaan kegiatan
tercantum di RKA K/L dengan lingkup bidang kegiatan yang tercantum dalam
DAK, analisis kegiatan yang tercantum dalam RKA-K/L berdasarkan
pemetaan pembagian urusan pemerintahan, dan analisis sifat kegiatan yang
tercantum dalam RKA K/L berdasarkan keterkaitan manfaat yang
bersentuhan langsung dengan masyarakat.
Terkait
dengan pengalihan urusan bersama (PNPM) ke dana desa 2015, Erwin Dimas,
mengungkapkan bahwa dana desa bersumber dari belanja pusat dengan
mengefektifkan program K/L yang berbasis di Kementerian Dalam Negeri
(Kemendagri) dan Kementerian Pekerjaan Umum (KemenPU). “Dana desa tahun
2015 sebesar Rp.9.066,2 M berasal dari realokasi anggaran PNPM pada
Kemendagri sebesar Rp.7.608,7 M dan anggaran program Sistem Penyediaan
Air Minum (SPAM) Perdesaan dan Program Pembangunan Infrastruktur
Perdesaan (PPIP) KemenPU sebesar Rp.1.457,5 M,” pungkasnya. (*)
|
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar