Undangan Diskusi Institut
Peradaban
Institut
Peradaban (IP) dengan hormat mengundang
Anda untuk hadir dan berpartisipasi dalam acara diskusi bulanan yang kali
ini akan diadakan pada:
Hari Rabu, 22 April 2015 pukul
13.30
di Wisma Intra
Asia
Jalan Prof. Dr. Soepomo No. 58 Tebet,
Jakarta Selatan
(500 m dari Tugu
Pancoran)
Topik
diskusi bulan ini:
"Narkoba dan Hukuman
Mati"
Pembicara :
-
Komjen Pol (Purn.) Gories
Mere
(Mantan Kepala BNN)
-
Romo Frans Magnis Suseno
(Budayawan)
- Prof. Dr. Mohammad Mahfud M.D.
(Mantan Ketua MK)
Mengingat
relevan dan pentingnya topik ini, kami sangat mengharapkan kedatangan dan
partisipasi Anda. Berhubung
dengan terbatasnya tempat, kami berharap kesediaan Anda untuk konfirmasi
kedatangan melalui email:
Atau SMS ke
0877 2111
8855
Atas nama
Institut Peradaban (IP)
Prof. Dr. Salim Said, M.A.,
MAIA
============================================================================================================================================
============================================================================================================================================
TOR Diskusi
Bulanan
Institut
Peradaban, Maret 2015
"Narkoba dan Hukuman Mati"Indonesia menyandang status negara ketiga terbesar dalam peredaran narkoba setelah Meksiko dan Kolombia. Sekitar 5 juta pecandu di negeri ini. 1,2 juta di antaranya tak bisa direhabilitasi. Bahkan, 10 persen dari 60 pecandu yang mati di seluruh dunia, korbannya adalah anak bangsa ini. Tingginya angka kematian itu selaras dengan giur uang yang beredar di bisnis narkoba.Indonesia pasar yang sangat menggiurkan. Ditaksir sekitar Rp1 triliun per hari. Setahun bisa Rp360 triliun uang beredar dalam bisnis narkoba. Pengedar jaringan internasional berlomba memasok dengan berbagai cara. Bahkan dari balik dinding penjara para mafia narkoba aktif mengendalikan bisnis mereka. Indonesia akhirnya dinyatakan sebagai berada dalam keadaan darurat narkoba. Nampaknya itulah dasar untuk memberlakukan hukuman mati bagi para gembong narkoba tersebut.Badan Narkotika Nasional (BNN) mengungkapkan ada 66 terpidana mati kasus narkotika menunggu eksekusi, setelah eksekusi 6 terpidana mati di Jawa Tengah, Januari lalu. 39 di antaranya warga negara asing (WNA) dan sisanya adalah WNI.Hukuman mati ini menciptakan pro kontra, meski sejumlah negara juga menerapkannya. Hingga Juni 2006, selain Indonesia masih ada 68 negara yang juga menerapkan praktik hukuman mati.Perlawanan terhadap penerapan hukuman mati ini tidak kecil. Aktivis kemanusiaan terus menyatakan penolakan dengan alasan hukuman paling kejam dan tidak manusiawi. Mereka menganggap hukuman mati merupakan pelanggaran hak asasi manusia, yaitu hak untuk hidup (right to life). Hak fundamental (non-derogable rights) ini merupakan jenis hak yang tidak bisa dilanggar, dikurangi, atau dibatasi dalam keadaan apapun, baik itu dalam keadaan darurat, perang, termasuk bila seseorang menjadi narapidana.Melalui hukuman mati, Indonesia sedang mencoba memperlihatkan kedaulatan hukum di mata International.Sayang, terkesan goyah akibat protes kuat yang datang dari Australia dan Brasil, serta ketidakterampilan Jaksa Agung dalam melaksanakan eksekusi mati tersebut.Akhirnya, narkoba dan hukuman mati menyisakan sejumlah pertanyaan mendasar untuk dijawab.Benarkah hukuman mati bagi pengedar narkoba yang sudah menyebabkan ratusan nyawa generasi melayang ini melanggar HAM? Di mana wajah kedaulatan hukum bangsa ini jika eksekusi mati dibatalkan akibat derasnya tekanan negara luar? Cukup efektifkah hukuman mati memberi efek jera bagi pengedar?========================================================================================
Tidak ada komentar:
Posting Komentar