‘Prajurit
Kemayu’
Pameran
Bersama oleh
I
Gede Jaya Putra, I Nyoman Suarnata, I Made Putra Indrawan, I Putu Nova Ruspika
Yanto, Ngakan Putu Agustus
Bincang
Seni&Pembukaan:
Selasa,
7 April 2015| Jam 18.30 wib(Bincang Seni)&19.30 wib (Pembukaan)
Dimeriahkan
oleh: Gangbang DJ
ViaVia
Café & Alternative Art Space| Jl. Prawirotaman 30 Yogyakarta
Pameran
berlangsung hingga 3 Mei 2015
Apa yang terlintas di benak kita ketika mendengar istilah
Prajurit Kemayu?
Apakah sosok tentara yang menggunakan aksesoris yang biasa
dipakai wanita, atau sosok tentara yang gagah, garang, jantan, namun bertingkah
laku gemulai, layaknya wanita?
Kita mengenal sosok prajurit atau tentara sebagai sesuatu yang
bersifat jantan, maskulin. Sedangkan kemayu atau feminin, biasa diidentikkan
dengan sifat yang dimiliki seorang wanita, dengan naluri yang lebih
mengedepankan rasa, cinta kasih, kelembutan, dan lain sebagainya. Agaknya
seniman memang sengaja menciptakan istilah Prajurit Kemayu, untuk menggambarkan
suatu kontradiksi, yang sengaja dicomot sebagai symbol untuk mewakili apa yang
ingin mereka sampaikan. Sebuah kondisi ‘abu-abu’, dimana mereka bisa dengan
bebas bereksplorasi, dengan tidak berpatokan pada satu hal yang dianggap biasa.
Prajurit Kemayu Manusia memiliki sifat-sifat yang tersembunyi
dan bertentangan dalam diri mereka. Seseorang yang dari luar terlihat sangat
macho/jantan, bukan tidak mungkin dia juga seseorang yang melankolis, begitu
pula sebaliknya yang terjadi pada wanita; terlihat sangat feminine dan lemah
lembut, tapi bersikap sangat keras seperti layaknya lelaki. Dalam hal ini,
seniman mengaitkan hal tersebut sebagai refleksi diri mereka, sebagai 2 sisi
individu yang berproses, ingin menjadi seorang ‘prajurit’ yang ‘menang’ di
medan pertempuran (dalam hal ini konteksnya adalah eksis dalam medan seni
rupa), dan tidak ingin menjadi individu yang lemah (kemayu), yang kalah sebelum
berperang.
Meski berlatar belakang pendidikan seni yang sama, Institut
Seni Indonesia, Bali, kelima seniman ini memiliki minat yang berbeda-beda. I
Nyoman Suarnata, biasa dipanggil Rako, sudah aktif berpameran sejak usia muda,
dalam pameran ini ia mengangkat fenomena Game yang sangat popular di
masyarakat, sehingga membuat kita mengidolakan sebuah karakter/figure dalam
game tersebut. I Gede Jaya Putra atau yang biasa akrab dipanggil Dekde memiliki
minat untuk mendalami new media art, ia mengangkat fenomena yang terjadi
saat ini, yaitu antara dunia imajinasi (maya) dan realitas, seperti adanya
sosok super hero yg hanya ada di dalam dunia imajinasi, namun
kehadirannya dirasakan begitu nyata. Karya Dekde meliputi drawing, lukisan,
instalasi, dan video. Ngakan Putu Agustus atau Dewa, tinggal di daerah
peninggalan situs purbakala dan adat istiadat yang kental, selain berkarya seni
rupa, ia aktif dalam kegiatan masyarakat adat di tempat tinggalnya. Drawing
dengan banyak garis lembut menggunakan media charcoal, dan penggunaan objek
lain sebagai pendukung karya adalah ciri khas dari karya-karya Dewa. I Putu
Nova Ruspika Yanto belajar mengukir sejak masih di sekolah dasar, meskipun
mengambil jurusan lukis ketika kuliah, Nova saat ini lebih banyak mengukir kayu,
dan juga berprofesi sebagai guru. Dan yang terakhir, I Made Putra Indrawan
memiliki ketertarikan mengumpulkan benda-benda bekas, dari mulai sampah dari
tepi pantai sampai ke gudang besi bekas, benda-benda temuan itu kemudian diberi
sentuhan untuk dibuat menjadi sebuah karya seni, ibarat memberi nafas/roh
kembali, sehingga terjadi sebuah siklus baru (hidup dan kehidupan).
'Effeminate Soldiers’
Joint exhibition by
Joint exhibition by
I Gede Jaya
Putra, I Nyoman Suarnata, I Made Putra Indrawan, I Putu Nova Ruspika Yanto,
Ngakan Putu Agustus
Art Show & Opening:
Tuesday, April 7th, 2015 | 18:30 pm (Art Talk) and 19:30 pm (Opening)
Hosted by: Gangbang DJ
ViaVia Café & Alternative Art Space | Jl. Prawirotaman 30 Yogyakarta
The exhibition runs until May 3, 2015
Tuesday, April 7th, 2015 | 18:30 pm (Art Talk) and 19:30 pm (Opening)
Hosted by: Gangbang DJ
ViaVia Café & Alternative Art Space | Jl. Prawirotaman 30 Yogyakarta
The exhibition runs until May 3, 2015
What comes to mind when we hear the term effeminate soldiers?
Is it a military character adorned by female accessories, or a gallant soldier, tough and manly, but at the same time graceful like a woman?
We know soldiers to be manly and masculine. The effeminate or feminine are
commonly identified as properties owned by women along with instincts for
taste, love, tenderness, and so forth. It seems that the artists deliberately
use Effeminate Soldiers as a symbol to address contradictions. They are
entering a gray area, where they can freely explore outside of what’s
considered normal.
Even effeminate soldiers have hidden properties and contradictions within. Someone migh look macho and masculine and it is hard to imagine him also harboring melancholy. Likewise for women that look very feminine and gentle, could they also be hard like men? The artists see this as a reflection of themselves, like being two faced individuals wanting to become a 'warrior' who 'wins' in the battlefield (in the context of what exists in the field of fine arts), and do not to be weak individuals (effeminate), which lose the war.
Although the artists have the same educational background from Art Institute of Indonesia, Bali, the five artists have different interests. I Nyoman Suarnata, known as Rako, has been active exhibiting his work since he was young. In this exhibition he addresses popular games where characters are idolized. I Gede Putra Jaya, commonly nicknamed Dekde, is interested in exploring new media. He addresses what exists between the world of imagination (virtual) and realities, such as the super hero figures who exist only in the world of the imagination, but whose presence feel real. Dekde’s works include drawings, paintings, installations and videos. Ngakan Putu Agustus, or Dewa, lives near archeological sites where culture and traditional customs are thick. In addition to art, he is active with indigenous affairs. Drawing with soft lines using charcoal and other objects is characteristic of his work. I Putu Nova Ruspika Yanto learned to carve when he was in elementary school. He majored in painting, but carved wood has become a media he often goes to. He also works s a teacher. And lastly, I Made Putra Indrawan is interested in collecting second-hand objects, ranging from stranded trash on the beach to the warehouse scrap metal, which he turns into art, figuratively giving it bewth of life and spirit, resulting in a new cycle.
More Info: Rennie “EmonK” | 081802221882|semanismadu@gmail.com|viaviajogja.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar