Selasa, 26 Juni 2012

Pemutaran Video Diary, Launching Program & Diskusi Publik untuk Jurnalis Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta & International Labour Organization (ILO)


Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta dan International Labour Organization (ILO) Jakarta, akan mengadakan “Diskusi Publik dan Pemutaran Video Diary tentang Pekerja Anak Indonesia”. Acara akan berlangsung tanggal 24 Juni 2012 di Jakarta.  Diskusi ini bertujuan untuk memperbarui perkembangan isu pekerja anak untuk rekan-rekan media.

Adapun Agenda  tersebut adalah sebagaiberikut :
1. Pemutaran Video Diary Pekerja Anak
2. Diskusi Publik : Masa depan Pekerja Anak di Indonesia
3. Launching Program: Fellowship dan Media Award untuk Jurnalis (AJI dan ILO)

Video Diary tentang pekerja anak yang berjudul: “Aku Masa Depanmu, Indonesia!” dikerjakan oleh para pekerja anak di beberapa daerah di Indonesia, yang di fasilitasi oleh Yayasan Kampung Halaman. Video ini merupakan hasil karya dari para pekerja anak di Jakarta, Sukabumi dan Makassar di lima sektor: anak jalanan, anak pemulung, pekerja Rumah tangga anak, pekerja pabrik anak dan pekerja seks komersial anak. Video ini merekam perjuangan keseharian mereka dan harapan mereka sebagai anak Indonesia.
Dalam diskusi ini akan hadir pembicara dari ILO yang akan memberikan data terbaru tentang pekerja anak, dari praktisi pendidikan anak, dan dari pemerintah (lihat kerangka acuan kegiatan).

Term Of Reference (TOR)
Pemutaran Video Diary, Launching Program & Diskusi Publik untuk Jurnalis
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta & International Labour Organization (ILO)

Persoalan pekerja anak di Indonesia, tak hanya sekedar eksploitasi atas tenaga mereka. Melainkan juga eksploitase atas seksualitas mereka. Lihat saja kenyataan yang cukup fantastis ini. Data menyebutkan bahwa banyak anak di bawah umur yang sudah bekerja. Mereka tak sekolah, dalam kondisi miskin dan rentan mendapatkan perlakuan eksploitase seksual dan tenaga kerja. Sebanyak 1,7 juta anak bekerja di lingkungan yang berbahaya dan harus ditarik kembali ke sekolah. Kenyataan lain sebanyak 688 ribu anak bekerja menjadi Pekerja Rumah Tangga (PRT). Data lain juga mengungkapkan, banyak pekerja anak yang kemudian dinikahkan siri dan dijual ke luar negeri.
 Inilah data lengkapnya. Survei nasional yang digelar oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan International Labour Organization (ILO)  pada 2009 membuktikan, dari jumlah keseluruhan anak berusia 5-17 yang mencapai 58,8 juta orang anak, sebanyak 4,05 juta orang atau 6,9% adalah anak yang masuk dalam kategori anak yang bekerja. Dari jumlah anak yang bekerja tersebut, sebanyak 1,76 juta orang atau 43,3% merupakan pekerja anak dalam bentuk pekerjaan terburuk untuk anak.
 Data lainnya dalam survey tersebut menyebutkan, dari jumlah total anak berusia 5-17, sebanyak 81,8% berstatus bersekolah, 41,2% terlibat dalam pekerjaan rumah, dan 11,4% tergolong sebagai ‘idle’, yaitu tidak bersekolah, tidak membantu di rumah dan tidak bekerja.
Sekitar 50% pekerja anak bekerja sedikitnya bekerja selama 21 jam per minggu dan 25% sedikitnya bekerja selama 12 jam per minggu. Rata-rata, anak bekerja selama 25,7 jam per minggu, sementara mereka yang tergolong dalam kelompok pekerja anak bekerja selama 35,1 jam per minggu. Dan 20,7% dari anak yang bekerja itu bekerja pada kondisi berbahaya, misalnya lebih dari 40 jam per minggu.
 Kondisi ini tidak hanya terjadi pada kota-kota besar yang menjadi sentra industri, tetapi juga tersebar di kota kecil. Patrick Daru, Chief Technical Adviser of the ILO Education and Skill Program, pada awal Juni tahun lalu (2011) mengatakan pekerja anak ditemukan di hampir di semua kabupaten.
 Pekerja ditemukan pada beberapa sektor yang berbahaya. Diantaranya ialah anak yang dilacurkan, pekerja anak di industri pertambangan, pekerja anak di bidang konstruksi, pekerja anak  pada perikanan lepas pantai, pekerja anak sebagai pemulung sampah,  pekerja anak di jalanan, dan pekerja rumah tangga anak.
 Sejumlah upaya telah dilakukan pemerintah untuk menarik pekerja anak, termasuk anak-anak yang bekerja dalam kondisi bahaya. Dari sisi pemerintah, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi misalnya, pada tahun ini berencana menarik sebanyak 11.000 pekerja anak dari sejumlah perusahaan untuk disekolahkan kembali di sekolah formal. Pemerintah menerjunkan tim ke beberapa daerah untuk menarik para pekerja anak tersebut.
 Begitu pula dengan Lembaga swadaya masyarakat (LSM). Lembaga Advokasi Anak (LADA) misalnya mengadakan program pelatihan keterampilan kerja dan kesempatan magang bagi eks pekerja anak perkebunan di Kabupaten Tulang Bawang Barat, Lampung. Pada tahun 2009-2010, LADA memberikan pelatihan kerja reparasi motor kepada 62 anak laki-laki dan latihan kejuruan tata rias kepada 38 anak perempuan agar mereka tidak bekerja di perkebunan.
Indonesia sejatinya merupakan salah satu negara paling produktif dalam mengeluarkan berbagai peraturan dan kebijakan yang bertujuan untuk “memerangi” sector pekerja anak. Dalam sebuah diskusi kelompok terarah pada Januari 2011 oleh International Labor Organization (ILO) di Jakarta, para aktivis yakin bahwa Indonesia memiliki peraturan yang cukup guna mengatasi permasalahan jika regulasi yang ada dijalankan dengan semestinya.
Di sinilah media memainkan peranan yang sangat penting. Dengan pemberitaan yang mendalam, publik mendapatkan informasi mengenai kondisi pekerja anak di dalam negeri, tantangan yang dihadapi untuk menghapuskan pekerja anak, dan pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Tidak hanya itu saja, media juga mampu menjalankan perannya untuk memberikan suara bagi pekerja anak (giving voice to the voiceless).
Tulisan yang hadir di media dapat menghadirkan realitas yang terjadi di sudut-sudut jermal, di pondok-pondok tempat buruh anak melepas lelah sehabis bekerja di pabrik, di perempatan jalan di Jakarta, di bilik-bilik tempat anak yang dilacurkan, hingga di kedalaman laut tempat si penyelam pengambil mutiara.
 Perluasan informasi ini juga mampu menggalang keikutsertaan publik untuk berpartisipasi menghapus pekerja anak. Bagi pemilik usaha misalnya, mereka sadar untuk tidak lagi mempekerjakan anak-anak.
 Sayangnya, di Indonesia, media dan wartawan secara umum masih belum memiliki informasi dan pengetahuan yang cukup tentang persoalan pekerja anak. Akibatnya perhatian media terhadap persoalan pekerja anak masih menim dan tidak berkelanjutan.
Sumber-sumber untuk peliputan yang lebih mendalam jumlahnya juga sangat terbatas. Alhasil, jurnalis sering kali terpaksa hanya memberitakan apa yang ada di permukaan akibat minimnya kemampuan dan biaya. Selain itu, kebijakan media di Indonesia yang sering kali menugaskan jurnalis untuk meliput beragam bidang juga menjadi hambatan. Akibatnya, kualitas pemberitaan kurang mendalam. Di sisi lain, media-media di Indonesia akan sangat terbantu jika ada program dari organisasi jurnalis yang mendorong jurnalis untuk menghasilkan peliputan mendalam tentang pekerja anak.
Karena itu AJI Jakarta dan ILO akan mengadakan peluncuran program: Fellowship dan Media Award untuk jurnalis. Kegiatan ini dapat menjadi ajang kampanye tentang isu pekerja anak di kalangan media, sekaligus mendorong jurnalis menghasilkan karya jurnalistik yang berkualitas. Melalui tulisan yang mendalam diharapkan timbul kesadaran bersama untuk menghapus pekerja anak di Indonesia.
Selain itu dalam kesempatan ini Yayasan Kampung Halaman (YKH) akan meluncurkan sebuah Video Diary berjudul : Aku, Masa Depanmu Indonesia!.  Video ini merupakan video Partisipatori yang dibuat oleh para pekerja anak  di Indonesia yang menceritakan tentang kehidupan anak-anak yang tak sekolah dan harus bekerja untuk menghidupi dirinya sendiri. Mereka adalah: anak-anak jalanan, pemulung anak, pekerja Rumah tangga anak, pekerja pabrik anak dan pekerja seks komersial anak. Realitas anak-anak Indonesia inilah yang ditampilkan dari Video ini. ILO percaya bahwa video partisipatori ini akan meingkatkan kesadaran dan rasa prioritas masyarakat terutama bagi para pembuat kebijakan pekerja anak.

Acara :
1.   Pembukaan  : Peter van Rooij (Direktur ILO Indonesia)
2.   Launching dan pemutaran Video Diary Pekerja Anak  “ Aku Masa Depanmu, Indonesia!
     (Yayasan Kampung Halaman)
3.   Diskusi publik:  Persoalan Pekerja Anak di Indonesia
A.  Dede Sudono (Staf Nasional untuk Pekerja Anak dan Pendidikan ILO)
     Memaparkan tentang tentang kondisi terkini para pekerja anak di Indonesia.
B.  Bambang Wisudo (Pengajar di sekolah tanpa batas)
Memaparkan tentang mensiasati sekolah alternatif untuk anak-anak di Indonesia.
Apakah pendidikan di Indonesia relatif sudah memberikan kesempatan bagi anak-
anak yang jatuh dalam kemiskinan, sudah memberikan tempat bagi para buruh anak,
pekerja anak dan anak-anak marjinal di Indonesia?
C.  Maria Yohanista (Aktivis anak/ Mitra Imade)
     Pekerja anak dan persoalan yang belum usai.
D.  Hendar  (Pemerintah/ Kemenakertrans RI)
     Tanggung jawab pemerintah dalam menarik pekerja anak untuk masuk sekolah.
 4.   Launching Program dan Media Briefing: Program Fellowship dan Media Award untuk Jurnalis.
 Jadwal Acara
Pemutaran Film, Launching Program & Diskusi Publik untuk Jurnalis
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta & International Labour Organization (ILO)

Minggu, 24 Juni 2012:
12.00 - 12.45       Registrasi dan makan siang
12.45 - 13.00       Pembukaan oleh: Direktur ILO, Peter Van Rooij
13.00 - 13.15       Pemutaran Video Diary Pekerja Anak oleh Yayasan Kampung Halaman
13.15 - 13.30       Presentasi Yayasan Kampung Halaman tentang proyek Video Diary
 13.30 - 14.30      Diskusi publik/ Talkshow: Persoalan Pekerja Anak di Indonesia
 14.30 - 15.00      Sesi tanya jawab
 15.00 - 15.30      Peluncuran program ILO - AJI Jakarta
 15.30 -                  Penutupan

Informasi
Dapatkan informasi lengkap dengan menghubungi:
1. Sekretariat AJI Jakarta, Jl. Kalibata Timur IV G No. 10 Kalibata, Jakarta Selatan 12740 –
    Telepon/Fax: 021-7984105, email: ajijak@cbn.net.id,
2. Sdr. Aulia Afrianshah (Rio), Hp: 0852 7657 2757 dan
3. Sdr. Yus Ardhiansyah, Hp: 0811 807 1416.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar