Jumat, 13 Juli 2012

SEMINAR INTERNASIONAL “PERAN DAKWAH DAMAI HABAIB/ALAWIYYIN DI NUSANTARA”




SEMINAR INTERNASIONAL  
PERAN DAKWAH DAMAI HABAIB/ALAWIYYIN DI NUSANTARA
 
LATAR BELAKANG

Akhir-akhir ini dunia Islam diguncang oleh berbagai pertikaian sektarian yg mengerikan--sesuatu yg dapat membumihanguskan semua pihak dan tidak menyisakan harapan bagi umat. banyak pemerhati yg menilai meningkatnya ekstremisme dan intoleransi di antara umat ini sebenarnya berakar pada pengajaran dan dakwah Islam yg menjauh dari spiritualitas dan tasawuf. padahal, secara historis, tasawuf dan spiritualitas inilah yg melambari kesadaran religius masyarakat asia tenggara sejak awal.

Dalam sejumlah riset kesejarahan tentang masuknya Islam di wilayah Asia Tenggara, peran golongan keturunan Nabi Muhammad asal Hadhramawt (Yaman Selatan), yang dikenal dengan Sadah al-Alawiyyin atau Habaib selalu disebut-sebut. Ini menunjukkan peran besar yg mereka emban dalam penyebaran Islam di wilayah ini. Metode dakwah Islam dan ajaran-ajaran yang mereka bawa dikemas sedemikian harmonis dengan apa yang menjadi budaya masyarakat lokal sehingga dalam waktu yg relatif singkat, para tokoh dari kalangan ini mendapat tempat di hati elit maupun akar rumput bangsa-bangsa Asia Tenggara. Karena pendekatan peruasif dan damai, kerajaan-kerajaan lokal kemudian dengan leluasa dan suka rela membuka diri terhadap Islam yg relatif baru, sehingga peluang dakwah semakin luas. Tak sedikit dari tokoh Alawiyin awal yang dating ke Indonesia kemudian masuk ke dalam
keluarga berbagai kerajaan lokal itu lewat perkawinan. Kenyataannya, tak sedikit tampuk kepemimpinan kesultanan di Asia Tenggara sampai saat ini berada di jalur keturunan tokoh-tokoh ini. Termasuk di dalamnya Kesultanan Pontianak.

Tidak hanya itu. Yang lebih mencengangkan bukanlah betapa cepatnya ajaran Islam ini menyebar di Nusantara pada khususnya dan Asia Tenggara umumnya, melainkan fakta bahwa Islam menyebar dengan cepat dan dengan cara yg damai. Berkat dakwah yg damai ini pula akhirnya Islam sebagai agama baru, dibandingkan Hindu dan Buddha dengan mudah dapat menggugah kesadaran terdalam masyarakat di wilayah ini.dan segera menjadi agama mayoritas di wilayah ini. Sebagai ilustrasi, manusia Jawa yg semula begitu menghayati ajaran-ajaran Hindu, segera mampu menyerap dan menghayati aspek-aspek kebatinan (spiritualitas atau tasawuf) Islam hingga ajaran Hindu, yang tadinya sedemikian mengakar itu pun dapat dengan mudah digantikan dengan Islam. Meski masih diliputi kontroversi, ada teori kuat bahwa sedikitnya delapan dari sembilan Walisongo yang merupakan pendakwah-utama Islam di Indonesia, pun adalah berasal dari kalangan Kaum Alawiyin ini. Dapat dikatakan bahwa di masa kini Nahdhatul Ulama (NU), yang merupakan kelompok Islam terbesar di Indonesia sampai saat ini, to a great extent, merupakan warisan kaum Alawiyin ini.
Sejumlah besar peneliti sepakat bahwa bobot sufistik dalam ajaran-ajaran Islam yang sampai ke kawasan ini menyumbang sangat besar bagi keberhasilan dakwah yang tumbuh pesat dengan cara damai, tanpa melibatkan penaklukan dan ekspedisi militeristik ini. Sayangnya tradisi pengajaran islam sufistik ini sekarang justru mendapatkan tantangan dari kaum eksoteris, bahkan dianggap sebagai menyimpang dari arus utama pemikiran Islam. Sayangnya, penentangan ini terkait erat dengan metoda dakwah yang merupakan antitesis metyoda dakwah Alawiyin : yakni fundamentalistik dan ekstrimistik

Seminar ini dimaksudkan untuk menggali akar-akar kultural dakwah damai Islam di Nusantara dan, pada akhirnya, mempromosikan kembali cara-cara yang lebih manusiawi dalam pergaulan inter dan antaragama, sekaligus membendung ekstremisme dan radikalisme di Nusantara.

KAUM ALAWIYIN, MANHAJ, DAN METODA-DAKWAHNYA

Sebutan Alawiyin berasal dari nama salah seorang nenek-moyang kelompok ini, yakni Alwi bin Ubaydillah bin Ahmad bin Isa al-Muhajir bin Ali al-Uraydhi bin Jafar al-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husayn bin Ali bin Abi Thalib dari pekawinannya dengan Fathimah putri Rasulullah SAW. Kisah kaum Alawiyin di Hdhramawt bermula dari Ahmad bin Isa (bergelar al-Muhajir, yang berhijrah), yakni tokoh keturunan Rasulullah saw. yang pertama pindah ke Hadhramawt dari Iraq karena hendak menghindari tekanan politik yang ditimpakan oleh para penguasa kepada kaum keturunan Rasulullah SAW.

Dalam kaitan ini, tokoh yang paling penting adalah al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ali bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaydillah (yakni sumber sebutan Alawiyin. seperti disebut di atas). Tokoh inilah yang dianggap sebagai peletak pertama dasar-dasar Thariqah Alawiyah, yakni prinsip-prinsip tasawuf yang mendasarinya dan metoda dakwah dengan jalan damai.

Al-Faqih Al-Muqaddam dilahirkan pada tahun 574 H/1176 M di Tarim, Hadhramaut Yaman Selatan, Beliau wafat pada tahun 653 H pada usia 79 tahun, pada malam Jumat Zulhijjah 653 H, atau malam minggu di akhir bulan Zulhijjah tahun 653 H /1255M, dan dikebumikan di Zanbal, penanggalan wafat beliau diikhtisarkan dengan hitungan abjad Hijaiyah pada kalimat Abu Tarim

Dalam kehidupannya, tokoh yang pernah mendapatkan kiriman khirqah (pakaian kesufian) dari Syaikh Abu Madyan salah seorang guru Ibn Arabi ini pernah secara demonstratif melakukan upacara simbolik pematahan pedang. Al-Faqih al-Muqaddam mematahkan pedangnya sebagai simbol politik dan sosial-religius. Ahli sejarah Alawiyin, Sayyid Muhammad bin Ahmad al-Syathiry mengupasnya, dalam kitab Adwar a-Tarikh al-Hadhramy sebagai berikut : Di masa al- Faqih al-Muqaddam dan sebelumya para penguasa di Hadramaut menyoroti gerak-gerak Alawiyin karena mereka selalu mendapatkan tempat di hati rakyat  (mengingat klaim kuat keimaman sebagaimana dinyatakan dalam berbagai hadis dan dipercayai banyak orang). Mereka khawatir tokoh-tokoh di kalangan kaum Alawiyin dapat menjadi sumber berkumpulnya kekuatan politik dan ditakutkan dapat menggerogoti kekuasaan mereka. Bukan hanya selalu mengawasi gerak gerik Alawiyin, para penguasa ini juga terus menyudutkan kelompok ini, seperti perlakuan para penguasa sebelumnya, yang bermula  sejak Bani Umaiyah, Bani Abbas dan lainnya (Inilah juga yang mengakibatkan Ahmad bin Isa hijrah ke Hadhramawt untuk pertama kalinya). Alasan yang sama telah membuat kakeknya, Shahib Mirbath (Muhammad bin Ali) hijrah dari daerahnya. Juga kematian pamannya Alwi yang dipercayai diracun oleh al Qahthany, penguasa Tarim saat itu. Maka pematahan pedang harus dilihat sebagai simbol peletakan senjata, yang berarti kesediaan untuk menempuh cara-cara damai dalam dakwah dan kemasyarakatan. Penekanan pada tasawuf dan metoda dakwah secara damai inilah yang kemudian secara umum mewarnai secara turun temurun mazhab kaum Alawiyin di mana pun mereka berada, sampai pada masa sekarang ini.

TUJUAN SEMINAR
1.   Melacak kembali sejarah Alawiyin di Nusantara
2.   Mengenali metode kaum Alawiyin dalam berdakwah
3.   Merevitalisasi metode tersebut untuk masa sekarang
4.   Melacak interaksi metode dakwah Alawiyin dengan ajaran-ajaran tasawuf
5.   Mengenali signifikansi hijrah dalam metode dakwah kaum Alawiyin
6.   Menyegarkan kembali pemahaman tentang Thariqah Alawiyyah
7.   Mengembalikan sikap toleran dan moderat Islam dalam arus utama pemikiran Islam Nusantara.



TOPIK-TOPIK SEMINAR

1.      Sejarah Masuknya Islam ke Asia Timur Jauh & Nusantara serta peran kaum Alawiyin di dalamnya.
2.      Peran kaum Alawiyin dalam dakwah dan Penyebaran Islam di Nusantara : tinjauan historis dan antropologis:

3.      Dakwah Damai Islam: Berbagai Tantangan dan Peluang:
4.      Metodologi dakwah Kaum Alawiyin: Sebuah Studi Komparatif
5.      Membangun kembali dan mereposisi peran Kaum Alawiyin masa kini di Nusantara

6.      Mengembalikan Islam sufistik dalam dakwah kontemporer di Nusantara



PEMBICARA

1.   Prof. Dr. Azyumardi Azra (UIN Indonesia)
2.   Prof. Dr. Said Aqiel Siraj (PBNU Indonesia)
3.   Habib Lutfi bin Yahya (Indonesia)
4.   Habib Zayd Abdurrahman Yahya (Hadramaut Yaman)
5.   Prof. Engseng Ho (Duke University)
6.   Dr. Mark Woodward (Arizona State University)
7.   Prof. Dr. Yasmine Shahab (UI-Indonesia)
8.   Ismail Fajrie Al-Attas, Can. Ph.D (Univ. of Michigan Indonesia)
9.   Dr. Muhammad Naqawi (Aligarh University – India)
10. Dr. Mahdi Khejepiri (India)
11. Dr. Rajai’ (Marashi Institute – Iran)
12. A Speaker from Thailand
13. Prof Azyumardi Azra


WAKTU DAN TEMPAT
Seminar Internasional akan dilaksanakan selama dua hari, yaitu:
Hari/tanggal    : Sabtu Minggu 14-15 Juli 2012
Waktu            : Pukul 08.30 17.00 WIB
Tempat           : Gedung Soverign Jalan TB. Simatupang, Jakarta

PESERTA
Seminar ini akan diikuti 200 peserta undangan, yang terdiri dari perwakilan Organisasi Masyarakat (Ormas) Islam, akademisi, peneliti, jurnalis dan LSM di Indonesia.

PELAKSANA
Seminar ini dilaksanakan oleh Lembaga Studi Agama dan Budaya Indonesia (LSABI) Telp 021-96581081 Fax: 021-79199069


 ________________________________________________________________



                                                                

Tidak ada komentar:

Posting Komentar