Rabu, 19 Maret 2014

Pemilu 2014: “Harga” Satu Kursi di Senayan 1.1 M

Pemilu 2014: “Harga” Satu Kursi di Senayan 1.1 M
 
Total dana bergulir pada Pemilu 2014 diprediksi mencapai 115 trilyun atau naik tiga kali lipat dari Pemilu 2009.
 
  
LIPUTANSATU, Jakarta. Tahun ini, Pemilu kembali menjadi fenomena. Selain menjadi tonggak proses politik demokrasi di Indonesia, peristiwa rutin ini juga berdampak ekonomi besar baik bagi para aktor maupun lingkungan politiknya. Hasil riset terkini dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) mengungkap bahwa untuk dapat menduduki kursi legislatif, seorang caleg DPR RI harus mengeluarkan dana investasi kampanye sebesar 1.1 milyar rupiah[1]. Angka ini naik empat kali lipat dari pemilu terakhir tahun 2009 yang hanya berkisar 250 juta per caleg, demikian paparan Teguh Dartanto, dari Policy Research Network (PRN), dalam seminar dan konferensi pers yang digelar di Hotel Atlet Century Jakarta, 19 Maret 2014.
“Perkiraan total dana yang akan bergulir pada pemilu 2014 diprediksi sebesar 115 trilyun rupiah atau naik tiga kali lipat dari pemilu terakhir,” kata Teguh Dartanto, Associate Researcher LPEM UI. Jumlah ini hampir sama dengan proyeksi nilai investasi pemerintah untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di 12 waduk guna mengurangi beban subsidi yang terus melonjak[2]. Dengan perputaran uang yang begitu besar, dampak ekonomi juga dirasakan oleh sejumlah sektor. Tiga sektor yang mendapatkan aliran dana terbesar yaitu industri Kertas dan Karton (18%), transportasi dan komunikasi (17%), dan industri Teksil, Pakaian, dan Kulit (12%). “Perputaran dana yang begitu besar menjelang pemilu itu tidak bisa dihindari. Pemilu 2014 merupakan sebuah peristiwa politik yang mampu memberikan stimulus perekonomian dan menciptakan lapangan kerja di Indonesia,” tambah Teguh.
Dana kampanye yang demikian besar juga merupakan akibat dari tidak terpeliharanya relasi antara tiga pihak: anggota DPR, partai politik, dan para konstituennya. Survei dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS) menguak fakta bahwa delapan puluh persen responden tidak mengenal anggota legislatif dari daerah pemilihannya[3]. Konstituen juga berpersepsi negatif terhadap wakilnya di DPR serta partai politik dan politisi didaulat menjadi lembaga dengan tingkat kepercayaan dukungan (trust) paling rendah di kalangan masyarakat.
“Biaya komunikasi antara anggota DPR/partai dengan konstituen mahal dan biasanya bersifat transaksional. Mereka (konstituen) bersedia bertemu anggota DPR jika ada imbalan, bukan karena saling membutuhkan,” ungkap Philips Vermonte, Kepala Departemen Politik dan Hubungan Internasional CSIS. Kendala geografis juga disinyalir menjadi salah satu penyebab lebih dari tiga perempat warga (75,8persen) tidak pernah dikunjungi oleh wakil rakyatnya.
Pada tingkat lokal, anggota DPD kerap membonceng sentimen simbolisme-budaya seperti faktor kesukuan-etnis, keagamaan, dan kesamaan identitas kultural lainnya dalam mempengaruhi pemilih di tingkat akar rumput. Meski efektif untuk mendulang suara, proses ini tidak berpengaruh dalam perjuangan perubahan kebijakan demi kepentingan daerah di tingkat pusat.
“Dalam proses merumuskan dan memperjuangkan isu-isu daerah secara lebih vokal di tingkat pusat, anggota DPD RI perlu membangun aliansi strategis; berjejaring dengan forum warga, organisasi masyarakat sipil, organisasi politik, akademisi, jurnalis, politisi dan individu lain yang pro-perubahan,” kata Abdul Rozaki, Peneliti Institute for Research and Empowerment (IRE). “Hanya dengan membangun representasi substantif semacam ini peran dan fungsi DPD RI makin terlihat dan bermakna sebagai agen representasi daerah di tingkat pusat,” tambah Abdul.
Representasi yang efektif tidak lahir dari dana kampanye yang bombastis, namun merupakan manifestasi pemahaman dan praktik politik yang sehat dari masyarakat maupun wakil rakyat. Kesadaran dan praktik politik sehat serta sistem dan mekanisme komunikasi formal yang efektif termasuk mengelola kunjungan ke Dapil secara strategis dapat mendekatkan hubungan antara wakil rakyat dan konstituennya yang merupakan kunci representasi yang efektif.
--selesai –
 
Riset-riset independen ini dilakukan dengan dukungan dari Rakyat Amerika melalui Badan Pembangunan International Amerika Serikat (USAID). Isi laporan riset ini merupakan tanggung jawab masing-masing institusi dan tidak mencerminkan pandangan USAID maupun pemerintah Amerika Serikat.
 
Tentang Policy Research Network: 
Policy Research Network (PRN) merupakan jaringan institusi Indonesia yang melakukan penelitian berbasis bukti  (evident-based research) yang berkontribusi terhadap proses pengambilan kebijakan publik. PRN dibentuk dengan kesadaran bahwa institusi penelitian dapat saling berkontribusi dan memperkaya metode, hasil penelitian, dan memperluas diseminasi hasil riset ke para pemangku kepentingan dan secara bersama-sama dan strategis memberi input kepada para pengambil kebijakan baik di tingkat lokal maupun nasional agar mengambil kebijakan publik yang tidak timpang dan menjawab kebutuhan publik secara luas dan tidak semata-mata hanya mempertimbangkan aspek politik semata. PRN dibentuk pada Januari 2013 oleh lima institusi pendiri: Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Institute for Research and Empowerment (IRE), Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LPEM FEUI), Paramadina Public Policy Institute (PPPI), dan Women Research Institute (WRI), dengan dukungan dari USAID/Program Representasi.
Tentang USAID/Program Representasi:
Program Representasi (ProRep) adalah program tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) berdurasi empat hingga lima tahun dari Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID). ProRep membantu mewujudkan proses representasi yang efektif di Indonesia dengan mendorong terjalinnya komunikasi dan koordinasi yang baik antara tiga aktor penting dalam proses representasi dan lahirnya kebijakan publik, yaitu: Organisasi Masyarakat Sipil, institusi penelitian, dan pengambil kebijakan terutama di anggota DPR di tingkat nasional. ProRep dimulai pada April 2011 dan bermitra dengan lebih dari 32 organisasi di sebelas provinsi di Indonesia.

Media contact:
Farma Mangunsong, Policy Research Networks


[1]LPEM UI: Mengukur Biaya Investasi Politik Pemilu 2014 serta Dampaknya Terhadap Perekonomian Indonesia. Semakin besar harapan calon legislatif terhadap penghasilan tidak resmi selama menjadi anggota dewan maka semakin besar pula dana investasi dana kampanye yang dikeluarkan untuk menduduki kursi dewan.
[3]Surveinasional CSIS bulan April dan November 2013.


Salam,
Sheila Kartika
Communication Assistant
Program Representasi (ProRep) Chemonics International
Gedung BRI II, Suite 2806, Jakarta 10210
Phone 62 21 5785 3021, Fax 62 21 5785 3016
Email: sputri@prorep.or.id
__._,_.___




Tidak ada komentar:

Posting Komentar