Sabtu, 16 April 2016

Perubahan Iklim Bukan Hanya Jargon, Perlu Aksi Nyata ‘








‘Kita adalah generasi pertama yang dapat mengakhiri kemiskinan, sekaligus generasi terakhir yang dapat mengakhiri (bencana) perubahan iklim” (Ban Ki Moon, Sekjen PBB, 2015).

LIPUTANSATU.COM -  Pentingnya pemberdayaan dan komunikasi lintas generasi mengingat generasi muda turut menjadi penentu keberhasilan umat manusia  lolos dari perubahan iklim menjadi semangat talk show Dialog Antar Generasi: Tantangan dan Peluang bagi Kaum Muda yang diselenggarakan CDKN (Climate and Development Knowledge Network) bekerja sama dengan Indonesia Climate Change Trust Fund.  Diskusi yang diselenggarakan di JCC ini menghadirkan pembicara Sarwono Kusumaatmadja (Ketua Dewan Pengarah Perubahan Iklim Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan), Fabby Tumiwa (Direktur Institute for Essential Service Reform), dan Gracia Paramitha (pengajar London School of Public Relations) serta Mirantha Kristanty (aktivis Climate Reality Project).

Sarwono mengungkapkan tanggal 20 Desember 2015, rembuk dunia menghadapi bencana perubahan iklim (CoP - Conference of Parties) di Paris menghasilkan sejumlah kesepakatan baru.   Peserta mewakili 196 negara sepakat bahwa  sejak 2020 kenaikan suhu udara di muka bumi perlu dibatasi agar jangan sampai melebihi 2 derajat Celcius, dan kalau dapat hanya 1.5 derajat Celcius. 
Komitmen 187 negara dari keseluruhan 196 peserta CoP juga berhasil  mentargetkan 96% penurunan emisi yang di perlukan agar suhu naik tidak melebihi  2 derajat Celcius.  Rencana yang diumumkan secara terbuka mengenai upaya tanggap iklim masing-masing Negara ini di sebut sebagai INDC, atau Intended Nationally Determined Contribution( Kontribusi yang Ditentukan secara Internal oleh Masing masing Negara).  “INDC merupakan instrumen penting bagi  perencanaan tanggap iklim di dunia termasuk dengan menghitung mitigasi dan adaptasi yang di sampaikan oleh masing masing Negara guna menghidari (kenaikan) dua derajat,” lanjut Sarwono.
Para panelis sepakat bahwa tanggap perubahan iklim bukan hanya jargon, namun tindak nyata perlu di lakukan.  Yang paling penting adalah praktiknya.  Siebe Schuur, diplomat senior dan perwakilan dari Kedutaan Belanda yang turut berpartisipasi dala acara itu berkisah bahwa di Eropa dan Afrika telah di bangun gerakan meninggalkan kantung plastik.   Salah satu cara kita meningkatkan kualitas hidup adalah  dengan mencermatinya.  “Hidup berkualitas adalah  berjalan kaki di udara segar alami bukan berkendara dalam mobil mewah ber AC,” ungkap Sarwono.

Fabby menekankan, inovasi teknologi sangat berperan dalam tanggap perubahan iklim.  IESR (Institute for Essential) telah menciptakan carbon calculator yaitu suatu alat pengukur untuk membantu menyadari dampak dari kegiatan yang kita lakukan sehari hari terhadap emisi karbon sebagai penyebab perubahan iklim.
 “Carbon calculator ini akan membantu setiap orang menyesuaikan gaya hidup agar hemat energy,” ungkap Fabby. Carbon calculator ini dapat diakses di http://www.iesr.or.id/kkv3/

Dari seluruh dunia, Generasi muda sendiri telah mulai membangun gerakan membangun kesadaran perubahan iklim.  Berbagai forum dan komunikasi kreatif di kerahkan “tiga hal aterbukti penting, yaitu pendidikan kreativitas dan sikap kritis”, menurut Gracia.

www.cdkn.org; http://cdkn.org/wp-content/uploads/2015/09/INDONESIA_Outlook_newsletter_final1.pdf

Narahubung: Lady Hafidaty, CDKN, nomor telepon 085778281582

Tidak ada komentar:

Posting Komentar