Selasa, 01 Januari 2013

Salah satu Karya A.Kohar Ibrahim "BTT"

BONEKA TANPA TELINGA
  
Cerpen
Oleh A.Kohar Ibrahim
 
   
HUJAN lebat angin dahsyat seperti tumpah meruah tanpa cegah dari langit yang kelabu kehitam-hitaman yang nampak begitu rendah. Di kejauhan nyaris menyelimuti wilayah dan hutan gedung tinggi Ibukota Jaya. Di tempat sang lansia itu berada kini pun arak-arakan mega tebal keabu-abuan nyaris menyelubung puncak gunug sampah.
 
Justeru ketika lelaki lansia pengena celana panjang hitam komprang berkaos oblong merah itu masih tercengkam tanda tanya seketika menemukan sebuah boneka plastik.
 
Boneka itu ditemukan ditumpukan sampah yang baru saja diturun dan ditinggalkan sebuah mobil truk pengangkut berwarna kuning tua. Mungkin lantaran cuaca begitu buruk, tak ada pemulung lain, baik anak-anak maupun yang dewasa.
 
Kalaulah yang menemukan boneka itu adalah seorang anak-anak tentu sang penemu akan girang sekali. Tidak seperti halnya dia yang hanya sejenak merasa girang. Seketika tongkat pengaisnya menyentuh sebelah tangan boneka yang mencuat dari lepotan sampah yang kotor. Ketika dalam genggamannya, air hujan deras yang mencuci sang boneka yang kepalanya tanpa rambut, bertubuh hanya dengan kedua belah kaki dan sebelah tangan. Rasa penasarannya menjembul segera. Lebih lebih lagi ketika dengan bantuan air hujan dia menyeka muka sang boneka yang nampak cantik, tapi jelas bukan berwajah bocah Asia. Eropa? Dia masih juga ragu.
 
Seketika keheranannya kian menjembul kuat tatkala mendadak kilat berdenyar guruh menggelegar. Berkat cahya sekelebat kilat, dia menampak boneka itu ternyata tanpa telinga. Baik telinga kiri maupun kanan. Tiada. Ketiadaan yang kian dirasakan aneh. Lantaran nampak bahwa bagian telinga telinga boneka itu seperti terbekas sayatan sayatan pisau tajam.
 
"Telinga hilang tersayat!" dia memekik seketika tanpa sadar, bareng dengan ulangan terang kilat membelah langit teriring guruh menggelengar. Guruh yang gemuruhnya santar tapi kian jauh dan semakin jauh kian melemah gemanya terdengar.
 
Tak urung lelaki lansia bercelana panjang hitam komprang berkaos oblong merah itu tercenung diam. Tercengkam rasa heran keheranan terbaur gugat ingatan sekilat. Sekilat yang melekat lagi pula menyakitkan sangat. Tentang masa masa paling gawat dalam perjalanan hidupnya. Sekitar perburuan. Yang memaksa dia tidur berpindah-pindah. Sekitar penangkapan. Penyiksaan di balik trali besi bui. Juga tentang kawan teman serumah tahanan yang di-bon dan tak kembali lagi. Tentang mereka yang disuruh menggali lubang besar dan panjang untuk kuburan mereka sendiri. Dan tentang…. Iya tentang teman kawan serumah penjara yang d-bon, yang hilang, kecuali berubah untai kalung gadang terdiri bukan dari mata rantai, melainkan telinga… Telinga orang orang terpenjara yang kena bon! Yang kemudian dia mendapat info bahwa mereka yang jadi korban itu umumnya kaum tani miskin dan buruh tani pedesaan. Terutama sekali kaum tani yang pada suatu saat sangat bersemangat menyambut pelaksanaan undang undang pelaksanaan agraria. Beberapa waktu sebelum terjadi Peristiwa 30 September 1965. Di zaman pemerntahan Presiden Sukarno. Tetapi setelah 1 Oktober 1965, situasi terbalik. Kaum tani yang antusias memperjuangann pelaksanaan UUPA, terutama sekali aktivis aksi-sepihak, terkena jebakan teror. Teror berupa diintel, diburu, ditangkap, dipenjara, atau mati naas mengenas. Termasuk mereka yang kehilangan kepala dan telinganya dijadikan kalung panjang gadang oleh penjagal untuk diuangkan atau demi penerimaan "komisi" pembasmian.
 
 
LELAKI lansia bercelana panjang hitam komprang berkaos oblong merah yang basah kuyup itu seketika menghela nafas panjang, pejamkan mata, berupaya menahan kesedihan berbaur dendam amarah luar biasa. Tubuhunya menggigil karenanya. Iya. Gigilan selain lantaran kedinginan mandi air hujan lebat pun hembusan angin keras. Tanpa disadari dia terlena. Hanya sebentar kemudian terjaga. Seketika terdengar deru mesin mobil truk pengangkut sampah yang serupa perlahan-lahan mendaki ketinggian TPA sampah di situ. Hujan pun sudah reda, nyaris habis, kecuali tinggal gerimis tipis.
 
Kira-kira jarak dua puluh meter mobil truk itu tak bergerak lagi. Mesinnya mati. Sopir turun. Tapi dia tidak sendriain melainkan dikawal dua orang bersenjata senapan. Anehnya ketiganya membawa semacam tongkat. Tanpa membilang ini ataukah itu mereka mulai bergerak sana sini mengais tumpukan sampah.
 
Menyaksikan gerak-gerik yang aneh baginya itu, secara instinktif dikuburnya boneka tanpa telinga yang ditemukannya itu dengan tumpukan sampah sebanyak-banyaknya. Dan diapun segera beranjak berpindah tempat. Mengayun langkah turun perlahan-lahan.
Namun, baru saja beberapa meter dia mengayun l
angkah turun ke bawah, seseorang berteriak: "Pak…! Pak…! Tunggu sebentar!"
 
Orang pemanggilnya itu ternyata sang sopir truk pengangkut sampah. Salah seorang supir yang sering dijumpainya di TPA sampah itu. Belum lagi dia sempat mengajukan sepatah kata pertanyaan, sang sopir dengan didampingi dua orang yang mebawa senapan itu sudah berada di dekatnya, menatap ranselnya seraya bilang: "Pak, maaf, apakah Bapak menemukan maenan anak-anak…. ? »
 
« Maenan itu… persisnya… boneka, Pak, » ujar salah seorang yang bersenjata senapan menambahkan.
 
« Oh, maenan anak-anak ? Boneka ? » tanya sang lelaki lansia itu berpura-pura, sembari menggelengkan kepalanya. Lantas dengan sigap membuka ranselnya yang nyaris kosong.
 
Ketiganya memelototi ransel yang hanya berisi beberapa botol dan kaleng kosong minuman.
 
« Baik, Pak. Terima kasih, » ujar sang sopir sopan. Kemudian dia dan kedua orang bersenjata senapan kembali beranjak menuju puncak gunung sampah tersebut. Meneruskan upaya untuk menemukan apa yang dicari-carinya. Sebuah boneka.
 
Setelah sejenak menghela nafas lega, lelaki lansia itu pun meneruskan jejak langkahnya menuruni gunung sampah itu. Perlahan-lahan. Lebih perlahan dari biasanya. Lantaran terbebani tanda tanya sekitar perihal boneka yang ditemukan dan yang kemudian dicari-cari oleh sang sopir truk berwarna kuning tua pengangkut sampah beserta dua orang bersenjata.
 
Sesungguhnyalah, besar keinginannya untuk menjawab sebab-musababnya. Dengan mengajukan pertanyaan pada sang sopir. Akan tetapi, ketika dia sudah sampai di bawah, hampir bersamaan waktunya dengan mobil truk pengangkut sampah itu, dia hanya bisa tegak berdiri seperti tiang lisrik. Membiarkan mobil truk itu lewat begitu saja.
 
 
BEBERAPA waktu kemudian. Iya, hanya beberapa waktu kemudian, setelah beberapa kali pula dia kesempatan ngobrol dengan Maskun – demikian akhirnya dia pun kenal nama sang sopir truk pengangkut sampah itu – dia merasa mahfum. Bahwasanya boneka tanpa telinga yang jadi persoalan itu telah terbuang tanpa sengaja. Padahal itu adalah salah sebuah boneka kesayangan putera Pak Mandan – salah seorang kaya baru yang bermukim di Kompleks Wisma Bintara.
 
Pak Mandan itu salah seorang yang pernah mendapat julukan pahlawan yang berjasa dalam pemulihan keamanan pada akhir tahun 1965. Tetapi kemudian dipensiunkan sebelum tepat waktunya. Lantaran kesehatan terganggu. Kongkretnya lantaran agak sedeng atau sinting.
 
Pada saat gangguan syarafnya sedang kumat parah, maka prilakunya amat aneh. Ataukah dia gemas melemparkan caci-makian kalau menampak telinga orang banyak. Ataukah pula tertawa-gelak sendirian sembari menuding-tuding telunjuk ke arah telinga orang yang jadi sasarannya. Penyakitnya itu pun agaknya turun ke anaknya. Puteranya. Yang punya kegemaran mengoleksi boneka tanpa telinga. Dengan memotong atau mengikis-habisnya. Baik telinga yang sebelah kiri pun yang kanan.***
 
(September 2011)
*
 
Catatan:
A.Kohar Ibrahim – pelukis, penyair, prosais – terutama cerpenis dan essayis.
Naskah kispen "Boneka Tanpa Telinga" ini pertama kali disiar ABE-Kreasi Multiply Site dan Facebook 15 September 2011. Kemudian di siar ulang beberapa blog lainnya lagi. Disiar ulang kembali 23 Oktober 2011 upaya penyegar ingatan sekalian kaitannya dengan suasana Kudeta 1 Oktober Militeris OrBa.
"Boneka Tanpa Telinga" dipetik dari Kumpulzn 30 Cerpen "Seusai Badai & Korban" edisi
Titik Cahaya Elka Batam. Editting: Lisya Anggraini. Disain cover: Arifin. Foto lukisan karya Abe (AKI): Badai.
TPA : Tempat Pembuangan Akhir Sampah. UUPA: Undang Undang Peraturan Agraria. Kispen: Kisah Pendek.
*
 

*
BIODATA
A.KOHAR IBRAHIM
 
Nama lengkap: Abdul Kohar Ibrahim
Nama Pelukis (tandatangan pelukis): Abe
Kelahiran Jakarta 1942.
MULAI kegiatan tulis menulis dalam usia belasan tahun di media massa Ibukota, terutama sekali Harian Bintang Timur, Bintang Minggu (BT Edisi Minggu), Warta Bhakti, Harian Rakyat, HRM (Harian Rakyat edisi Minggu) dan majalah seni & sastera Zaman Baru.
Pada tanggal 27 September berangkat ke Beijing sebagai anggota Delegasi Pengarang Indonesia atas undangan Himpunan Pengarang Tiongkok untuk menghadiri perasyaan Ultah Ke-XVI berdirinya RRT dan peninjauan kebudayaan.
Pernah bekerja di Majalah Tiongkok Bergambar edisi bahasa Indonesia.
Medio 1972, atas kemauan sendiri, bersama beberapa teman meninggalkan RRT, membelah benua dengan keretapi Trans Siberia. Sampai ujung Eropa Barat, Brussel, Belgia.
Menerima pendidikan terakhir di Akademi Seni Rupa -- :
Académie Royale des Beaux-Arts de Bruxelles,
Brussel, Belgia.
Alamat:
Belgia : Bruxelles, Belgique.
Indonesia : Batam ; Jakarta, Ciputat Tangerang Selatan, Indonesia.
 
Penghargaan / Diploma:
(1) Brevet d’Exellence & Diplôme de Fin d’Etude de l’Académie Royale des Beaux-Arts de Bruxelles (1975, 1979).
(2) Prix de Gouden Pluim (Spectraal, Gent, 1981).
(3) Médaille d’Argent du Mérite Artistique Européen (Coxyde, 1987).
(4) Médaille d’Argent de l’Académie Internationale des Arts Contemporains et Diplôme d’Officier (pour reconnaître et protéger sa valeur artistique) 1986.
(5) Médaille d’Or (1987) et Médaille de Platine de l’AIAC (Enghien, 1988).
Biodata. Bibliographie :
(1) Media Massa, antara lain : Le Soir, La Lanterne, La Dernière Heure, L e Pourquoi Pas ? Le Jalon des Arts, Gazet Van Antwerpen, Het Laste Nieuws, De Autotoerist, Sontags Kurier, Cellerche Zeitung. Minggu Pagi, Kedaulatan Rakyat, Harian Sijori Pos, Harian Batam Pos, KB Antara dan media online: SwaraTV, DepokMetroNet, CybersastraNet, CimbuakNet. Sedangkan buku-buku dan kamus yang memuat biodata, antara lain :
(2) Spectraal Kunstkijkboek VI, éd. Spectraal, Gent 1984.
(3) 50 Artistes de Belgique, par Jacques Collard, critique d’art, éd. Viva Press Bruxelles 1986.
(4) Art Information, éd. Delpha, Paris 1986.
(5) Who’s who in Europe, éd. Database, Waterloo 1987.
(6) Who’s who in International Art, international biographical Art dictionary, éd. 1987-1996, Lausanne, Suisse.
(7) Dictionnaire des Artistes Plasticiens de Belgique de XIXe et XXe Siècles – Editions Art in Belgium 2005.
(8) Artis Peintre Abe Alias A.Kohar Ibrahim dan Karya Lukisnya oleh Lisya Anggraini, Batam, Indonesia 2005.
 
Exposisi :
Sejumlah eksposisi individual maupun kolektif. Antara lain : Galerie Hendrik De Braekeler (Antwerpen, 1977). Galerie Rik Wauters (Bruxelles, 1977). Galerie Van de Velde (Gent, 1979). Les Arts en Europe (Bruxelles, 1979). Galerie APAC (Schaerbeek, Bruxelles, 1980). Mérite Artistique Européen (Coxyde, 1980, 1987, 1990). Galerie Escalier (Bruxelles, 1980). Spectraal (Gent, 1981). Galerie Gouden Pluim (Gent, 1982). Galerie Erasme (Anderlecht, 1983, 1990). Galerie Schadow (Celle, RFA, 1986). Europa Bank (Gent, 1987, 1988, 1990). 50 Artistes de Belgique (Bruxelles, 1986). A.I.A.C. (Enghien, 1987). Spectraal (Nieuwpoort, 1988). Galerie Het Eeuwige Leven (Antwerpen, 1993). De Kreiekelaar (Schqerbeek 1997). Parcours d’Atistes (Commune de Schaerbeek, 1998). En Modus Vivendi (Oude Kerk, Vichte, 2003). Galeri Novotel (Batam, Kepri, 2004). Museum Haji Widayat (Magelang, Indonesie, 2004). Galeri Novotel (Batam, Kepri, 2006). Ruang Expo Balaikota Hotel Communale de Schaerbeek, Brussel 2007. Guilliaum & Caroline Gallery, Bruxelles 2008.
 
Sebagai Penulis:
Sebagai penulis, A. Kohar Ibrahim mulai banyak menulis prosa dan puisi serta esai atau kritik sastra dan seni sejak akhir tahun 50-an di beberapa media massa Ibukota, antara lain Bintang Timur, Bintang Minggu, HR Minggu, Warta Bhakti dan Zaman Baru. Setelah Era Reformasi, berkas-berkas karya tulisnya ada yang disiarkan di media massa cetak dan online. Anatara lain : Minggu Pagi, Kedaulatan Rakyat, Pikiran Rakyat, Sinar Harapan, Harian Sijori Pos, Harian Batam Pos, Majalah Gema Mitra, Majalah Budaya Duabelas (Penerbit : Dewan Kesenian Kepri), Cybersastra, Depokmetro.com, Swara.tv, Bekasinews.com, Art-Culture Indonesia, Multiply.
Dari tahun 1989-1999, selama sedasawarsa mengeditori terbitan yang tergolong pers alternatip, terutama sekali berupa terbitan Majalah Sastra & Seni « Kreasi » ; Majalah Budaya & Opini Pluralis « Arena » dan Majalah Opini « Mimbar ».
 
Sejumlah esai seni-budayanya, antara lain :
(1)."Sekitar Tempuling Rida K Liamsi », telaah buku kumpulan puisi Rida, terbitan Yayasan Sagang, Pekanbaru 2004.
(2).« Identitas Budaya Kepri », kumpulan esai bersama, terbitan Dewan Kesenian Kepri, Tanjungpinang 2005.
(3).« Kepri Pulau Cinta Kasih », kumpulan esai berddua dengan Lisya Anggraini, Yayasan Titik Cahaya Elka, Batam 2006.
(4).« Catatan Dari Brussel : Dari Bumi Pijakan Kaum Eksil »
(5).« Sekitar Tembok Berlin : Lagu Manusia Dalam Perang Dingin Yang Panas »
(6).« Hidup Mati Penulis & Karyanya : Polemik Pramoedya-Lekra vs Manikebu », penerbit Titik Cahaya Elka, Batam, 2008-09.
(7)."Sekitar Prahara Budak Budaya".
(8).« Sekitar Aktivitas Kreativitas Tulis Menulis Di Luar Garis ».
 
Buku dan atau kumpulan tulisan bersama berupa kucerpen dan kupuisi, antara lain : (1).Kumpulan cerpen « Korban » , penerbit Stichting Budaya, Amsterdam, 1989.
(2).Kumpulan puisi « Berkas Berkas Sajak Bebas », penerbit Stichting Budaya, Amsterdam, Kreasi N° 37 1998.
(3).Kumpulan esei bersama : « Lekra Seni Politik PKI », Stichting Budaya, Amsterdam, Kreasi N° 10 1992.
(4).Kumpulan sajak bersama : « Puisi », Stichting Budaya Amsterdam, Kreasi N° 11 1992.
(5).Kumpulan esei bersama : « Kritik dan Esei », Stichting Budaya Amsterdam, Kreasi N° 14 1993.
(6).Kumpulan cerpen bersama: « Kesempatan Yang Kesekian », Stichting Budaya Amsterdam, Kreasi N° 26 1996.
(7).Kumpulan sajak bersama : « Yang Tertindah Yang Melawan Tirani » I, Stichting Budaya Amsterdam, Kreasi N° 28 1997.
(8).Kumpulan sajak bersama : « Yang Tertindas Yang Melawan Tirani » II, Stichting Budaya Amsterdam, Kreasi N° 39 1998.
(9).Kumpulan sajak : « Di Negeri Orang », penerbit Yayasan Lontar Jakarta & YSBI Amsterdam, 2002.
(10).Kumpulan tulisan bersama: Antologi Puisi Cerpen Curhat Tragedi Nasional 1965-2005, penerbit Sastra Pembebasan & Malka, 2005.
(11).Novel : « Sitoyen Saint-Jean – Antara Hidup Dan Mati », penerbit Titik Cahaya Elka, Batam, 2008.
(12).Kumpulan puisi : « Untukmu Kekasihku Hanya Hatiku », penerbit Titik Cahaya Elka, Batam, 2008-09.
(13).Kumpulan cerpen berdua Lisya Anggraini-A.Kohar Ibrahim : « Intuisi Melati », penerbit Titik Cahaya Elka, Batam, 2008-09.
 
Yang belum atau dalam perencanaan untuk dibukukan : Berkas berkas naskah kumpulan esai seni budaya, kumpulan cerpen, kumpulan puisi, Nota Puitika (sebanyak 700-an) dan lain sebagainya lagi.
SEGERA TERBIT:
(1).Kumpulan 30 Cerpen A.Kohar Ibrahim: "Seusai Badai & Korban".
(2).Kumpulan 40 Esai Sastra: "CdB Dari Bum Pijakan Kaum Eksil."
Penerbit: Titik Cahaya Elka, Batam Kepri. Editor: Lisya Anggraini.
 
Catatan : Nama asli, alias dan samaran. Sejak mulai melakukan kegiatan tulis menulis medio tahun 50-an, sebagai tanda-tangan digunakan nama asli A.Kohar Ibrahim atau lengkapnya : Abdul Kohar Ibrahim. Tanda-tangan untuk semua karya lukis : Abe. Sedangkan nama samaran atau pen-name : Aki, A. Brata Esa, Rahayati, Bande Bandega, DT atau Dipa Tanaera (Dipa Tanahaer Rakyat). ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar