Selasa, 01 Januari 2013

Dirjen Perbendaharaan: Redenominasi Tidak Akan Turunkan Daya Beli Masyarakat

 
Jakarta, 28/12/2012 MoF (Fiscal) News - Redenominasi mata uang rupiah tidak akan menurunkan daya beli masyarakat, karena dalam redenominasi, yang dilakukan adalah menyederhanakan penulisan digit mata uang tanpa mengurangi nilainya. Demikian disampaikan Direktur Jenderal Perbendaharaan Agus Supriyanto dalam acara Internalisasi Rancangan Undang-Undang Perubahan Harga Rupiah 'Redenominasi Bukan Sanering' yang berlangsung pada Jumat (28/12) di Hotel Borobudur, Jakarta.
 "(Redenominasi) ini pada dasarnya adalah penyederhanaan penulisan mata uang kita (rupiah), digitnya dikurangi tanpa mengurangi nilainya," ujarnya. Ia melanjutkan, berbeda dengan sanering, redenominasi tidak akan menurunkan daya beli masyarakat. "Kalau sanering itu pemotongan nilai uang sedangkan harga-harga barang tetap, bahkan cenderung meningkat, jadi daya beli efektif masyarakat cenderung menurun," paparnya.
Namun demikian, pihaknya menyadari bahwa pelaksanaan redenominasi berpotensi menimbulkan kekhawatiran dan kepanikan di masyarakat. “Yang lebih buruk bisa menimbulkan ekspektasi inflasi yang berlebihan,” tegasnya. Untuk itu, menurutnya, perlu tahapan yang detail dan cermat agar risiko tersebut tidak perlu terjadi. Salah satu upaya untuk tetap menjaga daya beli masyarakat dalam pelaksanaan redenominasi, nantinya pedagang akan diwajibkan untuk mencantumkan dua label harga pada masa transisi. "Jadi kalau ada yang jual beras enam ribu (rupiah), maka dia akan pasang label enam ribu (rupiah) dan enam rupiah, nah nanti tergantung yang beli pakai uang dengan denominasi yang baru atau yang lama, kalau yang baru ya tinggal bayar pakai yang enam rupiah, kalau punyanya uang (denominasi) lama ya bayarnya enam ribu," jelasnya.(wa)            

SUMBER: http://www.kemenkeu.go.id/ind/Read/?type=ixNews&id=25506&thn=2012&name=br_281212_1.1.htm

                                           
     Redenominasi Rupiah Perlu Segera Dilakukan
 
Jakarta, 28/12/2012 MoF (Fiscal) News - Direktur Jenderal Perbendaharaan Agus Supriyanto menilai, penyesuaian terhadap mata uang rupiah perlu segera dilakukan. “Perlu disesuaikan karena nilai mata uang negara lain terhadap dolar (Amerika Serikat) lebih kecil, kita (rupiah) masih banyak digitnya,” ujarnya dalam acara Internalisasi Rancangan Undang-Undang Perubahan Harga Rupiah 'Redenominasi Bukan Sanering' yang berlangsung pada Jumat (28/12) di Hotel Borobudur, Jakarta.
Menurutnya, penyederhanaan digit mata uang rupiah (redenominasi) akan banyak membawa manfaat, misalnya mempermudah pelaksanaan transaksi, khususnya transaksi elektronik. “Manfaat redenominasi itu lebih praktis dan efisien dalam melakukan transaksi, tapi yang penting adalah dapat mengatasi aspek negatif dari denominasi rupiah yang besar,” jelasnya.
Ia menambahkan, setidaknya ada tiga aspek negatif dari denominasi rupiah yang besar. Pertama, inefisiensi perekonomian. Dampak negatif dari denominasi rupiah yang besar pada aspek ini antara lain waktu dan biaya transaksi yang cukup besar; kebutuhan pengembangan infrastruktur untuk sistem pembayaran non-tunai pada masa mendatang memerlukan biaya yang signifikan; dan peningkatan biaya pengadaan uang baru dengan pecahan yang lebih besar untuk mengakomodasi kebutuhan pembayaran tunai yang semakin meningkat.
Kedua, rupiah dipersepsikan bernilai sangat rendah, di mana denominasi rupiah yang besar berdampak pada level nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing termasuk yang terendah di antara negara anggota ASEAN serta nilai uang rupiah sangat rendah diukur dari transaksi untuk membeli keperluan masyarakat.
Aspek negatif ketiga adalah adanya kendala teknis akibat semakin banyaknya digit angka. Hal ini berdampak pada keterbatasan alat transaksi sehari-hari lainnya, misalnya argo taksi, mesin kasir dan pompa bensin; keterbatasan beban penyimpanan dan pengolahan data statistik; serta keterbatasan kapasitas penyelenggaraan sistem pembayaran nontunai, antara lain sistem anjungan tunai mandiri (ATM), sistem kartu kredit dan sistem Real Time Gross Settlement (RTGS).(wa)


Sumber http://www.kemenkeu.go.id/ind/Read/?type=ixNews&id=25512&thn=2012&name=br_281212_3.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar