Minggu, 30 Desember 2012

Refleksi Akhir Tahun KPI Pusat


Siaran Pers No. 782/K/KPI/12/12


Tak terasa, perjalanan UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran sudah memasuki usia
10 tahun. UU Penyiaran disahkan dan diundangkan pada tanggal 28 Desember 2002
pada saat presiden Indonesia dijabat Megawati Soekarnoputri. 10 Tahun bulanlah
waktu yang sebentar dan diwarnai dengan dinamika yang membuat implementasi UU
Penyiaran perlu direfleksikan.

Saat ini, UU Penyiaran ini sedang dalam proses perubahan di DPR, tepatnya Komisi I DPR RI.
Perubahan UU Penyiaran yangdilakukan karena beberapa alasan, di antaranya
tuntutan perubahan teknologi, posisi kelembagaan KPI, soal monopoli serta model
bisnis penyiaran, tanggung jawab sosial media penyiaran dan masih rendahnya
peran serta masyarakat dalam pengembangan dunia penyiaran.

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menyampaikan laporan kepada publik mengenai kinerja KPI  Pusat dalam menjalankan tugas dan kewenangannya di tahun 2012 dalam bidang Kelembagaan, Isi Siaran, dan Infrastruktur/Perizinan. Laporan ini disampaikan dalam Diskusi
Publik Refleksi Akhir Tahun KPI yang diselenggarakan Jumat 28 Desember 2012 di
Aula Gedung Bapeten Jakarta Pusat. Dialog publik ini mengambil tema
"Dinamika Penyiaran Indonesia 2012 dan Refleksi 10 Tahun UU Penyiaran".


a.     Bidang Kelembagaan

KPI Pusat mengembangkan dan menguatkan kemitraan dengan berbagai elemen masyarakat.
Perjanjian kerjasama yang telah dilakukan pada tahun sebelumnya dikuatkan atau
diperpanjang pada tahun ini, di samping penandatangan MoU dengan pihak-pihak
baru yang dipandang perlu. Selama tahun 2012, KPI Pusat telah melakukan atau
perpanjangan MoU dengan BKKBN, KIP, Polri,  Bawaslu.

KPI Pusat juga telah melakukan kerjasama dan koordinasi dengan Kemenkes terkait tayangan iklan
kesehatan. KPIPusatmembentuk kaukus
kesehatan di penyiaran yang beranggotakan Badan Pengawas Obat dan Makanan,
Kementerian Kesehatan, Ikatan Dokter Indonesia, Ikatan Apoteker Indonesia,
Dinas Kesehatan DKI Jakarta, dan Ikatan Naturopatis Indonesia (IKNI).

LIPI serta BMKG terkait siaran tanggap bencana dan early warning systembencana,
khususnya tsunami. KPI Pusat bersama LIPI dan BMKG
membuat modul untuk tanggap bencana tsunami
dan turut serta dalam pelatihan untuk lembaga penyiaran, di lembaga penyiaran RRI Jakarta dan MetroTV.

Selain itu KPI bersama
LSF membuat memo bersama dan bersepakat untuk mewajibkan setiap tayangan yang
hadir di TV mencantumkan katagori usia. Ini penting untuk mendidik dan
melindungi masyarakat agar memilih tayangan sesuai dengan katagori usia, juga
sebagai upaya melindungi anak-anak dan remaja dari dampak buruk konten
penyiaran.

KPI Pusat juga mengintensifkan pengembangan dan pelaksanan literasi media dengan mengajak kerjasama dengan
kalangan masyarakat sipil. Kegiatan yang dilakukan misalnya training of trainer
literasi media dan workshop pembentukan kelompok masyarakat peduli penyiaran.
KPI pusat memandang saat ini semakin banyak kelompok dan anggota masyarakat
yang memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap media, khususnya media
penyiaran.

Hal ini dibuktikan dengan makin banyaknya kelompok yang memiliki konsen terhadap masalah ini. Antara lain  dibuktikan dengan samakin banyaknya kegiatan inisiatif masyarakat yang
berkaitan dengan literasi media. Selian mengadakan acara literasi media, KPI
juga semakin sering diundang untuk terlibat dalam kegiatan literasi media oleh
berbagai kelompok masyarakat, misalnya organisasi perempuan (Dharmawanita,
dll), organisasi keagamaan, organisasi kepemudaan dsb.

Menangkap gejala positif tersebut, KPI menfasilitasi pertemuan antara kelompok masyarakat
peduli media. Pada pertemuan 21 November 2012 disepakati pembentukan sebuah
forum agar dapat saling berkoordinasi dan menguatkan. Forum tersebut kemudian
dinamakan FORMAT LIMAS (Forum Masyarakat Peduli Media Sehat). Ke depan, forum
ini akan menjadi mitra utama KPI dalam menggerakkan literasi media dan bermitra
dengan stakeholder penyiaran yang lain untuk pengembangan literasi media di
internal organisasi masing-masing dan di daerah.

Intensitas gerakan literasi media dan
makin banyaknya kelompok dan anggota masyarakat yang sadar media, berbanding
lurus dengan jumlah pengaduan masyarakat yang mengalami trend peningkatan secara signifikan.


b.     Bidang Isi Siaran

Pada tanggal 1 April 2012 KPI, bertepatan dengan
kegiatan Rapat Koordinasi Nasional dan Hari Penyiaran Nasional tahun 2012 yang
dilaksanakan di Surabaya, KPI meluncurkan Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) danStandar Program Siaran (SPS)tahun 2012. P3 dan SPS 2012adalah revisi
sekaligus perubahan dari P3 dan SPS tahun 2009. Revisi dan perubahan ini
bertujuan untuk menyesuaikan dinamika perjalanan penyiaran di Indonesia yang
terus mengalami perubahan sehingga memerlukan peraturan yang lebih detail lagi.

Setelah P3 dan SPS 2012 diluncurkan, KPI Pusat secara konsisten berusaha melaksanakan pengawasan isi siaran dengan berpedoman pada P3 dan SPS 2012. Pengawasan isi siaran dilakukan mekanisme penanganan pengaduan masyakarat dan pemantauan isi siaran.

Pada tahun 2012 KPI Pusat menerima jumlah pengaduan
publik yang jauh lebih besar mengenai isi siaran dibandingkan tahun-tahun
sebelumnya. Hingga 26 Desember 2012, KPI Pusat menerima 43.470 pengaduan publik tentang isi siaran. Jumlah ini merupakan jumlah
pengaduan terbesar yang diterima KPI Pusat selama KPI berdiri. Pada tahun-tahun
sebelumnya secara berturut-turut jumlah pengaduan tentang isi siaran adalah
sebagai berikut: 1.335 (2007), 3.588 (2008), 7.634 (2009), 26.489 (2010), dan
3.856 (2011).

Jumlah pengaduan publik yang meningkat ini
menunjukkan beberapa hal. Pertama, publik makin tinggi daya kritisnya tentang
isi siaran sehingga ketika ada isi siaran yang dinilai tidak pantas, bermasalah
atau melanggar aturan, maka publik mengadukan isi siaran tersebut. Kedua,
publik makin memahami bahwa jalur yang tepat untuk mengadukan siaran yang
bermasalah adalah ke KPI. KPI Pusat mengapresiasi makin tingginya kesadaran publik
untuk mengadukan siaran bermasalah ke KPI, termasuk untuk siaran jurnalistik.

Berbeda dengan pengaduan publik tahun-tahun
lalu yang umumnya menempatkan sinetron serial sebagai jenis acara yang paling
banyak diadukan, pada tahun ini (tercatat
hingga 26 Desember 2012) pengaduan publik terbesar adalah
tentang program jurnalistik, yakni berita dan talkshow. Secara berurutan, 15
besar jenis acara yang diadukan publik adalah: (1) Berita, (2) Talkshow, (3)
Reality show, (4) Iklan, (5) Komedi, (6) Sinetron seri, (7) Musik, (8) Program
anak, (9) Program olahraga, (10) Variety show, (11) Azan, (12) Film lepas, (13)
Infotainment, (14) Sinetron lepas/FTV, dan (15) Features.

Terkait dengan jenis acara yang diadukan
tersebut, 15 besar materi pengaduan publik adalah: (1) Kaidah jurnalistik, (2)
Penghinaan/pelecehan kepada kelompok tertentu, (3) Norma kesopanan/kesusilaan,
(4) Tema/alur/format acara, (5) Siaran tidak mendidik, (6) Busana tidak pantas,
(7) Jam tayang tidak tepat, (8) Kekerasan, (9) Seks, (10) Dampak siaran, (11)
SARA, (12) Kata-kata kasar, (13) Bahasa, (14) Tampilan laki-laki
keperempuan-perempuan, dan (15) Netralitas isi siaran.

Lembaga penyiaran yang mendapatkan pengaduan
publik adalah: MetroTV (30.067 pengaduan), TV One (5.701), TransTV (2.742),
ANTV (878), RCTI (657), SCTV (451), Indosiar (356), MNCTV (352), Trans 7 (335),
Global TV (203), dan TVRI (22). Di luar pengaduan ini, KPI Pusat menerima
sejumlah pengaduan mengenai siaran radio dan TV lokal, yang sudah
dikoordinasikan tindaklanjutnya dengan KPI Daerah.

Terdapat empat kasus pengaduan publik yang
besar yang diterima KPI Pusat selama 2012, yakni: pengaduan kelompok Rohis
mengenai talkshow tentangteorisme
di Metro TV (September, 29.904
pengaduan), pengaduan Bonek terhadap program “Indonesia Lawyer Club” di TVOne (Maret, 3.297 pengaduan), pengaduan atas program Supertrap di Trans TV yang menampilkan penjebakan di
toilet umum (November, 2.265 pengaduan), dan pengaduan tidak akuratnya pemberitaan mengenai Ustadz Badri sebagai tersangka teroris di TV
One (Oktober, 2.162pengaduan).

Jumlah sanksi adminsitratif yang diberikan
KPI Pusat kepada lembaga penyiaran pada tahun ini meningkat sekitar 95 persen
dibandingkan tahun lalu. Tahun ini KPI Pusat menjatuhkan 107 sanksi
administratif (berupa 84 sanksi teguran pertama, 16 teguran kedua, 6
penghentian sementara, dan 1 pembatasan durasi). Sanksi ini diberikan bagi 11
stasiun televisi berjaringan. Tahun lalu, KPI Pusat menjatuhkan 55 sanksi
administratif.

Di luar sanksi administratif, KPI memberikan
30 surat peringatan dan 22 imbauan tentang isi siaran.
Sanksi penghentian sementaradiberikan kepada enam program: Indonesia Sehat (TVRI),
Uya Emang Kuya (SCTV), Bioskop TransTV (Trans TV), Metro Siang segmen talkshow
(MetroTV), Pesbukers (ANTV), dan Sembilan Wali (Indosiar). Lembaga penyiaran
yang sampai saat ini belum menjalankan sanksi di tahun 2012 adalah ANTV
(Pesbukers). Adapun sanksi pembatasan durasi dijatuhkan kepada “Bukan Empat
Mata” (Trans 7).

Pelanggaran yang banyak dilakukan oleh
stasiun-stasiun TV yang mendapatkan sanksi secara berurutan adalah:
Perlindungan anak dan remaja, norma kesopanan dan kesusilaan, materi seks,
penggolongan program siaran, ketentuan iklan, pelecehan individu/kelompok masyarakat
tertentu, ketentuan program jurnalistik, materi mistik-horor-supranatural,
kekerasan, gender, hak privasi, agama, tata cara penggunaaan lagu Kebangsaan,
budaya, ketentuan sensor, dan ketentuan terkait
rokok.

Kesebelas lembaga penyiaran berjaringan yang
pada tahun 2012 mendapatkan sanksi administratif adalah: TransTV (18 sanksi),
Indosiar (15), Trans 7 (13), Global TV (12), SCTV (12), RCTI (10), MetroTV (7),
ANTV (6), MNC TV (6), TV One (5), dan TVRI (3).


c.   Bidang Infrastruktur/Perizinan

Sepanjang tahun 2012 KPI Pusat telah melakukan
proses perizinan untuk Lembaga Penyiaran di Indonesia baik itu mulai dari
Proses Evaluasi Dengar Pendapat (EDP)yang menghasilkan Rekomendasi Kelayakan, Pra Forum Rapat Bersama (Pra FRB), Forum Rapat Bersama (FRB)dan Evaluasi Uji Coba Siaran (EUCS). Selama periode Januari-Desember 2012,KPI Pusat telah menerima 464 Rekomendasi Kelayakan yang
dikeluarkan oleh KPID. KPI bersama Pemerintah telah melakukan proses
Pra FRB terhadap 672 pemohon dan FRB
sebanyak 752pemohon. EUCStelah dilakukanterhadap 107
Lembaga Penyiaran.Selama tahun 2012 jumlah Lembaga
Penyiaran yang mendapatkan IPP Prinsip sebanyak 110 LP dan
untuk IPP Tetap sebanyak 137 Lembaga Penyiaran.


Pada tahun 2102, KPI Pusat juga telah melaksanakan
program EDP Pendampingan yaitu program fasilitasi KPI Pusat kepada KPID – KPID
yang membutuhkan dalam rangka pelaksanaan Evaluasi Dengar Pendapat berupa
pendanaan bersama dan penyediaan narasumber. Pada tahun 2012 telah dilaksanakan
di 10 Provinsi yaitu: Sulawesi Barat (3 LP), Lampung (8 LP), DI Yogyakarta (4
LP), Nusa Tenggara Barat (5 LP), Jambi (12 LP), Maluku (1 LP), Sulawesi Utara
(4 LP), Riau (15 LP), Kalimantan Barat (3 LP), Sulawesi Selatan (5 LP).

Sebagai salah satu amanat UU Penyiaran, pelaksanaan
Sistem Stasiun Jaringan (SSJ) oleh lembaga penyiaran yang dahulunya adalah
televisi siaran nasional dari Jakarta pada tahun 2012 tidak berjalan optimal. Data
dari KPID menunjukkan bahwa masih banyak daerah provinsi yang tidak memiliki
stasiun anggota SSJ, tidak menyiarkan muatan lokal minimal 10%, menyiarkan
muatan lokal pada jam-jam dini hari, menyiarkan muatan lokal tetapi tetap
diproduksi di Jakarta, walaupun telah menyatakan komitmennya dan menandatangani
pakta integritas pada saat Evaluasi Dengar Pendapat. Tahun 2013, KPID – KPID bersama
KPI Pusat akan memprioritaskan program pelaksanaan SSJ.

Sesuai amanat UU Penyiaran Pasal 3 bahwa penyiaran
diselenggarakan untuk memperkukuh integrasi nasional. Secara empirik, di
wilayah perbatasan sangat minim pelayanan informasi dan terjadinya luberan
siaran asing (spillover) dari negara tetangga. Untuk itu KPI telah
membentuk Gugus Tugas Siaran Perbatasan dengan melibatkan 12 KPID yaitu: Aceh,
Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat,
Sulawesi Utara,  Maluku, Maluku Utara,
Nusa Tenggara Timur, Papua dan Papua Barat. Gugus tugas telah menghasilkan
beberapa rekomendasi dan telah membuat buku database penyiaran di wilayah
perbatasan. Rekomendasi utama adalah perlunya kebijakan yang terintegrasi antar
berbagai kementerian yang telah memiliki program pendirian lembaga penyiaran di
perbatasan dan perlunya kebijakan berupa kemudahan dalam proses perizinan bagi
lembaga penyiaran di wilayah perbatasan.

Berkaitan dengan pelaksanaan digitalisasi penyiaran, KPI
menilai bahwa untuk melakukan migrasi dari analog ke digital dibutuhkan
peraturan perundang-undangan setingkat Undang-Undang, sehingga pelaksanaan
digitalisasi dengan hanya menggunakan Peraturan Menteri, selain tidak memadai
juga telah bertentangan dengan UU Penyiaran. KPI telah meminta Kementerian
Kominfo untuk menunda pelaksanaan migrasi penyiaran televisi dari analog ke
digital hingga Revisi UU Penyiaran selesai dengan mengawal masuknya substansi
digitalisasi tersebut ke dalam RUU Penyiaran yang baru. Permintaan penundaan
juga telah dilakukan oleh Komisi I DPR RI.

Menyikapi hal tersebut, KPI telah membentuk Tim Digital
KPI yang beranggotakan KPI Pusat dan KPID DKI, Banten, Jawa Tengah, DI
Yogyakarta, Jawa Timur dan Kepulauan Riau, didukung ahli dari Institut
Teknologi Surabaya (ITS), sebagai amanat Rapimnas 2012 untuk menyusun pandangan
dan gagasan KPI tentang digitalisasi penyiaran. Dalam beberapa pertemuan Tim
Digital KPI dengan stakeholder di pusat dan daerah, ditemukenali beberapa
permasalahan dari pelaksanaan digitalisasi penyiaran. Tidak hanya berkaitan
dengan dasar hukum, akan tetapi juga dari aspek bisnis, persaingan usaha,
potensi monopoli dan oligopoli, kepentingan daerah dan perlindungan publik.


Jakarta, 28 Desember 2012
Komisi Penyiaran
Indonesia Pusat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar