Minggu, 17 Februari 2013

646 M untuk PILGUBSU

 
 
 
Sabtu, 16 Feb 2013 00:05 WIB
 
 

ilustrasi
Oleh: Sagita Purnomo.
 
Pemilihan gubenur dan wakil gubenur Sumatera Utara (Pilgubsu) sudah di depan mata. Atau lebih tepatnya akan dilaksanakan pada hari Kamis 7 Maret 2013. Pada hari sakral ini kita warga Sumut akan memilih secara langsung, bebas, dan rahasia, satu dari lima pasangan calon gubenur yaitu: Pasangan Gus Irawan Pasaribu-Soekirman, Effendi Simbolon-Djumiran Abdi, Chairuman-Fadli Nurzal, Amri Tambunan RE Nainggolan, dan yang terakhir pasangan Gatot Pujonugroho-Tengku Erry. Siapakah yang pantas dan layak akan menduduki kursi nomor 1 di Sumut? Jawabannya ada pada diri kita sendiri yang terdaftar sebagai pemilih untuk memberikan hak suaranya.
Namun ada satu hal yang menjadi persoalan yang mengganjal menjelang perhelatan pesta demokrasi terbesar di Sumut ini, yaitu mengenai jumlah dana yang 100% bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) ini sangat besar hingga mencapai Rp646 Miliar? Jumlah ini tentu saja lebih besar dibandingkan dengan Pilgubsu 2008 lalu.

Pembagian "Jatah"

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumut, Pengawas Pemilu (Panwaslu) Sumut, dan Kepolisian Daerah Sumut menerima hibah pendanaan pelaksanaan Pilgubsu 2013 sebanyak Rp646,4 miliar. Konon katanya dana tersebut akan dipakai untuk beragam kebutuhan seperti sosialisasi, transportasi, pengawasan dan pengamanan pesta rakyat Sumut, yang rencananya diselenggarakan pada Kamis 7 Maret 2013 nanti.

Penandatanganan Naskah Hibah dilakukan oleh Plt Gubsu Gatot bersama Kapolda Sumut Irjen Wisjnu Amat Sastro, Ketua KPU Sumut Irham Buana Nasution, dan Ketua Panwaslu Sumut David Susanto. Sementara itu hadir sebagai saksi proses tersebut adalah Sekda Sumut Nurdin Lubis, Danlanud Kolonel Pnb Bowo Budiarto SE, Komandan Lantamal Laksamana Pertama TNI Didik Wahyudi, Ketua DPRD Sumut H Saleh Bangun, Forum Koordinasi Pimpinan Daerah, Forum Komunikasi Umat Beragama, dan perwakilan partai politik peserta pilgub 2013. "Total dana hibah yang dipersiapkan pemerintah provinsi melalui APBD 2012 dan APBD 2013 adalah sekitar 646,4 Miliar rupiah. Angka tersebut sangat besar, karena itu kami harapkan semua pihak bertanggung jawab terhadap pemakaian uang rakyat tersebut," papar Gatot.

Adapun perincian pembagian jatah dana kepada pihak-pihak terkait ialah KPU mendapat dana sebanyak Rp482,58 Miliar, Panwaslu sebanyak Rp36,1 Miliar. dan Poldasu sebesar Rp87 Miliar selaku koordinator keamanan pelaksana pilgubsu.

Terlalu Besar

Banyak pihak yang menyayangkan mengapa hanya untuk memilih gubenur yang masa kerjanya hanya selama lima tahun saja harus memakan dana yang sangat besar. Menurut Analis politik dari USU, Warjio menganggap anggaran itu terlalu besar. Mungkin, kata Warjio, KPU Sumut memiliki perhitungan dan pertimbangan tersendiri sebelum mengusulkan anggaran untuk menyelenggarakan pemilihan gubernur itu. Menurut dia, pihaknya khawatir jumlah anggaran tersebut akan menjadi beban APBD dan mengganggu program pembangunan yang akan dicanangkan. "KPU juga harus berempati dengan APBD Sumut," katanya.

Hal senada juga di katakan Pengamat Ekonomi dari Universitas Sumatera Utara (USU), Jhon Tafbu Ritonga, Menurutnya, jumlah anggaran itu sangat besar dan dinilai terlalu sayang jika hanya dihabiskan untuk memilih gubernur "Jumlahnya besar sekali," Jika dilihat dari jumlah yang sangat besar, pihaknya lebih sepakat agar Sumut merealisasikan usulan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi agar pemilihan gubernur dilakukan melalui DPRD semata. Pihaknya memperkirakan jumlah biaya yang dihabiskan akan lebih besar karena belum dihitung dari dana pilkada yang dikeluarkan calon gubernur. "itu baru dana pemerintah. Lain lagi dengan dana yang harus dikeluarkan calon," katanya.

Menurut dia, dana yang cukup besar tersebut lebih baik digunakan untuk menjalankan berbagai program peningkatan kesejahteraan rakyat. "Kalau dialokasikan untuk irigasi, entah berapa banyak yang sudah dapat dibuat," kata Jhon Tafbu. (waspadaonline.com)

Uang Makan?

Penulis sendiri merasa sangat heran kenapa pihak kepolisian (Poldasu) juga turut kebagian dana hibah untuk mengamankan Pilkada?. Bukanya tugas untuk menjaga keamanan merupakan tugas pokok dari polisi, lantas kenapa harus dibayar? Menurut Ketua Lembaga Peduli Rakyat Sumatera Utara (LPRSU) H Simamora, DR, mengatakan teka teki alokasi jatah hibah yang digelontorkan Pemprovsu untuk Poldasu sebesar Rp87 miliar itu ditengarai hanya biaya untuk makan minum petugas kepolisian saja. Artinya dana itu bukan untuk pengamanan seperti yang disebut-sebut selama ini. "Artinya itu untuk uang makan petugas di lapangan saja, bukan untuk biaya pengamanan. Karena kategori pengamanan dibutuhkan apabila terjadi kerusuhan dan hal-hal lain yang sifatnya anarkis," katanya

Lagi pula, menurut Simamora, dana itu memang murni untuk pembiayaan makan minum anggota kepolisian di setiap Tempat Pemungutan Suara (TPS). "Jadi bukan untuk pengamanan tapi biaya makan minum. Karena belum tentu ada kerusuhan. Kalau pun ada sejatinya itu sudah tupoksi (tugas pokok dan fungsi) polisi untuk mengamankannya," jelasnya. (medanbagus. com)

Menjaga keamanan, dan kekondusifan suatu wilayah (daerah) merupakan kewajiban dari polisi, tanpa harus dibayar dan mengharapkan imbalan (kecuali imbalan dari pemerintah pusat yang wajib menggaji polisi). Lantas kenapa untuk mengamankan Pilgubsu kepolisian juga harus memerlukan dana? Lantas bagaimana dengan semboyan "Melindungi dan mengayomi masyarakat". Apakah cuma semboyan untuk pencitraan atau hanya buat keren-kerenan saja?

Hal seperti ini bukan hanya terjadi di Sumut saja. hampir di seluruh daerah berbagai provinsi di Indonesia dalam setiap Perhelatan Pilkada memang selalu menghabiskan dana yang sangat besar. Yang menjadi pertanyaan apakah dana yang besar tersebut memang benar diperlukan atau di pakai sesuai dengan kebutuhannya? Atau dana tersebut akan banyak dimakan oleh tikus-tikus berdasi yang kerap berebut jatah disana sini? Inilah sala satu kelemahan dari sistem Demokrasi.

Penulis secara pribadi lebih menginginkan untuk pemilihan Gubenur itu dilakukan oleh DPRD saja. Mengingat sistem pemilihan secara langsung yang kita anut baru-baru ini kerap menimbulkan kerusuhan serta kecurangan kasat mata seperti praktek politik uang. Terlalu banyak perputaran dosa dari Demokrasi yang tidak sehat ini. Selain itu para calon yang akan maju sebagi gubenur juga memerlukan uang dengan nominal yang sangat besar, istilahnya untuk "Ongkos naik Parpol". Hal ini akan mendorong terjadinya KKN untuk mengembalikan modal yang dikeluarkan selama kampanye. Hal ini sudah rill terjadi pada mantan Gubenur kita Syamsul Arifin yang telah menjadi terpidana kasus Korupsi. Semoga saja tidak ada lagi pejabat di Sumut yang menyusul Syamsul ke-KPK.***

* Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Hukum UMSU
__._,_.___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar