Jumat, 09 November 2012

”Konstitusi dan Negara Kesejahteraan” : Meneguhkan Kembali Gerakan Masyarakat Sipil

Lingkar Muda Indonesia
Sekretariat: Insitute Ecosoc, Tebet Timur Dalam VI-C/17, Jakarta 12820,
Telp./Fax. (021) 830 4153, email: ecosoc@cbn.net.i
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
 
Undangan Diskusi Seri III 2012
”Konstitusi dan Negara Kesejahteraan” :
Meneguhkan Kembali Gerakan Masyarakat Sipil
  
Kepada
Yth. Ibu/Bapak/Sdr-i
Pemerhati masalah Keindonesiaan
Di Tempat


Dengan hormat,
Dinyatakan dalam Pembukaan UUD’45 bahwa negara Indonesia Merdeka  dibentuk untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Cita-cita Indonesia Merdeka ini merupakan pedoman yang menentukan tujuan akhir yang akan dicapai oleh Pemerintah Indonesia dalam menjalankan kebijakannya.

Wujud Negara Indonesia Merdeka yang dirumuskan dalam Konstitusi bukanlah sekadar negara hukum (rechtstaat) atau “negara penjaga malam”, yang hanya mengurus keamanan dan ketertiban negara, tetapi sebuah sistem yang memberi peran lebih besar pada negara (pemerintah) dalam menjamin kesejahteraan sosial secara terencana, melembaga, dan berkesinambungan. Negara kesejahteraan-lah yang secara substansial digariskan dalam Konstitusi. Wujud negara kesejahteraan ini bisa dilihat secara lebih gamblang dalam Batang Tubuh Konstitusi. Batang Tubuh UUD’45 memuat hak warga negara untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak, jaminan memperoleh pendidikan, pelayanan kesehatan dan jaminan sosial.  Untuk memenuhi hak-hak tersebut Konstitusi memberikan kekuasaan pada negara (pemerintah) untuk mengelola sumber-sumber kekayaan alam yang penting untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Konstitusi memberi mandat pada negara untuk berperan aktif dalam mengelola aset ekonomi negara, mengorganisasi perekonomian dan menjamin tersedianya pelayanan kesejahteraan dasar bagi rakyat.

Konstitusi tidak hanya berbicara soal kesejahteraan sebagai tujuan sentral negara, tetapi juga memberi petunjuk jalan terkait kerangka ideologis dan upaya struktural untuk mewujudkan kesejahteraan. Cita-cita “adil dan makmur” yang dinyatakan dalam Konstitusi mengisyaratkan bahwa makmur bersama adil-lah (bukan tak makmur asal adil) yang akan mampu mewujudkan kesejahteraan. Keadilan sosial mengisyaratkan bahwa Indonesia bukanlah negara kasta yang hanya untuk kaum elite atau hanya untuk kelompok proletar, melainkan untuk segenap warga negara. Keadilan sosial ini sentral dan bahkan disebutkan sampai dua kali dalam Konstitusi. Keadilan sosial yang mengisyaratkan kesejahteraan bagi segenap warga negara itu juga  menghendaki hilangnya kesenjangan dalam kemakmuran antar warga negara. Dengan mengupayakan  keadilan sosial – yang berarti juga adalah keadilan politik dan ekonomi – maka kesejahteraan umum diharapkan bisa terlaksana.

Betapapun Konstitusi dengan gamblang mengamanatkan sistem negara kesejahteraan, namun REALITA Republik sekarang ini justru kian menjauh dari CITA-CITA yang diamanatkan dalam Konstitusi. Praktik demokrasi yang diharapkan mampu mendorong terwujudnya keadilan politik dan ekonomi, nyatanya hanya membawa perubahan besar pada elit dan sekelompok masyarakat. Roda kekuasaan berputar dari satu kelompok kaya ke kelompok kaya lainnya. Negara Demokrasi telah berganti menjadi Negara Kleptokrasi, di mana korupsi kian sistematis dan terorganisir.
Meskipun Konstitusi merupakan pedoman bagi penyelenggaraan pemerintahan Republik dan dalam pembuatan kebijakan, namun pemerintahan Republik kian kehilangan arah.  Cita-cita mewujudkan sistem negara kesejahteraan pun disangkal dan ditinggalkan. Kekayaan alam telah banyak diserahkan pengelolaannya pada korporasi dan pihak asing, BUMN banyak dijual, utang negara yang jadi tanggungan rakyat terus meningkat, kesenjangan sosial melebar, perampasan hak rakyat atas lahan dan sumberdaya ekonomi terus berlangsung, ketidakberdayaan rakyat dalam menjangkau  pelayanan dasar pangan, pekerjaan, pendidikan dan kesehatan semakin meningkat sebagai konsekuensi dari kebijakan privatisasi pelayanan publik, sistem jaminan sosial masih jadi perdebatan.  Indonesia masih terperangkap dalam sistem fundamentalisme pasar global yang memaksa negara meninggalkan peran dan tanggung jawabnya terhadap kesejahteraan rakyat.
Krisis ekonomi global dan meningkatnya kemiskinan dan kelaparan di berbagai pelosok dunia memaparkan demikian banyak fakta akan kegagalan sistem pasar bebas dalam kapitalisme global yang tidak berpihak pada rakyat.  Kondisi ini memberi isyarat untuk mengembalikan peran negara dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat sebagaimana diamanatkan Konstitusi. Sudah saatnya segenap komponen negara didorong dan dipaksa untuk kembali pada Konstitusi.
Jalan menuju perwujudan negara kesejahteraan harus didorong untuk semakin  terbuka. Berbagai tantangan dan peluang terkait dengan pembelajaran atas berbagai model dan praktik negara kesejahteraan dari berbagai negara patut mendapat kajian dan perhatian. Saatnya untuk menyuarakan dan mengulang kembali seruan “Respect our Constitution, August 17!” pada segenap komponen bangsa.

Membaca berbagai tantangan mewujudkan Indonesia sebagaimana digariskan dalam Konstitusi, Lingkar Muda Indonesia (LMI) bekerjasama dengan Redaksi Opini Harian KOMPAS kembali mengangkat masalah Keindonesiaan melalui diskusi serial. Diskusi Seri III untuk tahun 2012 ini mengangkat tema “Konstitusi dan Negara Kesejahteraan: Meneguhkan Kembali Gerakan Masyarakat Sipil” sebagai bagian dari upaya terakhir menegakkan dan mengimplementasikan konstitusi dalam konteks berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Masyarakat sipil diharapkan dapat menjadi kekuatan riil dalam rangka mendesak pemerintah agar mewujudkan keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat.

Gerakan Masyarakat Sipil merupakan salah satu pilar demokrasi, karena ia memainkan peran kontrol dan penyeimbang (check and balance system), khususnya terhadap lembaga-lembaga negara, baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Namun sayangnya, dalam sepuluh tahun terakhir, gerakan masyarakat sipil menghadapi masalah serius terkait eksistensi, independensi, dan partisipasinya di ruang publik. Faktanya, pelan-pelan gerakan masyarakat sipil mulai berguguran, baik karena masalah krisis pendanaan maupun langkanya mereka yang tertarik mendedikasikan dirinya dalam gerakan masyakat sipil. Alih-alih menjadi gerakan yang independen, tidak sedikit dari masyarakat sipil yang menjadi “gerakan plat merah”. Tidak sedikit dari mereka memilih menjadi pendukung, bahkan membangun sinergi dengan kekuasaan yang otoriter dan korup.

Diperlukan pembahasan dan diskusi mendalam tentang langkah-langkah yang harus diambil untuk melakukan revitalisasi terhadap gerakan masyarkat sipil sebagai upaya mewujudkan kesejahteran dan keadilan sosial. Di dalam diskusi akan dilakukan semacam evaluasi terhadap gerakan masyarakat sipil dalam dua dekade terakhir sembari mencari solusi untuk membangkitkan kembali gerakan masyarakat sipil.
Diskusikan akan diselenggarakan pada:
Hari/Tanggal   : Senin, 12 Nopember 2012
Waktu             : pkl. 14.00-17.30 WIB
            Tempat            : Galeri Kiri Bentara Budaya Jakarta
                                      Jl. Palmerah Selatan No. 17 Gelora Tanah Abang Jakarta Pusat DKI
                                      Jakarta 021-549 0666
Pembicara        :
      1. Roem Topatimasang (LSM): “Mencermati Pasang-Surut NGO dalam Revitalisasi  
          Gerakan Masyarakat Sipil”
      2. Dr. Karlina Supelli (Akademisi): “Peran Lembaga Pendidikan dalam Revitalisasi  
          Gerakan Masyarakat Sipil”
      3. Dr. Zuly Qodir (Ormas): “Peran Organisi Sosial Keagamaan dan Kemasyarakatan
         dalam Revitalisasi Gerakan Masyarakat Sipil”
      4. Ade Armando (Media): “Peran Media Massa dan Media Sosial dalam Revitalisasi
         Gerakan Masyarakat Sipil
            Moderator       : Zuhairi Misrawi

Jakarta, 4 Nopember 2012
Salam Solidaritas
Steering Committee
1.      Zuhairi Misrawi (Lingkar Muda NU)
2.      Imam Cahyono (Lingkar Muda Muhammadiyah)
3.      Donny Gahral Ahdian (Lingkar Muda Akademisi)
4.      Sri Palupi (Lingkar Muda CSO)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar