Rabu, 20 Maret 2013

Komite II DPD Menggambarkan Arsitektur Hukum di Bidang Kelautan

SIARAN PERS
BIDANG PEMBERITAAN
DAN MEDIA VISUAL
DEWAN PERWAKILAN DAERAH
SEKRETARIAT JENDERAL
Telp. (021) 5789 7346, Faks. (021) 5789 7323


Jakarta, 20 Maret 2013





Menjawab tuntutan rapat pleno Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) setelah penyerahan draft Rancangan Undang-Undang (RUU
Kelautan) beserta naskah akademiknya, Komite II Dewan Perwakilan
Daerah (DPD) menggambarkan arsitektur hukum di bidang kelautan ketika
rapat pleno di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (20/3). UU
Kelautan adalah atapnya, sedangkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011
tentang Informasi Geospasial sebagai plafon, 20 undang-undang sektor
sebagai pilar, dan 14 undang-undang sektor sisanya sebagai fondasi.
“Dalam arsitektur hukum di bidang kelautan, UU Kelautan adalah
atapnya, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial
sebagai plafon, 20 undang-undang sektor sebagai pilar, dan 14
undang-undang sektor sisanya sebagai fondasi,” Ketua Komite II DPD
Bambang Susilo (senator asal Kalimantan Timur) menjelaskannya di
hadapan rapat pleno Baleg DPR. Pimpinan/anggota Tim Kerja (Timja) RUU
Kelautan Komite II DPD juga menghadirinya.
Kendati mayoritas fraksi menerima RUU Kelautan, di antara mereka
menuntut Komite II DPD menjelaskan posisi RUU Kelautan di tengah 35
existing law (hukum positif). “Kita setuju panja tapi ada fraksi yang
masih ingin tambahan penjelasan atau keterangan,” Ignatius Mulyono
(Fraksi Partai Demokrat/F-PD) selaku ketua memberikan pengantar.
Wakil-wakil ketua, Anna Mu’awanah (Fraksi Partai Kebangkitan
Bangsa/F-PKB) dan Achmad Dimyati N (Fraksi Partai Persatuan
Pembangunan/F-PPP), mendampinginya.
Mengapa UU Informasi Geospasial sebagai plafon? Ia beralasan, karena
UU Informasi Geospasial mengamanatkan pengolahan data-data lokasi
geografis, dimensi atau ukuran, dan/atau karakteristik kelautan
sehingga menjadi bahan perumusan kebijakan, keputusan, dan/atau
kegiatan yang terkait kelautan. “Saya bayangkan betapa berseraknya
data-data kelautan dalam banyak UU sektor. Setelah RUU disahkan
menjadi undang-undang maka data-data tersebut rahasia negara.”
Di luar Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD
1945), UU Kelautan adalah atapnya sedangkan UU 4/2011 tentang
Informasi Geospasial sebagai plafon. Ke-20 undang-undang sektor
sebagai pilar ialah UU 5/1984 tentang Perindustrian, UU 5/1990 tentang
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, UU 16/1992
tentang Karantina, UU 10/1995 tentang Kepabeanan, UU 41/1999 tentang
Kehutanan, UU 9/2001 tentang Imigrasi, UU 22/2001 tentang Minyak dan
Gas Bumi, UU 2/2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, UU
3/2002 tentang Pertahanan Negara, UU 18/2002 tentang Sistem Nasional
Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu dan Teknologi; UU 16/2006
tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan; UU
27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, UU
26/2007 tentang Penataan Ruang, UU 39/2007 tentang Perubahan Atas UU
11/1995 tentang Cukai, UU 17/2008 tentang Pelayaran, UU 43/2008
tentang Wilayah Negara, UU 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara, UU 10/2009 tentang Kepariwisataan, UU 45/2009 tentang
Perubahan Ketiga UU 9/1985 (UU 31/2004) tentang Perikanan, UU 11/2010
tentang Cagar Budaya.
Ke-14 undang-undang sektor sisanya sebagai fondasi ialah UU 1/1973
tentang Landas Kontinen Indonesia, UU 8/1981 tentang Hukum Acara
Pidana, UU 5/1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, UU 17/1985
tentang Pengesahan United Nations Convention of the Law of the Sea
(Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut), UU 6/1996
tentang Perairan, UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU
25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, UU 32/2004
tentang Pemerintahan Daerah, UU 34/2004 tentang Tentara Nasional
Indonesia, UU 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional Tahun 2005-2025, UU 21/2009 tentang Pengesahan Agreement for
the Implementation of the Provisions of the United Nations Convention
on the Law of the Sea of 10 December 1982 Relating to the Conservation
and Management of Straddling Fish Stocks and Highly Migratory Fish
Stocks (Persetujuan Pelaksanaan Ketentuan-Ketentuan Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut Tanggal 10 Desember 1982
yang Terkait Konservasi dan Pengelolaan Sediaan Ikan yang Beruaya
Terbatas dan Sediaan Ikan yang Beruaya Jauh), UU 32/2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Senin (18/3), Bambang menyerahkan RUU Kelautan beserta naskah
akademiknya kepada pimpinan Baleg DPR. Dalam acara tersebut mengemuka
beberapa pendapat hal ihwal pemantapan konsepsi RUU Kelautan versi
DPD. Rapat pleno memutuskan pembentukan Panitia Kerja (Panja) RUU
Kelautan yang diketuai oleh Anna, bertugas untuk membahas substansi
dan mengharmonisasikannya.
RUU Kelautan adalah usul Komite II DPD yang terdaftar dalam Program
Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2013. Prolegnas
merupakan instrumen perencanaan program pembentukan undang-undang yang
terencana, terpadu, dan sistematis.
Merujuk ketentuan penyusunan undang-undang dalam Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Pasal
43 ayat (3) menyatakan bahwa RUU yang berasal dari DPD harus disertai
naskah akademik. Peraturan DPR tentang Tata Tertib menyatakan, untuk
pengharmonisasian, pembulatan, dan  pemantapan konsepsi RUU Kelautan,
Baleg DPR membentuk panja.
Bambang menjelaskan, apabila dalam pembahasan bersama Komite II DPD –
Baleg DPR menemukan masalah teknis, substansi, dan/atau asas
pembentukan peraturan perundang-undangan, Komite II DPD menyangggupi
untuk menyampaikan tambahan penjelasan atau keterangan. Apabila dalam
pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi RUU Kelautan
memerlukan perumusan ulang, Komite II DPD ingin melakukannya bersama
Baleg DPR.
Aspek penting RUU Kelautan meliputi penataan ruang kelautan, pola
pembangunan kelautan berkelanjutan, peran serta masyarakat dalam
pembangunan kelautan, penguatan tata kelola dan kelembagaan, serta
kerjasama internasional. Setidaknya 12 institusi negara  mengelola
kelautan di antaranya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP),
Kementerian Perhubungan (Kemhub), Kementerian Keuangan (Kemkeu),
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kepolisian Republik
Indonesia (Polri), Tentara Nasional Indonesia (TNI) khususnya TNI
Angkatan Laut, Kementerian Negara Riset dan Teknologi (Kemneg Ristek),
serta Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemparekraf).

Siaran pers ini dikeluarkan secara resmi oleh
Bidang Pemberitaan dan Media Visual
Sekretariat Jenderal DPD
       
Penanggungjawab:
Mahyu Darma

Tidak ada komentar:

Posting Komentar