Selasa, 12 Maret 2013

Proyek Islamic Development Bank (IDB) di Unesa.


Pengantar: Tulisan berikut ini dimuat di Majalah Unesa No. 54 Tahun XIV – Februari 2013 yang memang melansir Laporan Utama tentang (calon) projek Islamic Development Bank (IDB) di Unesa. Untuk Ka-Humas Unesa dan Redaktur MU, saya sampaikan apresiasi setinggi-tingginya. Terima kasih. Salam, Emcho.
****
 
Much. Khoiri
 
 
 
 
Berakit-rakit ke hulu, berenang ke tepian; bersakit-sakit dahulu, bersenang kemudian. Inilah ungkapan yang terus berkelebat dan menari-nari dalam pikiran dan hati saya menjelang waktu ashar 16 Januari 2013, saat “Minutes of Meeting” antara Pemerintah RI dan Islamic Development Bank (IDB) diteken di Jakarta.
 
Pemerintah RI diwakili oleh para pejabat Kemenkeu, Bappenas, Dirjen Dikti, dan para rektor tujuh universitas—Universitas Tanjungpura (Untan), Universitas Lambung Mangkurat (Unlam), Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Univeritas Negeri Surabaya (Unesa), Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Universitas Negeri Gorontalo (UNG), dan Universitas Syiah Kuala (Unsyiah). Sementara itu, IDB diwakili oleh Abdi Abdullahi, Edcucation specialist, Human Development Department.
 
Khususnya tatkala rektor Unesa, Prof. Dr. Muchlas Samani, meneken dokumen MoM itu, saya rasakan kelegaan yang luar biasa. Saya yakin, PR IV Prof. Dr. Nurhasan M.Kes dan ketua Tim Perencanaan dan Pengembangan (TPP) Suprapto, ST, MT.  juga merasakan hal sama. Andaikata Prof. Dr. Sarmini dan Dr. Erina Rahmadiati bersama kami (sayang, mereka harus pulang sehari sebelumnya untuk persiapan update data),  mereka pastilah akan bersyukur di tempat sama.
 
Sungguh, bersakit  dahulu, bersenang kemudian. Setelah berjuang habis-habisan, dengan segala harganya, kini impian kita untuk mempercepat pengembangan dan peningkatan kualitas pendidikan Unesa kian mendekati kenyataan. Kita akan mendapat dana sebesar IDR 392 milyar, di mana IDR 300 milyar dari IDB dan IDR 9.2 milyar dari GOI (pemerintah RI). Membayangkan bahwa Unesa akan memiliki 7 gedung baru empat lantai atau lebih, saya seperti terlahir kembali.
 
Diam-diam saya merasa bangga dan bersyukur karena telah menjadi bagian dari task force IDB Unesa ini—yang pernah dijuluki “Empat Sekawan” (SKS-E: Suprapto, Khoiri, Sarmini, Erina). Saya juga bangga dengan komandan kami yang senantiasa bersama kami, yakni Bapak Rektor dan PR-IV. Tentu saja saya juga bahagia atas dukungan dan doa jajaran pimpinan dan seluruh warga Unesa selama ini.
 
Perjalanan Panjang

Sebenarnya perjuangan untuk memperoleh IDB sudah sejak tahun 2004 silam; mungkin sudah 3-4 tim task force berjuang keras untuk itu. Namun, usaha mereka belum membuahkan hasil. Lalu, sejak 2009/2010 Empat Sekawan dipercaya untuk mengegolkannya. Saya hanya yakin, dengan pendampingan langsung oleh pimpinan Unesa, kami akan mampu mewujudkannya.
 
Singkat cerita, proposal Unesa untuk pengajuan dana IDB sudah diajukan. Pembuatan proposal yang berkejaran dengan deadline itu, yang amat melelahkan lahir-bathin, ternyata tidak mulus jalannya. Ada kabar, bahwa IDB tidak akan menerima proposal per individu perguruan tinggi, melainkan proposal payung untuk 7 perguruan tinggi yang sama-sama mengajukan dana IDB—sebagaimana disebut di atas.
 
Maka, mau tak mau, 7 universitas itu bekerja dalam sebuah tim besar, dan memilih pak Rektor untuk menjadi “Lurah”—sehingga PR IV yang jago lobi dan Empat Sekawan otomatis harus mengimbangi  pak Rektor.  Mulailah kami membuat proposal baru dengan “menjahit” seluruh isi umum 7 proposal; dan masing-masing proposal individu dianggap sebagai Annex (lampiran).
 
Beberapa kali tim “seven in one” (7 in 1) ini begadang di Jakarta, kadang selama sepekan dan kadang lebih. Masing-masing PT biasanya membawa full-team, ada yang terdiri atas empat orang dan apa pula yang lebih; sehingga setiap kali kami lembur, jumlahnya tak kurang dari 30 orang. Saking seringnya bertemu menciptakan hubungan emosional yang kuat. Kami saling menguatkan.
 
Dalam menyusun proposal payung ini, kami benar-benar jatuh-bangun. Misalnya, setelah draf kami jadi, ia akan dimintakan review kepada pihak-pihak yang berkompeten. Atas saran pihak pertama, kami melakukan revisi. Kemudian, pihak kedua mereview dan memberi masukan lagi; kami pun harus merevisinya. Demikian seterusnya. Padahal, saran atau masukan para pihak tak jarang saling berbenturan.
 
Seluruh task force  hampir putus asa ketika proposal  7 in 1 tidak kunjung sempurna. Dalam kondisi stressfull inilah tampak kejituan strategi pak Rektor dan kepiawaian lobi PR IV. Beliau mampu meredam kegalauan teman-teman; sementara, kami Empat Sekawan juga harus tampil beda seakan-akan kami juga kuat.
 
Proposal payung pun jadi, dan proposal-proposal individu telah disesuaikan dengan proposal induk ini. Secara simultan paket proposal ini dikirimkan ke pihak-pihak yang berkompeten, termasuk ke IDB. Kami harus menunggu perkembangannya. (*Tahun baru 2011 saya jatuh sakit sekitar 13 hari akibat kecapekan yang sangat. Terdengar pula, beberapa teman dari PT lain juga harus dirawat di rumah sakit.)
 
Pada akhir 2011 kami harus berjibaku kembali di Jakarta, untuk melakukan update proposal kami. Kami baru tahu, proposal 7 in 1 mengalami kendala besar karena dicegat oleh DPR, dengan alasan bahwa sejak tahun itu pemerintah tak boleh mengajukan utang luar negeri. Untunglah, ada pejabat Bappenas, seorang perempuan yang sangat mengagumkan, yang mampu mematahkan serangan DPR. Beliau meyakinkan bahwa proposal 7 in 1 sudah masuk ke dalam Blue Book, dan itu bermakna bukan pinjaman baru. 
 
Maka, kami melakukan update data terhadapa proposal payung dan individu dengan amat serius. Inilah kuncinya, semua argumen dan ilustrasi dalam proposal harus berdasarkan data (by data). Dan kami melakukannya dengan serius. Hasil finalnya dikirimkan ke IDB dengan persetujuan DPR.
 
Pada medio 2012 angin segar sudah mulai tercium. Dr. Makhlani, perwakilan IDB untuk Indonesia, sudah berkomunikasi intensif dengan pak Rektor, dan merencanakan misi appraisal. Sekitar November 2012 kami juga diundang ke Universitas Negeri Semarang (Unnes) untuk menghadiri forum berbagi pengelolaan dana IDB. Penyaji materi adalah PT-PT penerima dana IDB, baik yang sudah selesai, sedang berjalan, maupun yang akan melaksanakan.
 
Kick-off meeting, suatu rapat untuk menandai dimulainya appraisal suatu program (projek), digelar pada 7 January 2013. Kemudian, appraisal yang mereka sebut sebagai “IDB Mission” melakukan tugasnya pada 8-13 Januari 2013, termasuk ke Unesa. Dan, syukurlah, saya akhirnya bisa bernafas lega setelah melakukan presentasi di depan tim IDB Mission, seluruh pimpinan Unesa, perwakilan mahasiswa, sejumlah alumni, dan undangan lain.
 
Semangat Mengawal IDB

Pada kuliah umum Dr. Makhlani tentang ekonomi syariah di PPs Unesa pada 29 Januari 2013 lalu, pak Rektor sempat menyelipkan pesan bagi seluruh warga Unesa (ganesa) untuk mengawal program dengan dana IDB ini. Kita harus saling menguatkan untuk mewujudkannya.
 
Dengan dana IDB IDR 300 milliar kita akan membangun e-learning yang mampu jadi host (untuk 6 PT lain anggota 7 in 1), men-training staff (dosen dan karyawan), menyediakan peralatan (equipment), serta membangun 6 gedung: (1) gedung Lab Sains 4 lantai, (2) gedung Lab Teknik dan Kewirausahaan, (3) gedung perpustakaan 6 lantai, (4) gedung CPD 9 lantai, (5) gedung Student Center 4 lantai, dan (6) gedung perkuliahan Fakultas Seni dan Desain 4 lantai.
 
Sementara itu, dana GOI IDR 9,2 milliar akan digunakan untuk pembangunan satu gedung (gedung PAUD dan PLB 4 lantai), insfrastruktur pendukung, penyediaan furnitur, pengembangan kurikulum, pembelian buku dan jurnal, dan pemberian research grants.
 
Direncanakan, pembangungan gedung dimulai pada 2015, dan selesai pada 2016. Sisa waktu yang ada untuk melengkapinya dengan infrastruktur pendukung dan mengisi gedung-gedung tersebut dengan peralatan, furnitur, dan penyediaan kurikulum, buku dan jurnal, dan sebagainya.
 
Saat ini tugas Unesa adalah mengawal dengan benar agar program yang akan berjalan selama 48 bulan (4 tahun) itu selamat sampai tujuan. Kami sebagai task-force kini masih harus menyediakan data-data yang diperlukan untuk implementasi. Insyaallah, menurut dokumen MoM, Oktober 2013 program akan mulai ancang-ancang implementasinya.
 
Selain dukungan dan doa seluruh warga Unesa, untuk mengawal program IDB ini, diperlukan tim PIU (project implementation unit) yang mumpuni dan tahan banting. Sudah berkali-kali diingatkan, bahwa siapapun yang terlibat di dalamnya harus siap bekerja keras di luar irama kerja di Unesa. Seorang teman dari PT penerima IDB pernah berhumor begini, “Pada suatu saat, ketika sangat padat acara, sampean perlu siap-siap isteri sampean dirubung semut...hehehe.”
 
Sejauh itu, selama mengawal proposal IDB hingga memperoleh MoM, saya memetik berbagai pelajaran hidup yang sangat berharga. Saya belajar ilmu sabar dan ikhlas. Saya belajar telaten. Saya belajar lebih tanguh. Saya belajar memaknai pengabdian dan pengorbanan. Saya belajar memaknai kesolidan kerjasama tim. Lebih dari itu, saya belajar bagaimana menjadi manusia yang memaknai hidupnya.
 
Saya bayangkan saat ini tahun 2025, ketika pak Rektor sudah purna-tugas dan pak PR IV sudah berada di posisi yang lain—demikian pun p Suprapto, bu Sarmini, dan bu Erina. Saya bayangkan  duduk di taman di dekat Kantor Pusat di kampus Lidah Wetan, lalu memandang gedung CPD, Perpustakaan, Student Center, PAUD, dan Fakultas Seni dan Desain. Ya Allah, alangkah besar karunia-Mu yang telah mengizinkan saya untuk berbuat sesuatu (meski hanya sebutir debu) untuk Unesa.***
 
*Penulis adalah anggota Task-force IDB Unesa; Dosen FBS Unesa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar