Rabu, 22 Mei 2013

MEMBELI PELANGGAN BUDGET

Saya mempunyai banyak teman dan klien yang memiliki bisnis sendiri. Mereka mengelola butik, kafe, restoran, salon, pet shop, toko buku, dan lain-lain. Saya bertanya bagaimana mereka bisa mencetak profit. Hampir semua dari mereka memberikan jawaban yang serupa, “Saya membeli barang dari pemasok dengan harga yang lebih rendah, mengemas ulang, meningkatkan nilainya, lalu menjualnya lagi dengan harga yang lebih mahal. Begitulah saya mendapatkan profit.” Pada dasarnya, hal ini kedengaran wajar dan merupakan cara yang paling umum, “beli dengan harga rendah dan jual dengan harga tinggi”.
Saya mempelajari bahwa ada cara lain untuk mencetak profit dalam berbisnis. Berikut adalah suatu pandangan yang menarik dan sangat berbeda dengan persepsi “beli murah jual mahal”. Pandangan yang berbeda ini bisa membantu Anda meningkatkan penjualan, meningkatkan revenue, dan mendorong profit dengan sangat signifikan dalam waktu yang relatif singkat—beberapa bulan dan bahkan beberapa minggu saja.
Saya mulai membantu teman-teman dan klien saya dalam menerapkan prinsip ini ke dalam bisnis mereka. Hampir semuanya mengalami peningkatan yang signifikan dalam hal penjualan. Berikut adalah penjelasannya:
Saya “membeli” pelanggan saya lalu memastikan saya bisa mendapatkan lebih banyak uang dari hasil menjual kepada mereka daripada uang yang saya habiskan untuk membeli mereka.
Apakah perusahaan benar-benar “membeli” pelanggan? Bagaimana mereka melakukannya? Kenyataannya adalah setiap perusahaan yang beriklan agar konsumen membeli produk/servis mereka sebenarnya “membeli” pelanggan mereka!
Berikut adalah contoh sederhananya:
  • Anda menghabiskan Rp 10 juta untuk beriklan di koran. Iklan tersebut berhasil menggaet 10 pembeli. Berapa banyak Anda mengeluarkan uang untuk membeli setiap pembeli? Sejumlah Rp 1 juta.
  • Jika setiap pembeli membeli dari Anda dengan harga Rp 400 ribu dan tak pernah lagi membeli dari Anda, berapa banyak profit Anda? Jawabannya Anda sudah rugi Rp 600 ribu per pelanggan!
  • Tetapi, jika setiap pembeli membeli dari Anda sebesar Rp 1,2 juta, berapa banyak profit yang Anda dapatkan? Jawabannya Rp 200 ribu! Maka Anda sudah langsung mencetak profit dari penjualan yang pertama.
  • Lebih bagus lagi, jika setiap pembeli membeli dari Anda sebesar Rp 1,2 juta, lalu mereka membeli lagi dari Anda sebanyak lima kali. Berapa banyak profit yang didapat dari setiap pembeli? Profit Rp 200 ribu + (5 x Rp 1,2 juta) = Rp 6,2 juta.
Dari contoh di atas, terdapat beberapa hal penting yang bisa dipelajari:
  1. Apakah Anda pernah menghitung berapa banyak respons yang didapat dari SETIAP iklan yang Anda pasang? Saya sudah menanyakan pertanyaan sederhana ini ke begitu banyak klien saya yang telah menghabiskan jutaan rupiah untuk beriklan di TV, koran, majalah, radio, dan lain-lain. “Apa respons yang Anda dapat dari SETIAP iklan yang Anda pasang? Coba tebak apa jawabannya. “Saya tidak tahu!” Anda harus tahu berapa banyak yang Anda dapat (atau yang terbuang) dari setiap iklan yang dipasang! Bagaimana Anda bisa mengembangkan sesuatu yang belum pernah Anda ukur sebelumnya? Bagaimana anak Anda bisa meningkatkan nilai-nilainya di sekolah, jika belum dinilai sebelumnya? Bagaimana mungkin seorang atlet atau perenang bisa meningkatkan kecepatannya jika hal itu belum pernah diukur? Semua orang mengukur, Anda juga harus begitu. Mulai dengan menghitung respons yang Anda dapat dari setiap iklan yang dipasang.
  2. Apakah Anda tahu, berdasarkan rata-rata, seberapa banyak setiap pelanggan BARU membeli dari Anda? Apakah Rp 400 ribu atau Rp 1,2 juta? Saya juga menanyakan pertanyaan tersebut ke banyak teman dan klien yang mempunyai beragam bisnis. Coba tebak apa jawaban mereka? “Saya tidak tahu.” Atau, “Saya tidak yakin.” Mengejutkan, tapi begitulah adanya. Mereka bahkan tidak pernah mengukurnya! Jadi, jika Anda tidak mengukur seberapa banyak pelanggan BARU membeli, bagaimana Anda bisa tahu apakah Anda untung atau rugi dari setiap iklan yang dipasang?
  3. Apakah Anda mengetahui seberapa sering rata-rata pelanggan kembali dan membeli lagi dari Anda? Apakah Anda tahu jawaban dari teman-teman saya? Ya, benar, jawaban mereka, “Saya tidak tahu.”
Mereka SEMUA mengukur profit yang didapat setiap bulannya, tetapi mereka tidak mengetahui profit itu datang dari mana. Jika Anda tidak mengukur sebabnya, bagaimana dengan hasil atau akibatnya?
Ketika penjualan menurun, mereka menjadi panik dan beriklan lebih banyak. Mereka membuang lebih banyak uang dengan melakukan sesuatu yang menjadi penyebab utama terkurasnya uang!
Ini adalah cara yang tak masuk akal dalam berbisnis. Tetapi, begitu banyak pebisnis yang pintar dan bonafide membuat kesalahan ini setiap harinya.
Ketika Anda sudah mulai mengukur semua hal tersebut di atas, apa yang harus Anda lakukan sekarang? Pastikan bahwa Anda mencetak profit dari transaksi pertama yang didapat dari pelanggan baru Anda. Bagaimana caranya?
  1. Kurangi biaya untuk mengakuisisi pelanggan baru. Apa itu biaya akuisisi? Misalnya, Anda menghabiskan Rp 10 juta untuk beriklan di koran. Iklan tersebut menghasilkan 10 pembeli. Maka, Anda baru saja menghabiskan Rp 1 juta untuk mengakuisisi satu pelanggan baru. Jadi, biaya akuisisi Anda adalah Rp 1 juta. Bagaimana melakukannya? Banyak cara mudah:
    1. Kurangi biaya dalam beriklan! Lebih mudah berbicara daripada melakukan, bukan? Salah! Jika Anda sudah menghitung profit yang bisa didapat dari iklan, maka Anda akan ingin beriklan lebih banyak lagi. Ketika Anda mulai memasang lebih dari satu iklan per hari, Anda mulai bisa menawar harga yang lebih murah pada media tempat Anda memasang iklan. Ketika Anda sudah mendapatkan harga yang lebih murah per iklannya, biaya akuisisi per pelanggan akan cepat dapat dikurangi dan profit akan meningkat.
    2. Anda bisa meningkatkan revenue yang didapat dari pembelian pertama pelanggan. Bagaimana caranya?
Naikkan harga produk Anda. Dengan demikian, revenue dari pembelian pertama juga meningkat. Banyak penjual dan pemasar mempunyai fobia untuk menaikkan harga produk mereka. Dari pengalaman pribadi saya, “fobia” menaikkan harga ini seringkali tidak beralasan. Bagaimana saya bisa tahu? Banyak pebisnis atau manajer penjualan TIDAK PERNAH benar-benar mengukur akibat dari tindakan menaikkan harga terhadap revenue mereka. Ini dinamakan price elasticity.
Apakah Anda menguji dan menghitung jumlah pelanggan yang benar-benar merespons kenaikan harga? Jika Anda belum menguji dan menghitungnya, bagaimana Anda bisa tahu pasti bahwa tindakan menaikkan harga hanya akan menurunkan revenue? Seperti pada contoh-contoh kasus di atas, ada kasus ketika jumlah pelanggan menurun, tetapi pendapatan malah meningkat Rp 45 juta! Maka, naikkan saja harganya!
Banyak pemilik bisnis dan khususnya manajer penjualan yang secara psikologis takut sekali menaikkan harga, sehingga mereka langsung menolak ide tersebut sebelum mengujinya.
Jadi Anda sudah tahu bahwa dalam beberapa kasus, menaikkan harga malah membantu menurunkan biaya akuisisi untuk setiap pelanggan. Dengan demikian, Anda bisa meraup profit dalam beriklan! (James Gwee T.H., MBA.)

Sent from my iPad
__._,_.___
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
Recent Activity:
Tanpa terasa Mailing list the PROFEC: "Professionals with entrepreneurial vision and Entrepreneurs with professional action" sudah melewati usianya yang ke 7 pada tanggal 14 Oktober 2012.Sungguh tidak mudah mempertahankan sebuah komunitas maya sampai 7 tahun, ada saat up dan juga down, banyak peristiwa yang dilalui yang membuat milis ini semakin matang. Kami juga sangat bersyukur karena keinginan kami agar the PROFEC mampu menjadi wadah untuk membentuk "Professionals with entrepreneurial vision dan Entrepreneurs with professional action" sampai saat ini masih berada di jalurnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar