Minggu, 05 April 2015

Diskusi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta “Kontroversi Penutupan Situs Radikal: Sensor Internet, Politis, atau Perlindungan Publik?”

'AJI JAKARTA' ajijak@cbn.net.id [MEDIACARE]







Nomor        : 023/AJIJAK/IV/2015
Perihal        : Undangan diskusi
Lampiran    : Kerangka acuan


Kepada Yth
Rekan-rekan Jurnalis
Di Jakarta

Dengan hormat,
 
Bersama ini Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta mengundang Bapak/Ibu untuk mengikuti sekaligus meliput diskusi “Kontroversi Penutupan Situs Radikal: Sensor Internet, Politis, atau Perlindungan Publik?”, pada:

Hari/tanggal     : Minggu, 5 April 2015
Pukul             : 12.00 WIB (diawali dengan makan siang)
Tempat          : Sekretariat AJI Jakarta, jalan Kalibata Timur 4G/10, Kalibata, Jakarta Selatan
Narasumber             :
1. Komisaris Jenderal Saud Usman Nasution, Kepala BNPT
Bagaimana pengaruh situs konten ekstrimis atau jihadis meningkatkan ancaman keamanan di Indonesia?

2. Yosep Adi Prasetyo, anggota Dewan Pers
Bagaimana seharusnya pers bersikap terhadap situs-situs ekstrimis?

3. Margiono, Pengamat Cyber Law dan  Pendiri Indonesia Online Advocacy
Bagaimana mekanisme yang tepat untuk memblokir situs konten ilegal dalam negara demokrasi?



4. Mahladi, Pemimpin Redaksi Grup Hidayatullah.com 
Bagaimana pengaruh penegakan hukum bagi gerakan para jihadis?

Untuk informasi dan konfirmasi lebih lanjut dapat menghubungi saudara Yus Ardhiansyah di sekretariat AJI Jakarta di nomor 021 7984105 atau email ajijak@cbn.net.id.

Demikian surat undangan ini kami sampaikan. Atas kehadirannya kami mengucapkan terima kasih.

Jakarta, 3 April 2015
Salam,

Ahmad Nurhasim
Ketua
 
====================================================== 
Term of Reference
Diskusi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta

“Kontroversi Penutupan Situs Radikal: Sensor Internet, Politis, atau Perlindungan Publik?”

Dasar Pemikiran

Langkah Kementerian Komunikasi dan Informatika memblokir 22 situs yang kontennya dianggap menyebarkan kebencian dan menyerukan kekerasan atas nama agama menimbulkan kontroversi. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme sebagai pihak yang meminta pemblokiran menilai situs-situs tersebut juga menyebarkan takfirisme atau mengkafirkan orang lain. Alasan lainnya, konten situs tersebut juga mendukung dan mengajak bergabung dengan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS).

Kementerian Komunikasi mengacu pada Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 19 Tahun 2014 yang menyediakan payung hukum untuk menutup akses terhadap situs Internet bermuatan negatif. Situs konten yang bisa dilaporkan untuk diblokir, menurut peraturan tersebut, adalah menyangkut privasi, pornografi anak, kekerasan, suku, agama, ras, dan antar golongan, serta konten lainnya yang berdampak negatif dan meresahkan masyarakat.

Mekanisme pemblokiran yang diatur dalam peraturan tersebut sederhana. Pihak yang dapat meminta pemblokiran adalah kementerian atau lembaga pemerintah, lembaga penegak hukum dan pengadilan. Sebelum diblokir, kementerian terkait membuat penilai konten negatif dan jenis pelanggarannya. Masyarakat juga dapat melaporkan situs bermuatan negatif ke kementerian atau lembaga pemerintah.  

Pemblokiran secara teknis dilakukan oleh Penyelenggara Jasa Akses Internet atas perintah Kementerian Komunikasi. Jika situs yang diblokir ternyata tidak termasuk konten negatif, pemilik situs atau masyarakat bisa meminta blokir dibuka.

Dalam kasus 22 situs, konten yang dimuat digolongkan sebagai konten negatif dan membahayakan kehidupan masyarakat. Pemblokiran itu untuk melindungi kepentingan umum dari konten Internet yang berpotensi memberikan dampak negatif. Sebab, lewat Internet, konten-konten penyeru kekerasan yang diproduksi kelompok ekstrimis atau jihadis menyebar dengan cepat dan tanpa batas.

Pemblokiran situs-situs non-pers ini terjadi di tengah serangkaian penangkapan sejumlah orang yang diduga akan  berangkat ke Suriah untuk bergabung dengan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). Pemerintah menganggap keterlibatan warga Indonesia dalam gerakan ISIS baik di dalam negeri maupun di luar negeri berpotensi akan melahirkan ancaman keamanan di kemudian hari. Pemerintah berkaca pada pengalaman di masa lalu, ketika ratusan orang "berjihad" di Afganistan pada akhir 1980-an, justru sebagian dari mereka yang balik ke Indonesia melakukan serangan terorisme.

Dalam pemblokiran situs konten ekstremis, Indonesia dianggap terlambat dibanding negara-negara demokrasi lainnya. Situs-situs yang diblokir itu sudah menyebarkan progandanya selama bertahun-tahun. Bahkan Arahmah.com, salah satu situs yang diblokir, sudah beroperasi hampir 10 tahun.

Padahal, di Inggris dan Prancis, situs-situs yang diduga memiliki hubungan dengan terorisme dan menyebarkan kebencian dengan cepat diblokir. Urusan pemblokiran situs konten ilegal di Inggris ditangani oleh lembaga non-pemerintah The Internet Watch Foundation.

Di negara demokrasi, harus dibuat tegas batasan antara kebebasan berekspresi dan penyebaran kebencian. Masalahnya di Indonesia, banyak pihak masih bingung membedakan antara kebebasan berekspresi dan penyebar kebencian (hate speech). Bahkan sebagian situs penyebar kebencian dan penganjur kekerasan yang diblokir itu mengaku-ngaku sebagai pers Islam atau media Islam. Padahal, sangat mudah mengidentifikasi bahwa situs-situs yang diblokir itu bukan pers.

Namun, pemblokiran 22 situs ini menuai kontroversi. Pertama, bahwa pemblokiran dilakukan secara tiba-tiba tanpa mekanisme yang dikomunikasikan dengan transparan kepada publik. Kedua, bahwa di antara situs-situs yang diblokir, terdapat beberapa situs yang dianggap tidak pro terorisme. Kedua masalah ini menyulut debat panas di media massa dan media sosial. Debat itu bahkan mengarah ke isu-isu spekulatif mulai dari isu pemblokiran media anti-Islam, kekhawatiran bahwa kebebasan berpendapat akan terancam, hingga penutupan dengan alasan kepentingan politis.

Di tengah kebingungan itu, perlu dipikirkan mekanisme yang transparan dan tepat untuk memblokir situs berkonten ilegal di Indonesia. Apakah pemblokiran situs konten ilegal harus lewat pengadilan atau cukup lewat panel khusus yang diberi wewenang untuk menangani masalah tersebut? Masalah ini yang perlu didiskusikan lebih lanjut.

Tujuan
·      Menguraikan bagaimana konten-konten ekstrimis yang berisi seruan kebencian, takfirisme, dan kekerasan disebar lewat dunia online dan pengaruhnya bagi masyarakat dan ancaman keamanan nasional.
·      Mencari mekanisme yang tepat mengontrol situs-situs konten ekstrimis dan ilegal dalam konteks negara demokrasi.

Pembicara : 

1. Komisaris Jenderal Saud Usman Nasution, Kepala BNPT
Bagaimana pengaruh situs konten ekstrimis atau jihadis meningkatkan ancaman keamanan di Indonesia?

2. Yosep Adi Prasetyo, anggota Dewan Pers
Bagaimana seharusnya pers bersikap terhadap situs-situs ekstrimis?

3. Margiono, Pengamat Cyber Law dan  Pendiri Indonesia Online Advocacy
Bagaimana mekanisme yang tepat untuk memblokir situs konten ilegal dalam negara demokrasi?



4. Mahladi, Pemimpin Redaksi Grup Hidayatullah.com 
Bagaimana pengaruh penegakan hukum bagi gerakan para jihadis?

Waktu dan Tempat:
Waktu             : Minggu, 5 April 2015
Pukul : 12.00 WIB diawali dengan makan siang 
Tempat          : Sekretariat AJI Jakarta, Jalan Kalibata Timur IV G No.10 Kalibata, Jakarta Selatan. Telp 021 7984105

Penutup
Demikian kerangka acuan ini kami sampaikan. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi kami melalui email ajijak@cbn.net.id atau 021 7984105. 
 

-------------------------------------------
AJI Jakarta
Jl. Kalibata Timur IVG No.10
Kalibata, Jakarta Selatan 12740
Telp./Faks. (021) 798 4105
t: @AJI_JAKARTA
http://www.ajijakarta.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar