Sabtu, 18 April 2015

Menteri PPN/Kepala Bappenas, Andrinof Chaniago dan Aktivitasnya

Slide Show Image
Slide Show Image

Bappenas Sosialisasikan Ekonomi Syariah: Peluang dan Tantangan Pengembangannya


 
(Jakarta, 4/3) Menteri PPN/Kepala Bappenas, Andrinof Chaniago, membuka acara diskusi “Ekonomi Syariah: Peluang dan Tantangan Pengembangannya”, yang bertujuan untuk mensosialisasikan ekonomi yang berbasis syariah, potensinya dalam sistem ekonomi kita, dan penerapannya di Indonesia. Hadir sebagai narasumber Adiwarman Azwar Karim, akademisi dan praktisi ekonomi syariah.
“Beberapa tahun yang lalu, Bappenas telah melakukan berbagai upaya untuk mendorong pengembangan sistem industri keuangan syariah di Indonesia, guna mendukung dan mendorong perkembangan sektor riil yang juga berkategori syariah,” ungkap Menteri Andrinof dalam mengawali sambutannya.
Sebagai lembaga perencana, Bappenas memiliki kemampuan dan mandat untuk berperan dalam merencanakan pembangunan, termasuk ekonomi syariah. “Saya berharap kedeputian sektor di Bappenas dapat mempelajari dan berkreasi untuk mengembangkan kegiatan ekonomi syariah di Indonesia,” tambah beliau.
Menurut Menteri Andrinof, Indonesia sangat berpotensi menjadi penyokong pengembangan dan pertumbuhan ekonomi syariah, dikarenakan dua hal.
Pertama, mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Meskipun ekonomi syariah tidak dikhususkan bagi muslim, tetapi umat muslim tetap menjadi pasar utama bisnis dan keuangan syariah.
Kedua, terkait bonus demografi pada 2025-2035, yang berpotensi  menghasilkan masyarakat kelas menengah. Peningkatan kelompok ini didominasi oleh umat muslim dengan behaviour yang beragam, yang membuat bisnis dan keuangan syariah juga lebih beragam.
Pada kesempatan yang sama, Adiwarman Azwar Karim menjelakan prinsip-prinsip ekonomi syariah. “Penerapan prinsip-prinsip syariah ke dalam ekonomi dikembangkan dari sebuah tahapan pembersihan hati yang lazim dilakukan oleh para sufi,” ungkap Adiwarman Azwar Karim.
Tahap pertama, TAKHALLI (تخلي ) yang berarti “mengosongkan”, yaitu upaya untuk meninggalkan semua praktik-praktik yang buruk. Tahap Kedua, TAHALLI (تحلي ) yang berarti “pengisian hati”, yaitu mengisi kegiatan ekonomi dengan hal-hal yang baik. Tahap ketiga, TAJALLI (تجلي ), yang berarti “menampakkan”, yaitu melakukan kegiatan ekonomi yang dilengkapi dengan perbuatan-perbuatan derma sebagai bentuk penampakkan kasih sayang Tuhan.
Dari sisi ekonomi makro, diharapkan ekonomi syariah dapat menciptakan keseimbangan ekonomi riil dan moneter; mendorong terciptanya keseimbangan keadilan (fairness equilibria); dan mengoptimalkan penerbitan sukuk negara.
Bertambahnya jumlah uang tanpa diiringi produksi barang dan jasa dapat mengakibatkan peningkatan harga (inflasi) dan menggangu aktivitas ekonomi baik konsumtif maupun produktif. Dalam hal ini, bisnis dan keuangan syariah dapat didorong untuk mempercepat perputaran uang dengan cara menggunakan konsep akad jual-beli dan bagi-hasil, yang dapat menggerakkan produksi barang dan jasa.
Sementara itu, keseimbangan keadilan dapat dicapai dengan mengubah acuan suku bunga floating yang kurangfair sebagai acuan, menjadi SBI Syariah+1; serta pengetatan larangan monopoli.
Terkait sukuk negara, diharapkan penerbitan asset backed sukuk lebih banyak digunakan, karena tipe asset basedsukuk memiliki risiko bubble yang sama besarnya dengan obligasi konvensional. Asset backed sukuk dinilai lebih jelas dan dapat menekan resiko, karena sumber pembayarannya berasal dari income stream asset yang menjadiunderlying.
Dari sisi ekonomi mikro, diharapkan industri-industri syariah, seperti makanan, farmasi dan kosmetika (food); busana jilbab (fashion); wisata syariah (fun); dan lembaga keuangan syariah (finance); juga dapat berkontribusi bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Adapun tantangan bagi industri syariah di atas antara lain, tersedianya badan penyelenggara jaminan produk halal,riding the wave (mengikutsertakan produk lokal), insentif bagi pelaku industri, meningkatnya promosi dan kerjasama internasional, pembangunan infrastruktur dan prasarana, inklusi lembaga keuangan syariah terhadap masyasrakat, terciptanya sistem perdagangan yang adil, serta industri keuangan ramah lingkungan.*
sumber : Bappenas 
 
Penandatanganan MoU Proyek NSLIC Dan Implementation Agreement Proyek SREGIP
Written by Rahmat Ramadhan   
Friday, 06 March 2015 14:49
 
(Jakarta, 27/2) Pemerintah Indonesia melalui Kementerian PPN/Bappenas menyelenggarakan acara penandatanganan MoU Proyek National Support for Local Investment Climates (NSLIC) dengan Pemerintah Kanada; serta Implementation Agreement (IA) Proyek Sustainable Regional Economic Growth and Investment Programme(SREGIP) dengan  Pemerintah Jerman.
Hasil yang diharapkan dari penandatanganan MoU kedua proyek tersebut adalah untuk meningkatkan iklim dunia usaha dan jumlah usaha yang berkelanjutan dan berdaya saing.
“Hibah atau bantuan yang diberikan kepada Pemerintah Indonesia, bertujuan untuk mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan di dalam RPJMN 2015-2019, yang baru saja ditetapkan Presiden Joko Widodo di Januari 2015. Terutama untuk pembangunan dan pertumbuhan ekonomi daerah, dalam rangka investment dan dukungan-dukungan lain,” jelas Sesmen PPN/ Sestama Bappenas, Slamet Seno Adji.
Diharapkan dukungan terhadap Pemerintah Indonesia ini, menurut beliau, dapat meningkatkan capacity buildingseluruh stakeholders pembangunan daerah, yang tujuannya mengentaskan kemiskinan, untuk desa-desa tertinggal, serta pembangunan perkotaan dan pusat-pusat pertumbuhan di daerah.
“Suatu kehormatan bagi saya dapat hadir dalam acara yang sangat penting ini, yang sudah cukup lama tertunda. Kontribusi Pemerintah Kanada sebesar $18 juta selama tujuh tahun ke depan ditujukan untuk memfasilitasi pengembangan ekonomi lokal dan regional. Tentu kerja sama ini melibatkan berbagai mitra pembangunan, baik level nasional maupun lokal, yang mendukung implementasi strategi ini sejalan dengan prioritas nasional,” jelas perwakilan Dubes Kanada, Jacob Thoppil.
“Bappenas berperan penting dalam mengkoordinasi mitra-mitra pembangunan; yang bekerja sama selama 6 tahun atau lebih ini dengan penuh kepercayaan (trustful). Secara intensif, kami memiliki hubungan yang saling menguntungkan (mutual exchange) dengan Bappenas, terutama dalam mendukung perencanaan proyek, mengharmonisasi pendekatan, dan menyelaraskan berbagai topik untuk pengembangan ekonomi nasional, lokal, dan regional. Untuk itu, sangat penting untuk melanjutkan kerja sama yang penuh kepercayaan ini guna berkontribusi lebih untuk pembangunan Indonesia yang berkelanjutan,” jelas Country Director GIZ, Ulrich Mohr.
Proyek NSLIC yang bernilai 18 juta dolar Kanada akan berlangsung selama 7 tahun. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesempatan kerja dan pendapatan dari penduduk miskin, melalui perbaikan iklim dunia investasi dan pengembangan jasa pendukung usaha, khususnya untuk 2 provinsi di Sulawesi, dan 5 kabupaten terpilih di masing-masing provinsi.
Ruang lingkup proyek NSLIC, antara lain: (1) fasilitasi peningkatan kapasitas daerah dalam penerapan inovasi dan regulasi; (2) fasilitasi penyusunan regu-lasi yang mendukung penguatan iklim dunia usaha; (3) pengembangan lem-baga fasilitasi pengembangan ekonomi lokal dan daerah, termasuk Sekretariat TKPED; (4) dukungan penguatan kerja sama pemerintah dan swasta.
Sementara itu, proyek SREGIP yang bernilai 4,4 juta Euro akan berlangsung selama 2,5 tahun. Tujuan proyek ini adalah meningkatkan daya saing daerah, khususnya daerah pilot (Kalimantan Barat dan NTB) melalui peningkatan nilai tambah, serta peme-rataan dan berwawasan lingkungan.
Ruang lingkup proyek SREGIP, antara lain: (1) fasilitasi dan bantuan teknis penyusunan kebijakan peningkatan investasi daerah; (2) fasilitasi UMKM dan koperasi; (3) kerja sama antar daerah dan stakeholders; (4) penerapan inovasi dan teknologi untuk peningkatan nilai tambah; (5) fasilitasi penyusunan regulasi yang mendukung penguatan iklim dunia usaha.*
sumber : Bappenas 
 
Menteri Andrinof Berikan Arahan Dalam Sosialisasi Rpjmn 2015-2019 di Makassar
Written by Rahmat Ramadhan   
Thursday, 26 February 2015 14:44
 
(Makassar, 23/2) Menteri PPN/ Kepala Bappenas, Andrinof Chaniago memberikan arahan di acara Sosialisasi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Tenggara di Ruang Pola Kantor Gubernur Sulawesi Selatan. Adapun maksud forum tersebut adalah untuk mensosialisasikan pokok-pokok isi RPJMN 2015-2019 yang ditetapkan melalui Perpres No. 2 Tahun 2015, serta mendorong dilakukannya penyesuaian RPJMD Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Hadir dalam forum tersebut Gubernur Sulawesi Selatan, Syahrul Yasin Limpo; anggota Komisi IX DPR RI, Amir Uskara; perwakilan Gubernur Sulawesi Barat dan Sulawesi Tenggara; dan para rektor, tenaga ahli, delegasi LSM, dan tokoh-tokoh masyarakat.
“Sosialisasi RPJMN di Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara ini sangat memudahkan saya, karena apa yang sudah dirumuskan dalam RPJMN, sebagian besar dari segi ide, substansi, dan langkah-langkahnya sudah dijalan-kan ketiga provinsi dengan hasil yang spektakuler,” ungkap Menteri Andrinof.
Disebut “spektakuler”, menurut beliau, karena tidak banyak negara dan provinsi yang angka pertumbuhan ekonominya di atas 7 persen. Hal ini dikarenakan ketiga provinsi tersebut benar-benar memanfaatkan dan membidik secara tepat sektor-sektor unggulan yang ada di daerahnya, serta didukung tata kelola yang baik, SDM yang berkualitas di setiap jenjang, dan lokasi yang strategis.
Gubernur Sulawesi Selatan juga menambahkan pencapaian daerahnya. “Sulawesi Selatan merupakan provinsi yang meraih penghargaan terbanyak se-Indonesia, yaitu 169 penghargaan nasional. Kami juga peraih WTP empat kali berturut-turut,” jelas Syahrul Yasin Limpo.
Menteri Andrinof kemudian menjelaskan lima sektor unggulan pembangunan. “Dalam RPJMN, kita telah memilih lima sektor unggulan, yaitu pangan, maritim, energi, pariwisata, dan industri. Kelima sektor ini status dan nilainya hampir sama. Selama ini kita kehilangan kesempatan dalam mengelola sektor tersebut, padahal potensi untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi sangat terbuka,” jelas Menteri Andrinof.
Menurut beliau, Indonesia merupakan negara dengan alam dan budaya yang sangat kaya, serta lokasi yang sangat strategis, namun capaian pariwisata kita masih jauh dari hasil yang diharapkan.
Begitupula dengan energi, potensi dan cadangan sumber energi kita berlimpah (gas, batubara, dan geotermal) tetapi konsumsi listrik per kapita kita termasuk yang terendah se-Asia. Dari segi total output energi listrik, kita seperenam dari India dan seperduapuluh dua dari China.
Hal yang serupa juga tampak pada capaian kelautan. Negara yang luas wilayahnya 2/3 lautan dan garis pantai terpanjang nomor dua di dunia, tetapi produksi tangkap dan budidaya ikannya 1/5 dari negara yang jauh lebih kecil.
“Hal itu semua menunjukkan ada peluang yang hilang dan potensi yang belum tergarap untuk mensejahterakan masyarakat,” kata Menteri Andrinof.
Terkait energi, Menteri Andrinof mengatakan listrik merupakan modal penting bagi pembangunan. “Kita tidak bisa membicarakan rencana yang lain, kalau tidak merencanakan produksi listrik. Kita tidak dapat membicarakan peningkatan kawasan indusri, kapasitas pelabu-han perikanan, dan jasa perhotelan dan perdagangan, kalau tidak memikirkan suplai listriknya,” jelas beliau.
Menteri Andrinof juga menyampaikan harapannya terhadap pemerintah daerah Sulawesi. “Daerah ini tinggal selangkah lagi mengambil peran sebagai leader dan lokomotif bagi kemajuan pembangunan di kawasan timur Indonesia. Untuk itu, jangan hanya berpikir mengakumulasi yang sudah ada,” pungkas beliau.*
sumber : Bappenas 
 
Temui Menteri PPN, UGM Berikan Masukan untuk RPJMN 2015-2019
Written by Rahmat Ramadhan   
Friday, 12 December 2014 14:31
 
Sejumlah dosen dan peneliti dari Universitas Gajah Mada (UGM) yang langsung dipimpin oleh Rektor UGM, Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D menemui Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Andrinof Chaniago. Dalam kesempatan ini, Menteri Andrinof didampingi antara lain oleh Sekretaris Kementerian PPN/Sekretaris Utama Bappenas, Dr. Slamet Seno Adji, MA; Staf Ahli Menteri PPN Bidang Hubungan Kelembagaan, Dr. Ir. Dida Heryadi Salya, MA; Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Bappenas, Dr. Hadiat, MA; Direktur Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air Bappenas, Ir. Basah Hernowo, MA; Direktur Kelautan dan Perikanan Bappenas, Dr. Ir. Sri Yanti JS, MPM; dan Direktur Lingkungan Hidup Bappenas, Ir. Wahyuningsih Darajati, MSc.
Tujuan kedatangan dosen dan peneliti ini, sebagaimana dinyatakan oleh Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D, adalah untuk memberikan masukan terhadap Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 terutama untuk sektor pengembangan sistem inovasi dan teknologi bidang kesehatan, kemandirian dan kedaulatan energi indonesia, pengembangan infrastruktur, lingkungan hidup dan kehutanan, kedaulatan pangan, serta pembangunan kemaritiman. “Berbagai masukan ini merupakan hasil penelitian dan studi para dosen dan penelitin di lapangan yang telah dipaparkan ke beberapa Kementerian/Lembaga,” ungkapnya.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Andrinof menyatakan bahwa pertemuan ini merupakan momen yang tepat untuk memberikan masukan RPJMN yang saat ini sedang disusun. “Masukan dari UGM diharapkan dapat menambahkan poin-poin RPJMN 2015-2019 yang dirasa masih kurang tajam,” ungkapnya.
Menurut Menteri Andrinof, prioritas arah pembangunan kedepan berorientasi pada tiga hal: pertama, kewilayahan dan meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat. Pembangunan tidak boleh lagi menurunkan daya dukung lingkungan dan mengenyampingkan masyarakat terutama yang ada di pelosok; kedua, sektoral yang terdiri dari pangan, maritim, pariwisata, energi; dan ketiga, sosial dimana pembangunan harus berpihak pada masyarakat dan tidak memperlebar kesenjangan.
Dalam pertemuan yang digelar di Ruang SG 1-2 ini, dosen dan peneliti UGM memberikan sejumlah masukan untuk RPJMN 2015-2019, antara lain sebagai berikut: 1) Mendorong pertumbuhan produk inovatif di bidang farmasi; 2) Kolaborasi akademia dan industri untuk menghasilkan alat kesehatan yang  masih impor; 3) Akselerasi penyerapan produk dan alat kesehatan buatan dalam negeri; 4) Mendorong pertumbuhan inovasi bidang kesehatan dengan pendekatan lintas bidang keilmuan; 5) desentralisasi energi; 6) Keterpaduan rencana dan pelaksanaan pembanguan di wilayah hulu dan hilir waduk untuk keberlanjutan pemanfaatan SDA; 7) Kebijakan untuk memperkuat peran bidang OP dan realiasasi untuk alokasi anggaran yang memadai; 8) pembangunan waduk harus didasarkan pada tujuan pemanfaatan serbaguna (multi purpose oriented), tidak hanya untuk mendukung pembangunan sektor irigasi/pangan; 9) Perlu dilakukan identifikasi permasalahan dari pengalaman pembangunan dan pengelolaan waduk yang sudah ada, baik teknis, ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan; 10) Revitalisasi budaya maritim; 11) Penegakan Kedaulatan dan Hak Berdaulat di Laut; 12) Penataan Regulasi kelautan dan Kemaritiman Indonesia; 13) Pengelolaan Pulau Kecil melalui Pulau Mandiri; 14) Database Sumberdaya Alam Kelautan secara integratif, kolaboratif, terstandard, dan aksesibel; 15) Percepatan proses pengukuhan kawasan hutan untuk memperkuat legitimasi kawasan hutan negara; 16) Pembentukan Kelembagaan lintas pihak tentang Penyelesaian Konflik Kawasan Hutan; serta 17) Percepatan Penyelesaian Konflik di Kawasan Hutan termasuk Hutan Adat.
sumber : Bappenas 
 
Arah Kebijakan Pendanaan Pembangunan Daerah Tahun 2015
Written by Rahmat Ramadhan   
Tuesday, 18 November 2014 14:26
 
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas menggelar Rapat Pemantauan, Koordinasi Pelaporan Peraturan Pemerintah (PP) No. 39 Tahun 2006 Triwulan III Tahun 2014 pada Rabu (12/11) di Ruang SG 2-3 Gedung Utama Bappenas. Hadir dalam kesempatan ini, Direktur Alokasi Pendanaan Pembangunan Bappenas, Erwin Dimas, SE, DEA, MSi; Direktur Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah, Dr. Dadang Solihin, MA; Perwakilan Kepala Biro Perencanaan Kementerian Pertanian; Perwakilan Kepala Biro Perencanaan Kementerian Kebudayaan dan Pendidikan Dasar-Menengah; dan Perwakilan Kepala Biro Perencanaan Kementerian Kesehatan.
Dalam kesempatan ini, Erwin Dimas menyatakan, berdasarkan PP. No 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan (TP), program dan kegiatan kementerian/lembaga (K/L) yang akan didekonsentrasikan atau ditugaskan harus sesuai dengan rencana kerja K/L dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Selain itu, rencana lokasi dan anggaran untuk program dan kegiatan yang akan didekonsentrasikan atau ditugaskan disusun dengan memperhatikan kemampuan keuangan negara, keseimbangan pendanaan di daerah, dan kebutuhan pembangunan daerah.
Menurut Erwin Dimas, dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Pasal 108 dinyatakan bahwa dana dekonsentrasi dan dana TP yang merupakan bagian dari anggaran kementrian negara atau lembaga yang digunakan untuk melaksanakan urusan yang menurut peraturan perundang-undangan menjadi urusan daerah, secara bertahap dialihkan menjadi dana alokasi khusus (DAK).
“Namun, hingga saat ini terdapat beberapa kegiatan K/L melalui mekanisme dekonsentrasi atau TP masih melakukan kegiatan yang merupakan urusan daerah,” imbuhnya.
Hal itu terjadi, kata Erwin Dimas, disebabkan karena beberapa permasalahan, diantaranya: pertama, kerancuan dalam pembagian kewenangan; kedua, keraguan dalam kemampuan menjaga prioritas; ketiga, kapasitas daerah dalam penyediaan dana pendamping; dan keempat, DAK hanya untuk kegiatan fisik. “Akibatnya, proses pengalihan terkendala dan sangat lambat dan terjadinya duplikasi anggaran,” jelasnya.
Berdasarkan hal tersebut, lanjut Erwin Dimas rencana pendanaan pembangunan daerah pada tahun 2015 diarahkan untuk beberapa hal berikut: pertama, memperbaiki kualitas Dana Alokasi Khusus dengan cara melakukan perubahan pada formulasi DAK sebagaimana terdapat dalam RUU RAPBN-P 2015 dan mengawal prioritas nasional;kedua, melakukan pengalihan dengan tiga pendekatan, yaitu:  analisis kesamaan kegiatan tercantum di RKA K/L dengan lingkup bidang kegiatan yang tercantum dalam DAK, analisis kegiatan yang tercantum dalam RKA-K/L berdasarkan pemetaan pembagian urusan pemerintahan, dan analisis sifat kegiatan yang tercantum dalam RKA K/L berdasarkan keterkaitan manfaat yang bersentuhan langsung dengan masyarakat.
Terkait dengan pengalihan urusan bersama (PNPM) ke dana desa 2015, Erwin Dimas, mengungkapkan bahwa dana desa bersumber dari belanja pusat dengan mengefektifkan program K/L yang berbasis di Kementerian  Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Pekerjaan Umum (KemenPU). “Dana  desa tahun 2015 sebesar Rp.9.066,2 M berasal dari realokasi anggaran PNPM pada Kemendagri sebesar Rp.7.608,7 M dan anggaran program Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Perdesaan dan Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP) KemenPU sebesar Rp.1.457,5 M,” pungkasnya. (*)
 sumber : Bappenas 
 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar